Rabu, 10 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (5)

... Dengan tas selempang yg berbahan jeans dan jaket hitam kesayangan, gue berjalan menuju parkiran motor lalu menyambangi motor astrea grand yg sangat legendaris di mata motor-motor sebelahnya. Lalu gue memakai helm dan mulai bersiap untuk menyela motor yang umurnya hampir sama kaya gue itu.

Motor legendaris ini tidak mau nyala, ternyata bensinnya abis. Mampus ! gue lupa ngisi bensin, akhirnya mau gak mau gue harus mendorong si legendaris ini menuju pom bensin. Di bawah teriknya matahari, gue mendorong sepeda motor gue dengan sangat dramatis. Lalu-lalang orang lewat dgn kendaraannya seperti menertawakan gue yang gendut dan keringatnya hampir bikin banjir kota. Gue pasrah saja.

Setelah sekitar 800 meter gue memapah motor legendaris ini hingga akhirnya gue menemukan POM bensin. Lalu, dari arah selatan gue liat seorang cewe sedang mengendarai motor matic dengan helm berwarna putih. Gue sudah bisa menebak dia dari kejauhan. Yap. Itu Dewi sedang mengisi bensin juga.

"Eh dew, ngisi bensin juga?"
"Iya san. Ini bensin gue hampir habis"
"Gue malah udah habis bensin dari sekolahan. Haha" Dengan sedikit tertawa, gue mencoba agar tidak terlihat canggung.
"Serius? Jadi kamu ngedorong motor dari sekolah kesini dong?"
"Iya dew. Bahkan tadi jalan sekolah kita hampir banjir sama keringet gue"
"Haha. ya gapapa lah. Lo kan jadi keliatan langsing"

"Makan siang bareng yuk?"

Entahlah. Secara ajaib gue ngucapin itu. Tidak ada panik atau resah seperti biasanya, ini terasa mengalir. Sepertinya semesta sudah merestui.

Lalu Dewi tersenyum lebar sampai-sampai matanya melengkung indah terdorong pipi chubby nya. Seraya mengatakan "Yuk. Dimana?"

"Gue punya tempat makan yang enak. Nanti gue tunjukin."

Setelah kita ngisi bensin, gue menyalakan motor lalu pergi ke tempat makan, di ikuti oleh Dewi. Gue ngajak dia ke tempat baso langganan gue.

"Pak, basonya dua yah. Yang saya airnya dikit aja, jangan pake mie, togenya yang banyak. Lo gmna dew?"
"Saya basonya aja, airnya agak banyak ya pak"

Lalu gue mencari tempat duduk untuk kita berdua.

"Jadi dew, lo ga ada kegiatan hari ini?" Gue mencoba membuka topik.
"Ngga san. Tadinya mau ke rumah Tina buat ngerjain PR, tapi dia ada acara mendadak gitu."
"Ooh. PR Fisika itu yah?"
"Iya. Lo udah ngerjain?"
"Udah dikit,"
"Eh liat dong. Gue belom banget nih"
"Emmm di kasih liat ga yaah .." Gue menggoda.
"Kasiih dong. Pleaseee"
"Ok gue kasih liat, tapi ada syaratnya"
"Ah basi lo, cuma liat PR doang juga ada syaratnya. Dasar Pelit !"
"Ehh ngga gue ga pelit"
"Dasar sandi pelit ! sandi pelit"
"ngga ngga ngga ngga ngga ngga ..."
"... iya iya iya iya iya"

Lalu kita ketawa bareng.

"Haha. Kek bocah ya kita" Ucap dewi sambil masih menyelesaikan sisa tawanya
"Iya iya. Lo sih yang mulai."
"Idiih, orang lo duluan yg mulai"

"Den, ini baksonya" Mang Karjo memecah percakapan kami.
"Oh iya mang."

Lalu, dari dua mangkuk baso itu, gue jadi tau, ternyata Dewi orangnya nyenengin juga. Gue ngerasa nyambung. Gue ngerasa restu semesta sudah sangat jelas.

Keesokan harinya, di sekolah gue jadi lebih deket sama Dewi. Setiap jam istirahat, kita ke kantin berdua, kadang juga kita ke perpustakaan, nyari tugas bareng, dan kadang gue nganter Dewi kalo dia kebetulan lagi ga bawa motor. Waktu itu, kita jadi dua manusia yang sangat nyambung.

