Rabu, 16 November 2016

Cerita bersambung : Dewi Zakia Maharani (10)

Setelah kejadian kecupan dewi di halaman rumahku minggu itu. Ada dua kondisi yang menyergap gue dan tak henti-hentinya menyediakan ruang yg cukup buat gue meratapi dilema ini. Di satu sisi gue sangat senang, gue di cintai oleh orang yang sebegitu baiknya sama gue. Di satu sisi gue pengen rena ga berubah. Ga kaya sekarang menjadi canggung dan serba ga enak. Dua keadaan ini tak bisa bersatu seperti minyak bawang dengan kuah indomie rasa ayam bawang yang ada telor di atasnya. Ini sungguh menjadi sangat aneh buat gue. Bagaimana bisa gue bertahan dalam kondisi yang mengharuskan gue menerima perlakuan ini.

Gue biarkan hidup memainkan skenarionya dan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi aktor yang di inginkan olehnya. Yaitu dengan membuat dewi semakin lekat dan membiarkan rena semakin jauh.

Untuk kasus ini gue gamau berbuat banyak. Ada masanya bahwa kita sebgai manusia harus membiarkan apa yang terjadi sebagai sesuatu yang seharusnya terjadi. Kita tidak perlu ngotot kepada siapapun agar apa yang kkta ingin selalu di ikuti. Kita butuh merelakan sesuatu untuk tau bagaimana rasanya merelakan yang sejati.

Seperti apa yang pernah rena katakan suatu saat dimana kita sedang minum kopi di tepi pantai. Kalau tidak salah waktu itu sedang study tour SMP. "Aku ga pernah takut hidup akan kejam kepadaku setelah hari ini, karena aku yakin di luar kehidupan, ada kekuatan yang lebih besar dari itu, yang bahkan mungkin kekuatan itu menyediakan skenarionya agar hidup tunduk kepadanya"

Pada saat ini setidaknya kata-kata itulah yang aku pegang. gue nggak takut jika seandainya suatu saat nanti gue kehilangan dewi dan juga kehilangn rena. Karena mungkin ini skenario yang indah yang diciptakan oleh hidup yang juga diciptakan oleh kekuatan yang lebih besar dari itu.

Seperti biasa, kupacu motor legendarisku dengan kecepatan yang sangat lambat. Bahkan motor gue ini bukan tandingan untuk motor 500 cc nya valentino rossi yang kala itu sering juara motor GP.

Setibanya di sekolah, gue ketemu dewi. Dewi cemberut. Gue tanya kenapa. Dia jawab gapapa. Gue mau jawab gapapa. Dia belum nanya gue kenapa.

Gue bingung.

Puisi November

November dan kamu.
Sebuah kata berdesir bisu di kerumunan senja.
Berujar pada daun berwarna oranye yg gugur jatuh ke bayangan langit di air.
Dan kenangan berhembus melawan tatapanku sebagai angin.

Aku tersenyum pada secangkir kopi yg mengepul.
Ia harum, seperti harum rambutmu yg kau kibas saat bunga-bunga mekar.
Musim semi di pertengahan maret yang abadi.
Meresahkan pulang yg tak kembali. 

Selasa, 20 September 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (9)

.... Hari Minggu. Surganya hari-hari. Dimana setiap minggu kita bisa melakukan banyak hal. Ada yang berkebun, ada yang olah raga bahkan ada yang sengaja ke empang utk pergi memancing. Minggu membuat dunia menjadi lebih hidup. Karena di hari ini manusia banyak berinteraksi dengan alam. Tapi, gue bukan orang yang selalu punya plan untuk hari minggu. Paling banter kalo pagi-pagi gue nongkrong di jendela, minum kopi sambil sesekali liatin matahari menyusup diantara daun-daun yg bolong karena ulat yg nakal. Bagi gue menghabiskan waktu sendirian kaya gini terasa lebih manis daripada harus pergi keluar.

Seperti biasa, Minggu itu gue menghabiskan waktu seharian di kamar. Baca novel, maen game, dan tiduran. Gue ingin menikmati kemalasan yang indah ini seharian.

Kebetulan waktu itu  gue lagi namatin novel Aggelos karya dari Harry K. Peterson. Ceritanya fiksi gitu dan yang gue suka dari bukunya adalah cara si Harry membangkitkan setiap karakter, cara dia memunculkan masalah dalam setiap adegannya, menurut gue itu keren.

Ceritanya tentang seorang malaikat yang bernama slaven jatuh ke bumi dan hilang ingatan karena mencuri kotak musik ajaib dari surga milik lucifer. Lalu si tokoh utama, Viola di tembak hatinya oleh cupid sehingga dia berjodoh dengan slaven, namun hubungan asmara mereka sangat kompleks, cinta antara mahluk bumi dan mahluk langit yang rumit.

Yang gue suka adalah latar dari novel ini, yaitu selandia baru. Diceritakan dengan sangat apik oleh Harry K. Peterson ini tentang selandia baru yang indah. Oksigen bersih, danau yang jernih dan hal-hal lain yang membuat gue pengen banget kesana.

Waktu itu jam 8 Pagi. Kebetulan rumah lagi sepi. Semua orang di rumah lagi pada olahraga di alun-alun kota. Gue males, jadi gue memutuskan buat baca novel aja. Sedang asyik membaca, bel rumah berbunyi. Ah paling rena.

Pas pintu di buka, ternyata bener si rena. Gue sangat senang dia main kesini.
"San ! Numpang nonton kartun dong. Di rumah gue Tv nya rusak"
"Ooh nonton aja"

Sudah seperti rumah sendiri, rena pergi ke dapur lalu membuka kulkas dan mengambil beberapa makanan ringan.

"Lo kemana aja? Gue jadi jarang liat?" Tanya gue membuka percakapan
"Ya lo ngerti lah san. Gue terpukul banget. Tapi sekarang gue udah ikhlas kok"
"Yang sabar yah ren." Seru gue.
"Apaan si lo, kok jadi lebay gini"

Gue gak menjawab, hanya bisa menyaksikan rena yg manis dengan remah-remah cemilan di pipinya.

Lalu, bel kembali berbunyi. Ah paling bonyok baru balik dari alun-alun. Gue pergi ke depan pintu. Lalu pas gue buka pintu.

"Surepricee !!!" Dewi berdiri di depan gue dengan sepatu sport dan celana training. "Tadi aku abis lari sama temen aku, terus aku minta anter temen aku buat mampir kesini, nih aku bawain kamu kue apem dari pasar, pasti kamu suka !!"

"Ahaha, aduh jadi ngerepotin. Masuk yuk yang. Ada rena juga kok di dalem "
"emm ngga deh. Aku disini aja. Ngapain rena jam segini di rumah kamu?"
"Ooh dia tadi numpang nonton kartun, biasalah anak kecil, kebetulan dia tetangga aku, tuh rumahnya" Tunjuk gue ke rumah rena.
"oh gitu yah. Kok aku baru tau yah?"
"iya maaf, aku belum sempet cerita."
"Ya udah, Eh mamah papah kamu mana?"
"Oh mereka lagi ke alun-alun sama ade aku. Biasa lah."
"Ooh ya udah. Eh katanya kemaren kamu sakit. Gmna sekarang? Udah sembuh?"
"Udah ko. Tapi tadi malem sempet panas gitu sih." Dengan berbohong gue rasa gue bisa menghargai kekhawatiran dewi.
"oh pantes semalem sms aku gak kamu bales. Tapi sekarang udah sembuh kan?"
"Iya maaf ya. Emm mendingan sih"
"Iya gapapa. Eh yang, aku pulang dulu yah. Kasian temen aku udah nungguin."
"ooh yaudah. Hati-hati yah."
"Iya." Jawab dewi, namun dewi masih diam tak beranjak dari tempatnya berdiri.
"Kamu kenapa?" Tanya gue heran.

Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di pipi gue.
"Aku sayang kamu. Sayaang banget"

Gue hanya diem. lalu senyum. Lalu membalas kecupannya.
"Aku juga sayang kamu"

Setelah itu dewi pulang dengan pipi yang menjadi ranum. Gue malambaikan tangan ke dewi.

Gue diem untuk beberapa saat dengan kue apem yang masih di tangan. Lalu, gue masuk, tapi rena mendadak cemberut dan buru-buru mau pulang.
"Eh lo mau kemana?"
"Gue mau pulang."
"Eh kenapa? Itu kartunnya belum selesai"
"Gamau nonton ! Kartunnya ngeselin." Dengan muka cemberut dan langkah yg cepat dia pergi.

Gue bingung.

Jangan-jangan ... Ah sial !

Minggu, 04 September 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (8)

... "Basonya enak yah yang" Seru dewi sambil mengelap bibirnya dengan tissue.
"eemmh iya iya. Enak." Jawab gue sekenanya
"Eh yang, kamu tau gak? Tadi di kantin aku ketemu sama si Nabila. Terus dia kaya nyindir aku gitu karena aku pacaran sama kamu."
"Ooh terus?" Jawab gue dgn muka datar tanpa ada motivasi sedikitpun untuk antusias.
"Iya, jadi dia bilang ke temennya 'eh gosipnya si jomblo udah pacaran sekarang' terus temennya ngejawab 'ah palingan cuma bentaran doang. Kapan sih dia pacaran lama' sambil matanya ngelirik ke aku yang.
"Terus?" Masih dengan muka yang datar.
"Terus aku diemin aja. Tapi pas dia mau keluar kantin, aku jegal aja kakinya. Terus dia jatoh. Hahaha. Malu banget tuh pasti si nabila."
"Hahaha" dengan ketawa yang hanya untuk menghargai ceritanya.

Sebenernya gak nyangka juga sih kalo cewe gue sebegitu parahnya kalo ngerjain orang. Seharusnya gue bangga, karena dia pasti asyik orangnya, tapi waktu itu, gue biasa aja.

"abis ini aku mau es krim dong. Udah gitu kita nongkrong di taman kota yah."
"Gimana kalo kita pulang aja? Lagian langit juga udah mulai mendung."
"kok pulang sih? Aku kan lagi kangen banget sama kamu. Kamu kenapa? Lagi bete yah? cerita dong."
"Ngga kok. Aku gak kenapa-napa. Aku cuma agak gak enak badan aja hari ini"

Alesan yang sangat klasik untuk menghindari pertanyaan yg tidak ingin kita jawab.

"ya ampun. Kamu sakit yah? Aduuh kita ke dokter yuk."
"Udahlah dew. Ga usah lebay"
"kok gitu sih ngomongnya?" dengan muka dewi yg tiba-tiba cemberut.
"mmmaksud aku, aku gapapa, cuma butuh istirahat aja. Maafin aku yah sayang."
"Kamu tuh ya, aku kan khawatir sama kondisi kamu." Lalu bibirnya yg cemberut itu, berubah jadi manyun-manyun manja.
"iya iya. Kita pulang yah sayang?" Ucap gue sambil mengelus kepalanya.
"Ayo. Kamu istirahat yah kalo sampe rumah. Kalo sampe keluyuran, Awas loh !"
"Iya baweel" Jawabku.

Lalu gue menghantar Dewi pulang ditemani oleh gerimis yang terasa hambar.

"Aku pulang yah. Maaf bgt hari ini aku ga bisa nemenin kamu."
"Ya udah gapapa. Yang penting kamu istirahat yah."

Seperti kebanyakan cerita di awal jadian, maaf adalah sesuatu yang murah dan gampang di dapat.

Selama di perjalanan, gue gak bisa fokus sama jalanan. Pikiran gue melambung ke tanda tanya yang entah apa itu. Gue memikirkan ada apa dgn gue sekarang. Kenapa gue gak terlalu bahagia sama dewi? Kenapa gerimis yang seharusnya manis menjadi hambar?. Sampai pada tanda tanya yang ke sejuta, gue masih belum tau jawabannya.


Sesampainya di rumah, gue langsung rebahan di kasur. Menatap langit-langit yang penuh dengan tanda tanya.  Lalu gerombolan partikel oksigen yg menjelma sebagai angin membuat gorden yg menempel di jendela kamar terasa hidup. Di luar, hujan menunjukkan magis luar biasanya.

"Rena, apa kabar yah dia sekarang?"

Selasa, 23 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (7)

.... "San ..." dengan air mata yang menghujani pelukannya.
    
Ayah rena telah meninggal.

"Yang sabar yah ren"
"Gue gak bisa san. Gue gak bisa hidup tanpa ayah"

Gue diem. Yang bisa gue lakukan saat itu hanya membiarkan Rena dengan kesedihannya.

Setelah beberapa saat, jenazah di makamkan. Gue menemani Rena ke pemakaman ayahnya. Sepanjang jalan ke pemakaman, Rena tak mau berhenti menangis di pelukan gue. Begitulah cara kematian bekerja. Selalu menyisakan tangis yang mendalam untuk yang ditinggalkan. Jika di bilang kejam, ya, kematian memang kejam. Namun, bagaimana lagi, segala sesuatu yg hidup sudah hakikatnya mati.

Kasihan Rena. Dia adalah anak tunggal, setelah kepergian ayahnya dia pasti sangat merasa kesepian. Gue bisa bayangin bagaimana hidup tanpa seorang ayah di usia yang lagi sangat butuh dukungan moril dari sosok seorang ayah.

"San .." Suaranya parau
"Iya ren?"
"Gue hancur banget san" dengan mata yg masih terpaku pada makam ayahnya ia mencoba mengkomunikasikan kesedihannya ke gue.
"Iya gue ngerti ko. Yang sabar yah. Semoga ayah lo di terima di sisi-Nya."
"Gue ga bisa hidup tanpa ayah gue saan" Kembali air matanya memecah pemakaman yang hening itu.
"Iya iya ren, sok nangis dulu aja" gue mengusap punggungnya. Lalu membimbing kepalanya untuk rebahan di bahu gue.

Besoknya, ucapan turut berduka cita mengalir ke Rena. Sejak kematian ayahnya, Rena yang dulu jadi berubah. Dia jadi pendiem dan sering menyendiri. Semua orang yang kehilangan Rena yg dulu mengadu ke gue. Termasuk Dewi.

"San, itu si Rena kok jadi pemurung gitu" Kata Dewi dengan sekantung es teh yg dia pegang.
"Ya wajarlah. Namanya juga baru di tinggalin ayahnya, dia pasti sedih banget."
"Tapi aku ngerasa kasian aja, Rena yg sekarang bukan Rena yang dulu. Dia pasti butuh temen. Kamu kan temen deketnya, coba kamu samperin gih. Ajak ngobrol atau apa kek."
"Kamu gimana?"
"Aku kayanya balik ke kelas aja. Gak enak juga kan kalo aku tiba-tiba so akrab. Lagian kan dia juga belom tau kalo kita baru jadian."
"Ya udah, nanti aku nyusul ke kelas yah."
"Iya, daah"
"dadah"

Lalu gue menghampiri Rena.

"Hei Bocah" dengan nada riang gue menyapa rena.
"Eh san." Rena menjawab dengan dingin.
"Lagi ngapain? Sendirian aja kaya amoeba tau gak"
"Lagi diem aja. Btw selamat yah buat lo yg udah jadian sama dewi"
"Eh?! Emmm iya sama-sama. Tapi kok bisa tau?"
"Gue liat foto selfie lo pas nonton Maliq di instagramnya Dewi."
"Hehe" Gue ketawa canggung. "Sebenernya gue mau cerita ke lo, tapi belum ada waktu yang tepat aja. Hehe" Gue mendadak bego.
"Iya gapapa ko. Jagain dia dengan baik yah. Kaya lo ngejagain gue."
"Iya, gue pasti jagain dia. Tapi santey aja, gue akan selalu ada waktu buat lo kok. Kalo perlu ntar kita maen bareng ke kutub utara"
Rena senyum. "Apaan sih lo. Ga jelas"
"Nah gitu dong. Senyum kan cantik"

Tapi jujur, waktu itu senyumnya sangat manis.
Lalu kita berdua saling diem. Memandangi langit sekolah yg biru megah.

"Makasih yah." Rena tiba-tiba bersuara.
"Makasih untuk?"
"Untuk waktu yg lo habiskan buat gue."
Gue cuma menjawab dengan senyum. Berharap bahwa senyuman ini bisa lebih dari sekedar kata 'iya, sama-sama'.

Setelah itu, kita kembali ke kelas masing-masing.

Sepulang sekolah, seperti biasa gue keluar kelas bersama dewi. Menyusuri lorong sekolah dengan tangan yg saling bergandengan.
"Aku gamau pulang dulu. Aku gatau gimana ngomongnya, tapi aku bener-bener lagi pengen sama kamu banget." Ujar dewi.
"Emmm kalo aku mau gimana kalo aku gamau gimana?"
"IIh sandi, serius .."
"Iya iya. Baiklah, Nona Dewi mau kemana sekarang? Biarkan hamba dan kuda besi butut hamba yang antar."
"Aku mau Baso Mang Ade !"
"Laksanakan ! Perintah Nona adalah fardu aen untuk hamba"
"Haha." Dewi tertawa. "Apaan sih kamu san. Gemees deh" Ia mencubit pipiku.
"Aduuh ampun ampun nona"
"Yuk pergi !" Dewi berseru.
"Mari,"

Lalu gue memakai helm dan menyela motor.

Namun, sejujurnya, perasaan gue sedang tidak menentu waktu itu.

Bersambung ...




Rabu, 17 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (6)


... Waktu itu gue adalah orang paling bahagia di dunia. Selepas pulang dari konser maliq and d'essentials, gue tidak mau langsung tidur. Gue ingin bermanja-manja sebentar untuk waktu yang lama. Gue liat langit malam yang cerah dan beberapa titik air di kaca jendela yang membiaskan lampu-lampu taman sisa dari hujan tadi sore. Seolah gue pengen mereka semua tau ada pelukan yang membahagiakan yang gue terima hari ini. Seolah gue pengen mereka tau bahwa harum parfum Dewi menempel permanen di jaket gue.

Jatuh cinta ini lebih indah dari apapun. Kacau.

Lalu gue membawa hp yang sedari tergeletak di kasur dan mengetik sebuah pesan singkat

"Hai kerinduan. Terimakasih untuk bahagia yang belum ditemukan satuan ini. Sehingga aku tidak tau satuan apa yang harus ku sematkan untuk mewakili kata sangat. Selamat malam :)"

Namun Dewi tidak membalas. Mungkin dia sudah tidur. Mungkin juga dia tidak mau menyalakan HP nya karena sedang sibuk menulis diary tentang hari ini bersama gue. Mungkin juga dia sedang curhat ke Ibunya sambil mengurai rambut panjangnya. Semua kata mungkin menjadi sangat indah saat ini. Menjadi sangaaat ... Ah jadi malu.

Matahari terbit dari arah timur seperti biasanya. Embun yg masih belum jatuh dari ujung daun menambah manisnya hari gue, yang malah bangun terlalu pagi.

Hari itu, gue jadi ahli senyum terbaik di dunia. Lalu gue memasak satu porsi Nasi Goreng yang di hias dengan acak-acakan untuk di berikan ke Dewi. Si ibu pun bertanya-tanya kenapa anaknya jadi seperti gak waras gini. Sampai dia gak percaya kalo gue adalah anaknya. Namun siapa peduli, gue lagi seru jatuh cinta kok.

Tiba di sekolah gue berjalan dengan kepala yang terdongkak ke atas karena tidak kesiangan, wakasek yang sudah mempunyai rutinitas menghukum gue harus kehilangan rutinitasnya sekarang. Gue duduk dengan manis di bangku sekolah sambil mendengarkan musik sambil menunggu si manis datang. Lagu-lagu dari Maliq and D'essentials semua.

Dari arah pintu masuk, terlihat Dewi datang di sela-sela cahaya matahari jam 07.45 WIB yg menyelusup ke dalam kelas. Gue menunggu dia dengan manis di bangku, lalu dia menghampiri gue. Tersenyum. Dan mengucapkan selamat pagi.

Dia duduk di depan gue, lalu dia cerita dengan tas yang belum sempat dia simpan. Katanya, semalam dia ngga bisa tidur karena keasyikan menulis cerita di Diarynya. Sampe 4 Halaman. Terus dia juga meminta maaf karena belum sempat bales sms gue, dia sedang ngga ada pulsa.

"Kamu tau ga? Aku bikinin sesuatu loh buat kamu." Ucap gue yg mencoba masuk di sela-sela obrolannya.

"Emmm apa itu?" Dengan muka yg penasaran.

"Aku bakal kasih ke kamu, tapi ada syaratnya."

"Ih apaan sih pake syarat-syarat segala. Kamu tuh kaya pemerintah yang lagi buka CPNS tau ga sih" Senyumnya mengembang menjadi sangat manis dengan status bencana.

"Haha. Bisa aja kamu. Gampang kok syaratnya. Pulang sekolah kamu temenin aku ke toko buku yuk? Aku mau beli bukunya Harold Robbins nih."

"Siapa tuh?"

"Dia penulis. Aku mau beli bukunya yg The Carpetbaggers. Novel lama sih, cuma katanya bagus."

"Emmm boleh deh. Lagian kebetulan aku lagi gak ada kegiatan sih hari ini"

"Asiiik. Nih hadiahnya. Nasi Goreng Spesial Cinta ala Chef Sandi" Dengan menyodorkan sebuah kotak nasi yg berisi nasi goreng. "Buat makan nanti siang. Semoga kamu suka yah." Lanjut gue.

"Iih so sweet. Tapi kamu ga usah repot-repot bawain aku ginian. Ga enak kan jadi ngurangin jatah makan kamu di rumah"

"Perutku perutmu kok. Jadi asal kamu kenyang, aku juga kenyang" Najis sih, tapi siapa peduli, lagi seru jatuh cinta soalnya.

"Ah dasar cowo gombal. Ya udah makasih yah. Aku ke bangku aku yah. Dadaaah" Dewi melambaikan tangan.

'Dadaaah' yang sebenarnya tidak perlu untuk jarak sedekat itu. Tapi, ya, cinta.

Satu persatu mata pelajaran gue lewati dengan bahagia. Setelah semuanya terlewati, gue menghampiri dewi.

"Yuk !"
"Yuk!"

Lalu kita berdua boncengan dengan mengendarai sang motor legendaris di jalanan yang hanya milik kita berdua. Dewi duduk menyamping dan melingkarkan satu tangannya di pinggang gue. Gue hanya bisa tersenyum sambil memberi kabar pada angin-angin nakal yg lewat meng-swiit-swiiw-kan gue.

Sesampainya di toko buku, gue langsung mencari buku yang gue cari. Pas di liat harganya, ternyata duitnya gak cukup. Maklumlah kantong anak SMA waktu itu tidak setebal kantong anak SMA sekarang.

"Emmm yang ... Duit aku gak cukup nih. Gimana kalo kita patungan? Buku ini jadi milik kita berdua deh. Tapi aku dulu yah yg bacanya"

"Boleh boleh. Nanti gantian yah bacanya."

"Baiklah. Okelah kalo begitu. Ayo kita ke kasir."

Teamwork yang manis,bukan?

Lalu gue pulang dengan sekantung buku dan membonceng seorang dewi.

Gue antarkan dia pulang ke rumah. Lalu ucapan sampai jumpa besok dan selamat tinggal mengakhiri pertemuan kita untuk hari itu.

Gue pulang dengan headset yg terpasang di telinga. Gue nyanyi-nyanyi sumringah selama di jalan. Lalu gue melihat bendera kuning di depan rumah Rena. Seketika gue berhenti dan langsung masuk ke dalam.

"Rena .."

Lalu, pelukan yg bercampur air matanya rebah di dada gue.

Bersambung ...

Rabu, 10 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (5)

... Dengan tas selempang yg berbahan jeans dan jaket hitam kesayangan, gue berjalan menuju parkiran motor lalu menyambangi motor astrea grand yg sangat legendaris di mata motor-motor sebelahnya. Lalu gue memakai helm dan mulai bersiap untuk menyela motor yang umurnya hampir sama kaya gue itu.

Motor legendaris ini tidak mau nyala, ternyata bensinnya abis. Mampus ! gue lupa ngisi bensin, akhirnya mau gak mau gue harus mendorong si legendaris ini menuju pom bensin. Di bawah teriknya matahari, gue mendorong sepeda motor gue dengan sangat dramatis. Lalu-lalang orang lewat dgn kendaraannya seperti menertawakan gue yang gendut dan keringatnya hampir bikin banjir kota. Gue pasrah saja.

Setelah sekitar 800 meter gue memapah motor legendaris ini hingga akhirnya gue menemukan POM bensin. Lalu, dari arah selatan gue liat seorang cewe sedang mengendarai motor matic dengan helm berwarna putih. Gue sudah bisa menebak dia dari kejauhan. Yap. Itu Dewi sedang mengisi bensin juga.

"Eh dew, ngisi bensin juga?"
"Iya san. Ini bensin gue hampir habis"
"Gue malah udah habis bensin dari sekolahan. Haha" Dengan sedikit tertawa, gue mencoba agar tidak terlihat canggung.
"Serius? Jadi kamu ngedorong motor dari sekolah kesini dong?"
"Iya dew. Bahkan tadi jalan sekolah kita hampir banjir sama keringet gue"
"Haha. ya gapapa lah. Lo kan jadi keliatan langsing"

"Makan siang bareng yuk?"

Entahlah. Secara ajaib gue ngucapin itu. Tidak ada panik atau resah seperti biasanya, ini terasa mengalir. Sepertinya semesta sudah merestui.

Lalu Dewi tersenyum lebar sampai-sampai matanya melengkung indah terdorong pipi chubby nya. Seraya mengatakan "Yuk. Dimana?"

"Gue punya tempat makan yang enak. Nanti gue tunjukin."

Setelah kita ngisi bensin, gue menyalakan motor lalu pergi ke tempat makan, di ikuti oleh Dewi. Gue ngajak dia ke tempat baso langganan gue.

"Pak, basonya dua yah. Yang saya airnya dikit aja, jangan pake mie, togenya yang banyak. Lo gmna dew?"
"Saya basonya aja, airnya agak banyak ya pak"

Lalu gue mencari tempat duduk untuk kita berdua.

"Jadi dew, lo ga ada kegiatan hari ini?" Gue mencoba membuka topik.
"Ngga san. Tadinya mau ke rumah Tina buat ngerjain PR, tapi dia ada acara mendadak gitu."
"Ooh. PR Fisika itu yah?"
"Iya. Lo udah ngerjain?"
"Udah dikit,"
"Eh liat dong. Gue belom banget nih"
"Emmm di kasih liat ga yaah .." Gue menggoda.
"Kasiih dong. Pleaseee"
"Ok gue kasih liat, tapi ada syaratnya"
"Ah basi lo, cuma liat PR doang juga ada syaratnya. Dasar Pelit !"
"Ehh ngga gue ga pelit"
"Dasar sandi pelit ! sandi pelit"
"ngga ngga ngga ngga ngga ngga ..."
"... iya iya iya iya iya"

Lalu kita ketawa bareng.

"Haha. Kek bocah ya kita" Ucap dewi sambil masih menyelesaikan sisa tawanya
"Iya iya. Lo sih yang mulai."
"Idiih, orang lo duluan yg mulai"

"Den, ini baksonya" Mang Karjo memecah percakapan kami.
"Oh iya mang."

Lalu, dari dua mangkuk baso itu, gue jadi tau, ternyata Dewi orangnya nyenengin juga. Gue ngerasa nyambung. Gue ngerasa restu semesta sudah sangat jelas.

Keesokan harinya, di sekolah gue jadi lebih deket sama Dewi. Setiap jam istirahat, kita ke kantin berdua, kadang juga kita ke perpustakaan, nyari tugas bareng, dan kadang gue nganter Dewi kalo dia kebetulan lagi ga bawa motor. Waktu itu, kita jadi dua manusia yang sangat nyambung.

"Dew, malam minggu ini ada acara ga?" Gue bertanya ke Dewi.
"Emmm ngga sih san. Ada apa emang?"
"Jalan yuk? Kebetulan malam minggu ini ada acara musik gitu. Guest starnya Maliq and D'Essentials."
"Wiiih maliq, ayo ayo, tapi lo izin dulu ke bokap gue yah?"
"Beres. Ya udah, nanti, malam Minggu, gue jemput jam 7 Malem yah."
"Ok."
"Jangan dandan yah !"
"Loh kenapa emang san?"
"Jangan lah, kalo cewe secantik lo dandan, kasian cewe jelek yg dandan, mereka akan ngerasa gak percaya diri ntar"
"Apaan sih. Gombal lu ya."
"Idiih ngga, gue itu orang jujur kedua di dunia, jadi mana mungkin gue bohong"
"Apaan sih lo" sambil tangan mungilnya mencubit pipi kanan gue.
Lalu, kita berdua jalan ke kelas sembari menghabiskan sebungkus es teh manis.

Tuhan, Gue bener-bener jatuh cinta.

Malam Minggu yg di nantikan pun tiba. Gue bingung pilih baju apa. Segala macem kombinasi udah gue coba, namun tetep aja ga ada yg pas. Mungkin, jatuh cinta telah membuat gue yang cuek, menjadi gue yg perfeksionis. Akhirnya gue memutuskan untuk memakai kaos warna hitam dan hoodie warna putih. Gue rasa stelan casual kaya gini cocok untuk anak SMA yg nonton acara musik. Ga lupa gue semprotkan minyak wangi di area sekitar bahu, karena itu bakal jadi area terdekat dari hidung Dewi. Gue pengen bau parfum gue, selamanya akan menjadi milik gue di ingatannya Dewi.

Lalu, Gue meluncur dengan sang motor legendaris menuju ke rumah Dewi.

Sesampainya disana, gue mengetuk pintu pelan. Lalu, setelah sebuah pintu terbuka, gue senyum menahan bahagia. Dewi memakai kaos hitam dgn cardigan warna putih.

"dih, kok kita samaan sih?" Ujar gue heran menahan senyum
"ih iya. Kok bisa samaan yah."
Lalu kita berdua ketawa-ketawa.

Ah, semesta, bisa aja.

Setelah itu, gue pamitan kepada papahnya Dewi, sun tangan dan berjanji akan mengantar pulang dewi sebelum jam 10 malam.

"Bau parfum lo enak" Dewi memuji.
"Serius? Udah lama sih gue pake ini."
Terasa dewi membenamkan mukanya ke pundak gue. Waktu itu, gue hampir mati menahan bahagia.

Ketika tiba di tempat tujuan, gue menuntun Dewi menuju panggung utama. Lalu, 30 menit kemudian, Angga dan kawan-kawan bersinar seperti seharusnya. Gue memperhatikan Dewi tanpa bosan. Cahaya panggung yg warna-warni membuat wajahnya semakin manis.

Gue menikmati pertunjukan Maliq and D'Essentials melalui binar mata Dewi yg bahagia.

Lalu, sampai pada lagu Himalaya, gue melihat senyumnya mengembang.

'Himalaya ...
Bahkan akan aku taklukan ...
Tanpa cahaya di kegelapan ..
berbalutkan pelita hatimu....'

Dewi menyandarkan kepalanya ke gue, secara spontan gue peluk dia dari belakang. Lalu, Ia melihat muka gue sambil tersenyum.

Dan diantara riuhnya penonton yg bernyanyi, gue menciptakan ruang antara mata gue dan mata dewi.

"I Love You"
"I Love You Too"

Lalu dia kembali mengarahkan perhatiannya ke panggung, dan gue, mencium rambutnya yg harum dengan sangat bahagia.

Lalu setelah lagu setapak sriwedari menjadi penutup. Gue menghantarkan dewi pulang. Tidak terlalu banyak kata yg tersampaikan selama perjalanan pulang, mungkin sama-sama sedang menahan malu dan bahagia.

Waktu itu jam menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Di depan gang rumahnya, dia bertanya.
"Lo beneran sayang sama gue?"

Gue memegang pundaknya, menatap matanya dalam, mencoba memberi jalan untuk hati kita agar bertemu, lalu gue mengecup keningnya.

"Gue sayang sama lo"

Dan sebuah pelukan melepas kebahagiaan kita malam itu. Kita resmi jadian.

Bersambung ....

Senin, 01 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (4)


... “Apaan sih lo ..” dengan muka tegang nahan ee.

“alaaah gue udah tau kali. Ga usah di sembunyiin.”

“lo tau dari siapa?”

“Penjaga sekolah.” Jawab dia sekenanya

“Serius? Lo tau dari doni yah. Awas tuh si doni ! gue jilatin sampe mampus”

“hahaha ! ga usah sewot kali, santey aja. Eh ! gue udah temenan sama lo tuh udah lamaaaa banget. Jadi yaa gue tau lah tingkah-tingkah anak kebo kalo lagi jatuh cinta”

“Ah sotoy lo. Gue cabut yah.”

Lalu gue pergi meninggalkan dia sendirian dgn batagor yg belum sempat dia habiskan. Gue bingung ko rena bisa tau kalo gue suka sama dewi. Aneh. Padahal gue menjaga banget supaya rena ga tau.

 Sebenernya bukan karena gue gamau bilang ke dia, cuman sepanjang sejarah perjalanan gue temenan sama rena. Dia suka mendadak rese kalo misalkan gue lagi suka sama seseorang. Contohnya dulu pas gue ngegebet mantan gue, dia jadi ngejauh dan aneh. Makannya sekarang gue gamau hal yg dulu kejadian lagi. Gue gamau rena ngejauhin gue lagi. Soalnya ga asik saat gue kehilangan rena.

Gue masih inget pas pertama kali rena berubah gara-gara gue suka sama seorang cewe di SMP. Dia jadi jutek dan cenderung menjauhi gue. Gue jadi ngerasa aneh sama dia yg waktu itu. Gue sih ga terlalu sibuk ngurusin rena yg berubah, namun lama-kelamaan ada hal-hal yg hilang karena berubahnya rena. Gue jadi ga bisa bangun pagi lagi. Ke sekolah sendirian. Makan di kantin sendirian dan pipis juga sendirian.

Sampai pada suatu hari gue nyatain perasaan sama dia, di depan kelas dengan setangkai bunga mawar, namun gue canggung dgn tatapan aneh dari rena di bangku belakang.

Akhirnya, cewe yg gue tembak nolak gue dengan alasan yg klise. Gue gagal waktu itu.

Namun tiba-tiba, entah kerasukan apa, rena tiba-tiba ketawa paling keras di belakang. Gue menoleh sebentar dengan tatapan nanar, tatapan jiwa-jiwa yang baru saja patah hati. Lalu gue ke kantin dan meminum segelas es teh manis sambil meratapi nasib.

Namun setelah kejadian itu. Rena yang dulu gue kenal udah kembali. Lagi.
Sampe sekarang gue takut kalo dia bakalan kaya gitu lagi. Tapi hal ini sepertinya akan terjadi lagi. Posisi gue sekarang sangat berbeda dengan posisi gue yg dulu. Sekarang gue sayang bgt sama dewi dan parahnya, gue juga ga bisa membatasi diri gue untuk berhenti jatuh cinta kepadanya. 

Dilema.

Bersambung ...


Rabu, 27 Juli 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (3)


...ternyata itu suara Rena, sahabat gue. Oh iya gue belum nyeritain Rena. Jadi Rena ini adalah cewe yg idungnya bolong dua. Rena ini temen gue sedari SD, rumah kita deketan dan gue udah akrab banget sama dia, udah kaya cangkir kopi dan sepasang hati yang jatuh cinta.

Rena itu orangnya lumayan tinggi soalnya dulu dia atlet renang, kulitnya agak kecoklatan dan ada tahi lalat di sekitar pipi sebelah kanan. Sayangnya meskipun udah gede, dia selalu keliatan childish banget, kadang, kalo lagi libur dia masih suka maen kelereng sama anak-anak kecil, gue yang ngikutin dia Cuma bisa geleng-geleng kepala. 

Tapi, gue ngerasa nyaman temenan sama dia. Kita udah temenan selama 7 tahun, jadi udah kaya sodara. Di dunia ini, cuma rena yg paling ga bisa gue bete-in, soalnya dia suka tiba-tiba lucu kalo lagi ngobrol.  Tapi di beberapa keadaan rena enak kalo di ajak curhat, karena itulah, kalo gue lagi galau, gue ceritanya ke Rena, kadang kepolosannya dapat melahirkan kata-kata yang ajaib yang bikin lega. Tapi untuk masalah Dewi, gue belum cerita, soalnya sekarang dia sibuk ngurusin acara gede buat pensi akhir tahun ini. Dia jarang ada waktu buat gue sekarang, maksudnya buat persahabatan kita.

”eeh rupanya politisi sekolah. Ada apa?”

“Ngga, tadi abis minta tanda tangan kepsek, terus mampir ke kantin, eh ada anak monyet lagi duduk, ya udah gue sapa. haha”

“kampret lo !  Tanda tangan buat apaan? Izin pengeboman sekolah?.”

“sialan, ini proposal buat acara asik-asik joss nanti. Eh lo udah makan san?”

“gue ga laper. Lo duluan deh”

“tumben anak babi ga laper, biasanya kalo di rumah lo selalu paling malu-maluin”

“Kan di rumah lo gratis” Gue jawab sekenanya.

Udah gitu Rena bergegas menuju tukang batagor lalu tangan kanannya membawa sepiring batagor harga 5 ribu dan tangan kirinya membawa gelas yg berisikan pop ice rasa stroberry dan duduk di depan gue.

“Eh san minggu depan lo ada acara ga?” Dia berbicara dengan batagor yang belum di kunyah.
“kalo mau ngomong, abisin dulu makanannya. Dasar childish!”

 “iya maap maap,” lalu ia menelan batagornya. “eh minggu depan ada acara ga?”

“tergantung. kalo ga ada yg nyewa gue buat jadi badut, kayanya gue free deh. Emang ada apa re?”

“Gue mau ngajakin lo maen layangan di sawah”

“ya elaah, ehh lo ga malu apa sama tete lo yg udah gede gitu. Kalo anak gadis nih ya, aturannya diem di rumah, bantuin masak, bantuin cuci cuci jemur jemur kaya anak-anak dasyat”

“ihh lo bokep. Gapapa, kan gue masih unyu. Lagian gue kan ga bisa masak, ntar kalo gue masak, terus  salah masukin bumbu gimana? Yang harusnya di kasih garem satu sendok, gue malah masukin heroin. Lo tega liat keluarga gue nge-fly semua?”

“otak lo emang udah rusak re. Yakali keluarga lo punya heroin dalam wadah bumbu.  Gimana kalo kita jalan-jalan aja, refreshing  gitu. “

“ayoo ayoo !! mau kemana nih? Iya gue mumet ngurusin osis kampret. “

“kalo kita nonton gimana? Denger-denger dari doni ada film bagus.”

“Siapa yg maen?”

“Angelina jolie sama nunung. Mereka jadi hewan buas, terus di buru sama gogon. Lagi seru-serunya di buru terus mereka berubah jadi presiden Republik Indonesia.”

“apaan sih lo ! ngomong kaya orang sinting. Haha”

“ya udah, jadi gimana? Mau gak nonton”

“ayo ayoo. Berdua?” dia menatap gue dgn unyu.

“Ngga lah ! kita banyakan, sama bakteri-bakteri yang ada di bioskop”

“yee gue nanya serius. Mau berdua?”

“Iya. Tapi bayar masing-masing yah. Hehe”

“Dasar cowo pelit ! Pantesan Dewi ga suka sama lo !” jawabnya ketus.

JEGEEER  !!

Bersambung ...

Selasa, 26 Juli 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (2)


... Lalu setelah menyelami diri, gue kembali ke permukaan, duduk sejenak di tepi,lalu gue merenung.

Bagaimana kekuatan cinta bisa memberikan dorongan seseorang untuk berubah? Kenapa cinta bisa membuat orang normal loncat dari kenormalannya, melakukan segala cara untuk mendapatkan hati gebetannya?.

Semakin gue berpikir semakin gue sadar, kalo ternyata cinta adalah energi hati yg mempengaruhi alam bawah sadar untuk selalu membuat org yg kita cinta bahagia. Cinta selalu ingin mata kita melihat dia bahagia. Terkadang cara-cara yang orang-yang-sedang-jatuh-cinta pakai tidak masuk akal dan terkesan di luar kemampuannya, dan sekarang kekuatan itu sedang bergelora di jiwa gue.

Kesalahan gue adalah ngga nanyain ke doni “gimana caranya memulai?”. Bagi orang yg sudah sering jatuh cinta, PDKT bukanlah hal yg aneh. Tapi bagi gue,cowo  yg baru sembuh dari perihnya terluka, gue bingung untuk memulai suatu bentuk hubungan PDKT. Banyak ketakutan ketika hendak memulai. Gue takut kalo gue sms, dia muntah-muntah terus serangan jantung. Gue takut kalo gue ajak jalan, dia muntah-muntah tapi ngga serangan jantung. Gue juga takut kalo ntar dia gue tembak, dia muntah jantung. Sebenernya segala ketakutan gue dan ketakutan orang-orang yg hendak memulai PDKT adalah sama, yaitu kita takut gagal, lalu kehilangan dia.

Gue telpon doni, terus gue nanya ‘terus gimana cara gue memulai?’ Dia ngetawain gue lagi. Kalo aja gue ga ada butuh, dia bakal jadi orang Indonesia pertama yg gue jadiin sop buntut. Terus dia bilang ”lo tuh harus berani. Ya ngapain ke gitu, misalnya, beliin dia batagor pas jam istirahat, beli dua bungkus, terus lo kasih ke dia dan makan berdua sambil ngobrol. Dapetin hatinya dengan hal-hal yg sederhana. Jangan takut, karena semakin lama memulai lo akan semakin takut”.

Gue diem. Konflik batin sejenak. Lalu mengiyakan.

Mentari pagi bersinar seperti seharusnya. Anak-anak sekolah yg memakai seragam berjalan seperti bebek yg di giring tukang bebek masuk ke halaman sekolah. Dan diantara bebek-bebek itu, gue yg paling gendut. Seperti biasa, guru masuk dan Ketua murid dengan sigap berteriak diantara semua murid “siap !! beri salam”. Lalu gue belajar, lebih tepatnya pura-pura belajar. Mata memperhatikan guru, tapi hati mengarah ke Dewi, gue ngerasa setiap bagian dari tubuhnya adalah panorama. Indah sekali.

Pada jam istirahat, Dewi ga keluar, dia Cuma diem dan nulis-nulis ga jelas. Segeralah kaki ini melagkahkan kaki ke kantin. Gue beli batagor 2 bungkus. Saat itu gue yakin dari sebungkus batagor yg gue kasih ke dia akan jadi cerita yg manis jika suatu saat kita jadian.

Gue kembali ke kelas dengan menenteng sebungkus batagor, dengan so asyik, gue langsung menghampiri Dewi.

“dew, diem aja. Lagi ngapain sih?”
“eh san, ini lagi nulis-nulis ga jelas aja.”
“emmm ini gue bawain batagor, gue tau banget lo lapar. Soalnya dari pagi lo keliatan kurusan” kalimat so asik ini entah kenapa tiba-tiba gue ucapin.
“gue puasa san”
Seketika gondok. gue salting.
“eem iya udah, bagus, iya udah map yah, emm iya bukan maksud gue buat …”
“iya gapapa ko san. Santey aja”

Percakapan manis yg sedari tadi gue bayangin tiba-tiba buyar gitu aja. Gue malu, bingung, pokonya campur aduk. Akhirnya gue pergi ke luar sambil membawa kemaluan dan rasa malu, lalu menghabiskan 2 bungkus batagor di belakang kelas sendirian.

 Sambil melahap satu persatu batagor yg sekarang ada di kantong plastik, sejenak gue berpikir, kenapa gue bisa begitu kikuk di depan Dewi, padahal kalo kejadian tadi terjadi pada teman biasa, ngga bakalan seperti itu.

 Bumbu kacang dan batagor yg terasa apik bermain-main di dalam mulut gue ini seolah-olah menjawab dilema yg gue rasakan dari kemaren-kemaren, batagor-batagor itu seolah ngasih tau kalo ternyata gue udah bener-bener jatuh cinta sama mahluk manis bernama Dewi itu.

Beberapa hari berikutnya, gue jadi cowo aneh di sekolahan. Di kelas mendadak gue jadi pendiem. Gue tau waktu itu ada yg salah dalam diri ini, tapi apa?. Apakah karena semalem gue mimpi dihantam meteor sampe aneh kaya gini? Atau kedatangan alien lalu dia mengutuk gue jadi aneh gini? Atau mungkin cinta sedang menunjukkan kekuatannya dalam mengendalikan sikap seseorang?. Ini sungguh sulit dipahami karena sebelumnya gue ga pernah mengalami hal yang kaya gini.

Gue pergi ke kantin dan memesan es teh manis. Lalu diantara riuhnya manusia-manusia yg menggosipkan manusia lain, diantara keringat ibu kantin yg bercucuran karena melayani anak manusia yg sedang kelaparan,diantara keramaian,  gue menciptakan kesunyian gue sendiri. Gue berubah jadi orang asing. Menatap es teh manis dgn penuh pertanyaan, “kenapa gue jadi gini ya??”.

“san, sendirian aja”

Gue ga menjawab. Memori di otak mencoba mencari siapa pemilik suara yg sangat akrab di telinga.

Bersambung ...

Minggu, 24 Juli 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (1)


Dewi Zakia Maharani

                                                                         Karya : Trisandi Ismiradz

                Dalam kenyataannya, belajar itu tidak mudah dan terkadang menyakitkan. Seperti saat pengumuman nilai di kampus, lalu kita dapet nilai D. Padahal kita merasa usaha kita sudah maksimal. Begitupun cinta, yang terkadang bisa lebih menyakitkan dari sekedar dapet nilai D.

Gue menemukan bahwa rasa sakit karena mencintai seseorang terbagi ke dalam 2 bagian.

Rasa sakit yg pertama adalah rasa sakit karena bertahan. Tak dimunafikkan, saat kita bertahan dalam sebuah hubungan, kita akan di hadapkan pada beberapa keadaan yg membuat kita sakit hati, namun kita pun sadar bahwa ini adalah preoses pembelajaran. Kita belajar untuk memaklumi kekurangan pasangan yg tidak muncul saat PDKT, kita belajar untuk setia dan berkorban demi kebahagiaan org yg kita cintai, kita belajar untuk mengalah, dan kita belajar untuk jadi belahan hati yg tepat buat si dia. Untuk sakit yg pertama gue udah lulus.

Rasa sakit yang kedua adalah rasa sakit karena berpisah. Entah itu berpisah karena terhalang restu orang tua, terhalang jarak, atau mungkin juga berpisah Karena  cinta yg bertepuk sebelah tangan.  Ini yg gue rasakan setelah beberapa waktu lalu mantan gue ketauan selingkuh. Untuk sakit hati yg kedua, gue belum lulus, tapi gue juga gamau ngulang.

Kepergiannya bersama cowo sialan itu membuat gue berlarut-larut dalam kejombloan yg memuakkan ini.

                Sebenernya, gue bukannya ga bisa move on, cuman bagi gue  yg terlanjur menyayangi dia dgn tulus, saat mencari orang lain selalu aja ada rasa ga cocok sama orang-orang baru, kenapa hidup bisa begitu ga adil ?

                Banyak teori untuk move on yg gue dapet dari internet, tapi pas gue praktekin semuanya Cuma bacot doang. Move on itu ngga segampang lo bilang “masih banyak cewe di dunia ini”. Gue tau kalo untuk mencintai seseorang itu butuh belajar, hanya saja, bagaimana kita bisa belajar untuk mencintai seseorang sementara untuk belajar melupakan seseorang aja kita masih belum bisa?

                Jadi jomblo setelah putus itu ga enak banget, kadang gue lupa, saat mau bersandar, eeh temboknya udah di pacarin orang. Saat mau sms “yang lagi ngapain?” gue lupa kalo dia udah punya sayang yg lain. Emang move on itu butuh kekuatan lebih, jika ngga kuat maka kita akan jadi pelupa, sama kaya yang sedang gue alamin saat ini. Lupa kalo sebenernya dia udah ada yg punya dan gue masih sendirian.

                Tapi terlepas dari mantan gue yg kurang ajar itu, gue selalu percaya kalo di masa depan sedang ada seorang wanita yg menunggu gue dgn tangan yg siap menerima gue apa adanya. Biarlah mantan menjadi mantan, kita harus berjalan terus ke depan, karena waktu tidak pernah berhenti untuk siapapun. Termasuk untuk orang-orang seperti gue yang patah hati dengan cara yg sangat klise.

                Putus cinta membuat kita ngga yakin pada kemampuan diri sendiri, seperti gue. Gue ga percaya kalo gue bisa dapet pacar lagi. Setelah kepergian si kampret itu, gue ngerasa jelek banget, pokonya minder kalo deket cewe. Rasanya gue adalah satu-satunya cowo yg pantas mendapat title jomblo kasian amat.

                Kepayahan gue membangun rasa percaya diri pasca putus itu berakhir saaat seseorang masuk, mengetuk pintu dengan lembut ke dalam hati yg udah penuh lumut ini. Seseorang yg mampu menyadarkan gue kalo ternyata dunia tidak sesempit daun kelor, seseorang yg tidak pernah titip absen untuk tersenyum dan seseorang yg membuat gue merasa utuh sebagai manusia.  iya, dia adalah Dewi.

                Dewi adalah seorang gadis berdarah sunda yg besar di keluarga yg cukup baik dan terhormat. Dia adalah anak dari seorang Kepala Dinas di Kotaku. Saat melihat Dewi, gue jadi tau, ternyata bidadari ngga semuanya punya sayap.

                Gue  inget hari bersejarah dimana gue ngobrol sama Dewi di sebuah tempat duduk panjang  dengan meja yang konstruksinya abstrak. Waktu itu,Dewi sedang makan batagor di sebuah kantin SMA Negeri di Kota Tasikmalaya, gue datang, lalu duduk di samping dia dengan sekantung plastik teh sisri yang kebanyakan aer. Awalnya gue Cuma mau nanyain tentang tugas Bahasa Indonesia, namun percakapan menjadi panjang dan menjadi seru. Sayangnya, percakapan kita waktu itu harus terhenti karena lonceng sekolah tanda jam istirahat berakhir sudah berbunyi. Obrolan waktu itu adalah obrolan yang tak pernah gue sangka akan menjadi manis di kemudian hari.

Sebenernya gue udah kenal Dewi sejak MOS , dia anak kelas gue juga, cuman awal-awal masuk masih belum kenal baik, belum kenal sampai ke hati. Tapi, di jam istirahat yg manis itu, dia sudah berhasil menanam rasa cinta di benak gue. Lalu setelahnya, cinta itu tumbuh membesar dari pertemuan-pertemuan sederhana yg dipupuk oleh senyumannya.

                Dalam keadaan seperti ini, gue dilema. Gue bingung tentang perasaan ini, apakah sebatas suka hanya untuk menegaskan kalo gue cowo normal atau gue emang udah bener-bener jatuh cinta sama dia. Gue akan coba ngdeketin Dewi. Gue harus tau jawaban dari dilema ini.

                Masalahnya, setelah lama menjomblo, gue  jadi payah banget. Si kampret bukan Cuma pergi meninggalkan luka, tapi dia juga menghanguskan skill dan rasa percaya diri gue. Kampret emang.

                Tapi setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan untuk yang satu ini, gue tau solusinya.
Langkah pertama yg gue ambil adalah menghubungi Doni, seorang playboy cap panda yg emang udah jago banget masalah cewe-mencewe.

Ini gue tulis CV si doni
Nama    : Doni Anggara
TTL         : Tasikmalaya, 12 Juni 1995
Alamat  : Jl.Bareng jadian kaga
Ciri-ciri  :      - Muka biasa aja cenderung jelek.
-          Rambut klimis, so ganteng
-          Punya rasa percaya diri yg tinggi, setinggi langit di angkasa
-          Bajunya selalu wangi molto.
-          Hobi ngaca, nyisir sama makan pisang.
-          Kulitnya biji sawo, giginya biji melon.


Prestasi :              -      Pacaran sama cewe cantik se-sekolahan
-          Selingkuh tapi ga ketauan
-          Punya banyak mantan, dari jenis Chinese sampe chiua-hua
Keahlian :              - Jago gombal dan jago santet.

                Hal-hal inilah yg membuat gue yakin kalo doni bisa membantu gue dalam misi mendapatkan hati Dewi.

                Saat gue cerita ke doni tentang niat gue macarin Dewi, dia malah ketawa-ketawa. Ngatain gue jelek lah, payah, lemah dan segala kata yg membuat gue keliatan sangat payah. Tapi gue sabar aja, soalnya emang iya.

Akhirnya, doni memberikan rahasianya juga, setelah satu nasi padang habis dilahapnya dari uang yg bersembunyi di balik dompet gue.

Lalu dia memberikan gue beberapa wejangan agar gue bisa mendapatkan hati si Dewi.

Pertama, gue harus introspeksi diri dulu. Gue harus tau kekurangan yg sekiranya bakal membuat Dewi ilfeel atau jadi ga suka gue. Kalo udah ketemu kekurangannya, usahakan ubah dulu, sebelum lanjut ke tahap selanjutnya. Wejangan dari doni membuat gue ngerasa lagi ada dalam sebuah acara banci yg dilatih tentara. Iya, be a man.

Kedua, sebelum PDKT,  gue harus tau segala informasi tentang Dewi. Mulai dari makanan kesukaannya, music favoritnya, ukuran sepatu sampe-sampe merk kecantikan yg selalu dia pake. Konon, hal-hal ini bakal gue butuhin suatu saat nanti kalo lagi PDKT, agar ngobrolnya nyambung dan ngga jadi garing. Terus, kalo dia ulang tahun, gue bisa ngasih hadiah yg sesuai. Gue udah ngebayangin, kalo Dewi ulang tahun, gue mau ngasih sabun sirih resik V.

Ketiga, awalilah modus dengan spik-spik yg membuat kita keliatan pintar. Contoh nanyain tugas, terus kita pura-pura udah ngerjain gitu. Ini sangat penting, karena kebanyakan cewe suka sama cowo pinter meskipun dgn muka yg pas-pasan.

Keempat, buat dia penasaran. Jangan buru-buru nembak, gantunglah hubungan PDKT itu untuk beberapa saat hingga dia merasakan kehilangan. Jika dia menghubungimu lebih dulu, berarti dia butuh. Tapi kalo ngga, ya mungkin ada yg salah dgn kaca lo.

Wejangan-wejangan ini membuat gue semakin percaya  kalo sebentar lagi  gue bakal dapetin Dewi. Terimakasih doni, ternyata ga sia-sia lo jadi orng jelek.

Malemnya gue langsung mempraktekan apa yg dikatakan doni. Diantara kegelapan, gue mencoba menyelami diri gue sendiri. Gue mencoba menggelitik hati agar dia mengakui segala kekurangan diri. Akhirnya gue menemukan kekurangan-kekurangan itu dan demi Dewi gue akan berubah. Gue siap dew ..



Bersambung ...

Rabu, 20 Juli 2016

Fermi Paradox

Patah hati. Mungkin kedengaran sangat najis namun ini nyata. Patah hati memiliki bagian sendiri dalam sebuah ruang yang selalu terbuka bahkan saat kita tidak mau menengok ke arahnya dan ajaibnya, patah hati selalu bisa membuat orang yang menciptakannya tampak begitu sangat mengagumkan. Diaminkan atau tidak, itulah kenyatannya.

Waktu dalam jangka patah hati adalah ketiadaan. Tidak ada waktu. Tidak ada detik-detik yang membuat kita buru-buru ke kampus untuk sesekedar memenuhi absen yang tidak boleh kosong, berjalan-jalan sore dan bermanja-manja dengan cahaya senja sore hari, membaca novel-novel dengan perjuangan si tokoh utama dalam menyelesaikan ceritanya dan tidak ada lagi kasmaran yang selalu bertambah manis setiap kali hendak tidur.

Saat patah hati, aku merasa seperti dalam sebuah fermi paradox. Fermi paradox adalah sebuah kontradiksi atau perkiraan peradaban ekstraterestrial yang tinggi dengan kurangnya bukti dengan dengan peradaban semacam itu. Menurut sejarah, fermi paradox adalah kegundahan Enrico Fermi, seorang ilmuwan pada tahun 1950-an tentang alam semesta yang sangat luas ini namun tidak pernah ada kehidupan lain yang menyentuh kehidupan kita, bahkan bukti-bukti pesawat luar angkasa yang nyasar atau benda asing apapun yg menunjukkan hasil dari sebuah peradaban pun tak ada. Lalu, pada sebuah malam yang di penuhi bintang-bintang, Enrico Fermi tiduran di sebuah padang rumput yg luas, memperhatikannya secara detail, mencoba masuk ke dalam keindahannya, lalu, dia bertanya pada dirinya sendiri "Where is everybody?"

Namun aku bukan Enrico Fermi, IPK aku saja masih pas-pasan, jadi aku sederhanakan aja. Aku merasa sendirian di semesta yang aku sebut sebagai planet bumi. Aku bertanya-tanya namun berputar-putar saja, karena keterbayasan yang membuat aku tidak bisa menemukannya. Lebih tepatnya takdir yang membatasi pertanyaan-pertanyaan itu.

Saat seorang ENFP patah hati, yang aku rasakan aku merasa sendirian. Aku merasa seperti planet bumi dan planet bumi ini adalah alam semesta. Aku sendirian, mencoba sibuk dengan kehidupan dalam tubuhku sendiri padahal ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab tentang keterkaitanku sebagai bagian dari semesta. Atau mungkin semesta pun tidak peduli tentang keberadaanku.

Atau juga ada kehidupan lain di luar sana yang juga sendirian, sama-sama mencari hingga akhirnya masing-masing dari kita saling mematahkan fermi paradoxnya, juga mematahkan patah hatinya.

and then, same as Enrico Fermi when he asked to himself,  
i ask to my self too
Where is everybody?

Minggu, 19 Juni 2016

5,10 dan 20

Gelas kopiku masih bisu. Waktu pun menjadi sangat tidak penting malam ini. Hanya ada serangkaian melodi dari senyap yang melagu untuk bunga-bunga di sudut tempat terdingin dari semesta hati. Bakteri-bakteri di sekitar keyboard laptopku harus tahan mendapatkan hujaman jemariku yang terus menerus bergerak untuk menulis cerita ini.

Aku jatuh cinta. Ah bosan sekali rasanya. Ganti. Ini rencanaku 5 tahun, 10 tahun dan 20 tahun kedepan.

Sebenarnya aku sudah menuliskan hal ini saat masih kuliah smester 1 di catatan pribadiku. Namun rasanya harus aku tulis ulang lagi dan sedikit aku tambahkan.
Sekarang aku berumur 21 tahun. Berbadan gendut, rambut gondrong, kulit sawo matang, mata masih bagus, rambut masih hitam, pendengaran baik, belum menikah dan belum punya pacar dan beragama islam.

5 Tahun kedepan.

5 Tahun kedepan aku berarti umur 26 Tahun. Goalku di umur 26 tahun aku sudah lulus kuliah tentunya dan memiliki pekerjaan yang tetap dengan gaji 20 juta/bulan. Aku ingin memiliki pekerjaan sebagai seorang entertainer. Jadi Penyanyi, Song writer, presenter, penyiar radio dan wirausaha. Atau jika seandainya jalanku adalah di dunia tekstil, di umurku itu aku ingin menjadi seorang Marketing perusahaan multinasional. Jika bisa aku kerja di luar negeri atau jadi HRD untuk perusahaan ternama. Memiliki rumah sendiri meskipun harus nyicil dulu. Mempunyai mobil sendiri dan sudah bisa membiayai adik-adiku sekolah.

Untuk relationship goals nya, aku sedang menjalin hubungan dgn seorang wanita yang sudah bisa serius denganku, mungkin di tahun berikutnya aku akan menikah.

Lalu untuk personality goals nya aku harap pada umurku itu aku sudah jadi orang yang rajin dan memiliki manajemen waktu yang baik, lebih bertanggung jawab, dapat mengambil keputusan dengan baik, lancar berbahasa inggris dan bahasa jerman, mempunyai daya analisa yang baik, terus emm ingin kurus lah minimal 70 Kg, mempunyai banyak teman, dan lebih dewasa dalam beribadah.

10 Tahun kedepan.

Berarti umurku 31 tahun. Di umurku yang sudah dewasa ini, aku ingin lebih fokus untuk keluarga. Aku ingin menjadi seorang ayah dan suami yang awesome bagi keluarga kecilku dgn satu anak laki-laki dan satu istri. Tapi rencana aku ingin punya anak lagi di umur ini, anak kembar laki-laki lah. Terus aku ingin dapat menaik hajikan kedua orang tuaku bareng dengan mertuaku, adiku yg kedua masuk universitas yg cocok untuk dia. Semua biaya aku yang tanggung.

Di umur 33 aku ingin punya rumah yang lebih besar lagi. 2 lantai. Di lantai bawah aku ingin membuat taman di belakang rumah dan kolam ikan koi, lalu di tamannya ada ayunan panjang dan rumput hijau. Di teras belakang aku ingin ada meja dan kursi kayu dengan ukiran yg indah tempatku duduk setiap pagi selepas shubuh untuk menikmati kopi atau teh sambil ngasih makan ikan-ikan.

Lalu di lantai atas aku ingin membuat rooftop-rooftop seperti di gedung-gedung tinggi dengan kursi santai dan ada pembakaran. Sebagai property agar quality time bersama keluarga lebih menarik.

20 Tahun kedepan dan selanjutnya

Umurku sudah 41 tahun, di umur ini aku tidak ingin neko-neko. Aku ingin mengorientasikan diri untuk keluarga. 40 Tahun mungkin aku sudah tidak sesehat sekarang, jadi aku ingin fokus saja ibadah. Aku ingin naik haji. Menikmati waktu menjelang usia senja bersama istriku tercinta.

dan di umur dimana aku melihat anakku sudah bisa hidup mandiri. Aku ingin pindah ke pedesaan. Sekarang sih baru kepikiran untuk pindah ke garut, di dekat rumah zillah. Ya disana viewnya bagus, langsung menghadap ke gunung cikuray. Aku ingin kopiku nanti tidak hanya di temani oleh pisang goreng istriku, namun juga fajar yg menyingsing di sela-sela gunung lengkap dengan udara dinginnya dan perempuan yg sedang nyaman jatuh di pelukanku. Istriku.

Di umur itu aku ingin menjadi seorang petani. Aku ingin memakan makanan dari apa yang aku dan istriku tumbuhkan.

Aku ingin kembali ke alam. Kembali ke sawah-sawah dan kebun-kebun. Menikmati masa tua dengan khusyu di hijau-hijaunya gunung.

Lalu anakku membawa keluarga kecilnya juga saat dua hari sebelum lebaran. Lalu aku tersenyum melihat menantuku dan istriku memasak opor ayam dan membuat ketupat di dapur. Di ruang tamu ada cucuku yang sedang lari-larian sambil ingusnya kemana-mana. Anakku sedang duduk di balkon rumah, lalu aku menghampirinya dan kami mengobrol. Obrolan yg layak untuk seorang bapak dan anak. Kita mengobrolkan masa kecilnya, masa nakal-nakalnya dia dan masa-masa aku terharu saat dia wisuda dan menikah. Aku menasihatinya, seolah dia bukanlah seorang ayah, dia akan selalu jadi anak kecil bagiku.

Ah sekian saja. Kopi floresku sudah habis.
Semoga ini menjadi do'a. Amin.

Aku Sudah Selesai

Seperti apa yang biasa di lakukan. Aku sekarang berada di terminal kopi, duduk mempesona di pojokan dengan laptop legendaris pemberian ayahku. Sekarang aku menunggu kopi floresku, sahabat yang selalu ku pesan setiap kali aku kesini. Tak sabar aku ingin mengobrol banyak hal dengannya, belum ada topik sih. Semoga saja dia sekarang tidak sedang bad mood, sehingga akan banyak cerita asyik yang akan kita obrolkan.

Malam senin ini basah karena hujan membuat onar di jalananan tadi sore. Jalanan basah, selokan basah dan bulir-bulir air di kaca-kaca mobil angkot yg masih narik masih menyisakan keonarannya tadi sore. Hujan tadi sore mengisi khalayak rasa sayangku padamu. Sepertinya akan tenang sekali jika aku melewatinya dengan tangan yang terlingkar di bahumu dan kepala tempat senyuman manis itu bertempat rebah di dadaku. Unch.

Namun aku sudah selesai.

Aku selesai dengan semua jawaban tidak yang tersirat dari caramu menghindar, dari caramu memalingkan muka dan dari caramu menganggapku tak ada. Aku sangat hafal betul cara-caramu itu. Aku bukan orang baru di dunia pebertepukan sebelah tangan.

Dulu waktu putih biru, aku pernah menyukai seorang wanita. Namanya Bila. Dia anak orang kaya. Rambutnya hitam panjang dan ia sangat senang mengikatnya. Pipinya ranum, bibir tipis dan matanya indah sekali. Dia selalu pulang di antar oleh ayahnya menggunakan mobil, aku sering melihat bila saat duduk di halte menunggu angkot. Aku hanya bisa senyum-senyum dari sebrang jalan. Dari sebrang hatinya. 

Aku sudah lama menyukainya. Dia adalah teman SMP yang hanya beda beberapa kelas denganku. Banyak interaksi yang coba aku lakukan dengan dia. Saat dia jajan di kantin, aku coba untuk menyapa. Reaksinya hanya senyum tipis saja, kadang tidak menghiraukan. Aku pernah menemani dia jalan pas mau pulang, namun entah kenapa jalannya tiba-tiba jadi sangat cepat dan hal-hal lainnya yg seperti itu. Aku mencoba mengingat semuanya namun gagal, terlalu lama terkubur dan terlalu jauh untuk di bangkitkan.

Yang aku ingat, waktu itu ada temanku yang meminta untuk di kenalkan dengan bila. Karena diantara temannya hanya aku yang kenal sama bila, dia meminta bantuanku. Temanku meminta kontak bila, lalu aku kasih kontaknya dan akhirnya mereka jadian. Akhirnya aku memutuskan untuk selesai.

Tidak ada yang salah saat tuhan menciptakan aku. Aku menganggap cinta adalah hal yang indah dan bertepuk sebelah tangan adalah cara semesta untuk membuat dia disandingkan dgn yg terbaik. Aku tidak usah repot-repot menjadi langsing dan jago olahraga hanya untuk menarik perhatian dia. Aku hanya perlu repot memaksimalkan kelebihan yang aku punya. Manusia tidak tercipta untuk melakukan segalanya. Manusia tercipta untuk melakukan sesuatu. 

Manusia adalah tempatnya ketidaksempurnaan, dan saat sebelah matanya hanya melihat ketidaksempurnaanmu, maka berhentilah melakukan yang terbaik untuknya.

Lebih daripada itu, setiap cinta yang bertepuk sebelah tangan selalu menyisakan cerita yang seru untuk di bahas saat semua luka sudah mendewasa 

dan oleh karena itu, aku selesai.

Rabu, 15 Juni 2016

Kopi Flores

Malam ini aku sedang di terminal kopi, kedai kopi langgananku. Duduk pahit di pojok kedai ini, sendirian dan menjadi teman yg manis untuk lagu-lagu yg melantun di earphone baru yang baru saja tadi siang aku dapatkan dari Airin. Terimakasih Airin.

Aku duduk di ruangan dekat dengan pintu masuk. Di depanku duduk dua orang perempuan saling berhadapan. Yang satu berkerudung hitam dengan model hijab-hijab masa kini. Jika boleh aku tebak, kerudung itu berbahan kapas dan di celup dengan zat warna belerang. Dia menggunakan jaket merah jambu, resleting jaketnya sedikit terbuka, mungkin awalnya dia merasa dingin lalu lama kelamaan ia merasa kepanasan. Sepasang headset bercumbu dengan telinganya. Dia tertawa sendiri, sepertinya sedang asyik menonton video-video lucu di youtube, atau mungkin membaca blog ini, namun rasanya menonton video lucu di youtube lebih masuk akal. Mukanya sedikit lonjong, kulit putih dan ada sedikit noda cappucino di dagunya. Mungkin ia lupa menyusutnya karena jiwanya sedang berjalan-jalan di dunia virtual youtube.

Lalu perempuan yang satunya lagi duduk membelakangiku. Ia tidak berkerudung. Rambutnya hitam setengah punggung dengan corak warna senja di ujungnya. Memakai baju putih dengan rok oranye. Suaranya serak namun sedikit terdengar alto. Manis. Nada bicaranya pun kalem, mengalir, dan merdu. Ia sedang mengerjakan sebuah design, sepertinya sebuah pamflet untuk acara kampusnya, aku melihat layar laptopnya dari belakang dan orang ini mempunyai jiwa seni yg baik. Aku berasumsi wanita ini adalah bidang publikasi di acaranya. Sepertinya dia memiliki sifat penyayang dan lembut, aku melihat dari cara dia memilih warna-warna dalam designnya itu sangat natural. Ia mendominasikan warna-warna cerah yang soft dalam designya. Manis sekali.

Suasana disini biasa saja. Tidak panas yang berkeringat dan tidak dingin yang menggigil. Kursi kayu yang sedari tadi bisu sekarang menjadi sangat aktif memperhatikanku. Debu-debu di jendela setia menontonku yang sedang asyik sendiri tenggelam dalam tulisanku. Namun aku tidak dapat berinteraksi dengan manusia sekarang, bahkan hanya untuk sekedar melirik apa yang sedang mereka lakukan. Aku merasa hanya aku manusia disini. Karena dua orang perempuan tadi sudah pergi. Pulang ke tempat dimana seharusnya dia pulang. Seolah yang mati jadi hidup dan yang hidup menjadi mati. Tak kusangka, sepi ini bisa sangat begitu menakjubkan.

Aku telah menetapkan pilihan hari ini. Pilihanku jatuh pada kopi flores dgn cara pour over. Hari ini, perlahan-lahan aku mulai bisa menikmati kopi pahit. Tidak ada pahit yang berkurang dari saat pertama aku sering kesini, namun ada suatu 'ah' yang tertambah saat kopi pahitku menyentuh lidah yang senang mencoba berbagai macam rasa ini. Aku tidak dapat menjelaskan 'ah' itu, jika kau mau tau artinya, mari kita ngopi denganku. Aku yang traktir.

Pantas saja, penulis-penulis terkenal begitu dekat dengan kopi. Begitu dekat dengan hal-hal yang pahit. Karena pahit membangkitkan banyak kata yang bahkan tidak bisa di rangkai saat sesuatu terlalu manis. Pahit memberikan sebuah kenikmatan yang tidak semua orang mengerti. Aku senang pahit dalam kopiku. Mungkin besok aku akan jatuh cinta padanya.

Di dekat cangkirku ada dua gula yang di sediakan oleh pelayan. Namun sendokku tidak mau menyentuhnya. Mungkin nanti di tengah-tengah ia mau menyentuh gula untuk menambah dinamika dalam rasa kopiku. Ya sudah. Biar saja gimana maunya dia.

Aku mengizinkan cerita hari ini untuk masuk ke alam sadarku sekarang dan aku mengizinkan kepada debu-debu di jendela untuk bersorak-sorak agar kesepian ini semakin ramai. Silakan.

Tadi siang aku baru saja mendapat kabar bahwa angkatanku, Kastil 2013 sudah bisa siap-siap untuk memasuki sebuah gerbang pematangan ilmu yaitu Praktek Lapangan. Tentu saja aku senang, karena ini merupakan pertanda bahwa Kastil sebentar lagi akan menjadi insan industri. Akan saling mencapai cita-cita. Akan menjadi kupu-kupu yang terbang dengan sayap yang indah. Akan saling melupakan lalu saling teringat.

Aku mungkin tidak seberuntung teman-temanku. Aku ini mahasiswa tingkat 3 yang masih nyangkut di tingkat 2, karena alasan aku pernah cuti. Namun kebijakan perti yang mengharuskan satu angkatan Praktek Lapangan bareng-bareng, maka sebagai angkatan 2013 aku harus mengikuti kebijakan ini. Dengan beberapa mata kuliah syarat yang masih belum terpenuhi aku merasa masih belum siap untuk terjun ke industri. Tapi, ya gimana nanti saja. Usaha dulu aja.

Saat di tanya mau Praktek Lapangan dimana oleh dosen pembimbing, aku mantap menjawab di daerah Jawa Tengah. Ya mungkin kerja pun aku akan disana. Sebenarnya aku memilih daerah Jawa Tengah adalah karena aku ingin melihat seperti apa pabrik tekstil disana dan memperluas relasi saja sih. Rasanya terlalu mainstream jika harus jawa barat terus. Aku memang tidak jago, IPK aku pun bisa di katakan sangat pas-pasan. Namun, aku punya mimpi, aku ingin jadi bagian dari kemajuan tekstil di jawa tengah, agar tekstil indonesia bisa lebih kuat menghadapi gempuran produk luar negeri. Jangan sampai ada kesan 'jawa barat sentris'.

Lulusan Politeknik STTT pun banyaknya bekerja di jawa barat, dengan alasan UMR disini lebih tinggi di banding jawa tengah. Aaah aku benci dengan segala alasan yang berhenti di uang. Kenapa harus uang, uang dan uang?. Money is not everything. Hidupku sudah banyak diciderai oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan uang. Mulai dari hal sepele seperti cinta sampai hal besar seperti SPP. Untuk orang yang sudah pernah terluka parah karena uang, aku sadar bahwa uang bukan segalanya. Aku masih bisa sekolah sampai saat ini bukan karena uang, tapi karena aku punya banyak teman yang alhamdulilahnya sangat menyayangiku.

Sekarang, setiap do'a di sholatku, aku tidak meminta rejekiku dalam bentuk uang kepada Alloh SWT. Aku meminta banyak teman, banyak sodara, banyak sahabat dan banyak relasi. Jadi uang bukan segalanya, buanglah jauh-jauh pemikiran itu.

Aku berpikir bahwa Semakin banyak uang yang kamu punya, semakin sedikit waktu yang kamu punya, dan semakin sedikit waktu yang kamu punya maka sebenarnya kamu tidak punya apa-apa.

Namun pilihan hidupmu terserah kamu. Aku hanya mengutarakan persepsiku. Maaf jika ceritanya terlalu menggebu-gebu. Haha.

Jadi begitulah kira-kira kenapa aku memilih untuk Praktek Lapangan di jawa tengah.

Kembali pada kopi.
Kopiku sekarang sudah sedikit manis. Sendokku sudah mau untuk menyentuh gula sekarang.
Hmmm persis seperti hidup kita di dunia.
Hal-hal pahit tidak menciptakan manis. Namun, hal-hal pahit dapat membuat kita berbuat sesuatu untuk menciptakan sesuatu yg manis.

Kesendirianku, ketidaksempurnaanku, perempuan-perempuan yang tidak menganggapku ada dan beberapa pengkhianatan, rasa cemburu, rasa bersalah,tidak memaafkan diri sendiri, penyesalan, merasa bodoh dan goblog, cacian, sindirian-sindiran pedas, nilai E, hidupku, seluruhnya adalah kopi. Yang harus aku biasakan, agar ada 'ah' nya. Yang membuat aku melakukan sesuatu agar ada manis-manisnya.

Terimakasih Kopi.