"Dew, malam minggu ini ada acara ga?" Gue bertanya ke Dewi.
"Emmm ngga sih san. Ada apa emang?"
"Jalan yuk? Kebetulan malam minggu ini ada acara musik gitu. Guest starnya Maliq and D'Essentials."
"Wiiih maliq, ayo ayo, tapi lo izin dulu ke bokap gue yah?"
"Beres. Ya udah, nanti, malam Minggu, gue jemput jam 7 Malem yah."
"Ok."
"Jangan dandan yah !"
"Loh kenapa emang san?"
"Jangan lah, kalo cewe secantik lo dandan, kasian cewe jelek yg dandan, mereka akan ngerasa gak percaya diri ntar"
"Apaan sih. Gombal lu ya."
"Idiih ngga, gue itu orang jujur kedua di dunia, jadi mana mungkin gue bohong"
"Apaan sih lo" sambil tangan mungilnya mencubit pipi kanan gue.
Lalu, kita berdua jalan ke kelas sembari menghabiskan sebungkus es teh manis.

Tuhan, Gue bener-bener jatuh cinta.

Malam Minggu yg di nantikan pun tiba. Gue bingung pilih baju apa. Segala macem kombinasi udah gue coba, namun tetep aja ga ada yg pas. Mungkin, jatuh cinta telah membuat gue yang cuek, menjadi gue yg perfeksionis. Akhirnya gue memutuskan untuk memakai kaos warna hitam dan hoodie warna putih. Gue rasa stelan casual kaya gini cocok untuk anak SMA yg nonton acara musik. Ga lupa gue semprotkan minyak wangi di area sekitar bahu, karena itu bakal jadi area terdekat dari hidung Dewi. Gue pengen bau parfum gue, selamanya akan menjadi milik gue di ingatannya Dewi.

Lalu, Gue meluncur dengan sang motor legendaris menuju ke rumah Dewi.

Sesampainya disana, gue mengetuk pintu pelan. Lalu, setelah sebuah pintu terbuka, gue senyum menahan bahagia. Dewi memakai kaos hitam dgn cardigan warna putih.

"dih, kok kita samaan sih?" Ujar gue heran menahan senyum
"ih iya. Kok bisa samaan yah."
Lalu kita berdua ketawa-ketawa.

Ah, semesta, bisa aja.

Setelah itu, gue pamitan kepada papahnya Dewi, sun tangan dan berjanji akan mengantar pulang dewi sebelum jam 10 malam.

"Bau parfum lo enak" Dewi memuji.
"Serius? Udah lama sih gue pake ini."
Terasa dewi membenamkan mukanya ke pundak gue. Waktu itu, gue hampir mati menahan bahagia.

Ketika tiba di tempat tujuan, gue menuntun Dewi menuju panggung utama. Lalu, 30 menit kemudian, Angga dan kawan-kawan bersinar seperti seharusnya. Gue memperhatikan Dewi tanpa bosan. Cahaya panggung yg warna-warni membuat wajahnya semakin manis.

Gue menikmati pertunjukan Maliq and D'Essentials melalui binar mata Dewi yg bahagia.

Lalu, sampai pada lagu Himalaya, gue melihat senyumnya mengembang.

'Himalaya ...
Bahkan akan aku taklukan ...
Tanpa cahaya di kegelapan ..
berbalutkan pelita hatimu....'

Dewi menyandarkan kepalanya ke gue, secara spontan gue peluk dia dari belakang. Lalu, Ia melihat muka gue sambil tersenyum.

Dan diantara riuhnya penonton yg bernyanyi, gue menciptakan ruang antara mata gue dan mata dewi.

"I Love You"
"I Love You Too"

Lalu dia kembali mengarahkan perhatiannya ke panggung, dan gue, mencium rambutnya yg harum dengan sangat bahagia.

Lalu setelah lagu setapak sriwedari menjadi penutup. Gue menghantarkan dewi pulang. Tidak terlalu banyak kata yg tersampaikan selama perjalanan pulang, mungkin sama-sama sedang menahan malu dan bahagia.

Waktu itu jam menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Di depan gang rumahnya, dia bertanya.
"Lo beneran sayang sama gue?"

Gue memegang pundaknya, menatap matanya dalam, mencoba memberi jalan untuk hati kita agar bertemu, lalu gue mengecup keningnya.

"Gue sayang sama lo"

Dan sebuah pelukan melepas kebahagiaan kita malam itu. Kita resmi jadian.

Bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar