Minggu, 19 Juni 2016

5,10 dan 20

Gelas kopiku masih bisu. Waktu pun menjadi sangat tidak penting malam ini. Hanya ada serangkaian melodi dari senyap yang melagu untuk bunga-bunga di sudut tempat terdingin dari semesta hati. Bakteri-bakteri di sekitar keyboard laptopku harus tahan mendapatkan hujaman jemariku yang terus menerus bergerak untuk menulis cerita ini.

Aku jatuh cinta. Ah bosan sekali rasanya. Ganti. Ini rencanaku 5 tahun, 10 tahun dan 20 tahun kedepan.

Sebenarnya aku sudah menuliskan hal ini saat masih kuliah smester 1 di catatan pribadiku. Namun rasanya harus aku tulis ulang lagi dan sedikit aku tambahkan.
Sekarang aku berumur 21 tahun. Berbadan gendut, rambut gondrong, kulit sawo matang, mata masih bagus, rambut masih hitam, pendengaran baik, belum menikah dan belum punya pacar dan beragama islam.

5 Tahun kedepan.

5 Tahun kedepan aku berarti umur 26 Tahun. Goalku di umur 26 tahun aku sudah lulus kuliah tentunya dan memiliki pekerjaan yang tetap dengan gaji 20 juta/bulan. Aku ingin memiliki pekerjaan sebagai seorang entertainer. Jadi Penyanyi, Song writer, presenter, penyiar radio dan wirausaha. Atau jika seandainya jalanku adalah di dunia tekstil, di umurku itu aku ingin menjadi seorang Marketing perusahaan multinasional. Jika bisa aku kerja di luar negeri atau jadi HRD untuk perusahaan ternama. Memiliki rumah sendiri meskipun harus nyicil dulu. Mempunyai mobil sendiri dan sudah bisa membiayai adik-adiku sekolah.

Untuk relationship goals nya, aku sedang menjalin hubungan dgn seorang wanita yang sudah bisa serius denganku, mungkin di tahun berikutnya aku akan menikah.

Lalu untuk personality goals nya aku harap pada umurku itu aku sudah jadi orang yang rajin dan memiliki manajemen waktu yang baik, lebih bertanggung jawab, dapat mengambil keputusan dengan baik, lancar berbahasa inggris dan bahasa jerman, mempunyai daya analisa yang baik, terus emm ingin kurus lah minimal 70 Kg, mempunyai banyak teman, dan lebih dewasa dalam beribadah.

10 Tahun kedepan.

Berarti umurku 31 tahun. Di umurku yang sudah dewasa ini, aku ingin lebih fokus untuk keluarga. Aku ingin menjadi seorang ayah dan suami yang awesome bagi keluarga kecilku dgn satu anak laki-laki dan satu istri. Tapi rencana aku ingin punya anak lagi di umur ini, anak kembar laki-laki lah. Terus aku ingin dapat menaik hajikan kedua orang tuaku bareng dengan mertuaku, adiku yg kedua masuk universitas yg cocok untuk dia. Semua biaya aku yang tanggung.

Di umur 33 aku ingin punya rumah yang lebih besar lagi. 2 lantai. Di lantai bawah aku ingin membuat taman di belakang rumah dan kolam ikan koi, lalu di tamannya ada ayunan panjang dan rumput hijau. Di teras belakang aku ingin ada meja dan kursi kayu dengan ukiran yg indah tempatku duduk setiap pagi selepas shubuh untuk menikmati kopi atau teh sambil ngasih makan ikan-ikan.

Lalu di lantai atas aku ingin membuat rooftop-rooftop seperti di gedung-gedung tinggi dengan kursi santai dan ada pembakaran. Sebagai property agar quality time bersama keluarga lebih menarik.

20 Tahun kedepan dan selanjutnya

Umurku sudah 41 tahun, di umur ini aku tidak ingin neko-neko. Aku ingin mengorientasikan diri untuk keluarga. 40 Tahun mungkin aku sudah tidak sesehat sekarang, jadi aku ingin fokus saja ibadah. Aku ingin naik haji. Menikmati waktu menjelang usia senja bersama istriku tercinta.

dan di umur dimana aku melihat anakku sudah bisa hidup mandiri. Aku ingin pindah ke pedesaan. Sekarang sih baru kepikiran untuk pindah ke garut, di dekat rumah zillah. Ya disana viewnya bagus, langsung menghadap ke gunung cikuray. Aku ingin kopiku nanti tidak hanya di temani oleh pisang goreng istriku, namun juga fajar yg menyingsing di sela-sela gunung lengkap dengan udara dinginnya dan perempuan yg sedang nyaman jatuh di pelukanku. Istriku.

Di umur itu aku ingin menjadi seorang petani. Aku ingin memakan makanan dari apa yang aku dan istriku tumbuhkan.

Aku ingin kembali ke alam. Kembali ke sawah-sawah dan kebun-kebun. Menikmati masa tua dengan khusyu di hijau-hijaunya gunung.

Lalu anakku membawa keluarga kecilnya juga saat dua hari sebelum lebaran. Lalu aku tersenyum melihat menantuku dan istriku memasak opor ayam dan membuat ketupat di dapur. Di ruang tamu ada cucuku yang sedang lari-larian sambil ingusnya kemana-mana. Anakku sedang duduk di balkon rumah, lalu aku menghampirinya dan kami mengobrol. Obrolan yg layak untuk seorang bapak dan anak. Kita mengobrolkan masa kecilnya, masa nakal-nakalnya dia dan masa-masa aku terharu saat dia wisuda dan menikah. Aku menasihatinya, seolah dia bukanlah seorang ayah, dia akan selalu jadi anak kecil bagiku.

Ah sekian saja. Kopi floresku sudah habis.
Semoga ini menjadi do'a. Amin.

Aku Sudah Selesai

Seperti apa yang biasa di lakukan. Aku sekarang berada di terminal kopi, duduk mempesona di pojokan dengan laptop legendaris pemberian ayahku. Sekarang aku menunggu kopi floresku, sahabat yang selalu ku pesan setiap kali aku kesini. Tak sabar aku ingin mengobrol banyak hal dengannya, belum ada topik sih. Semoga saja dia sekarang tidak sedang bad mood, sehingga akan banyak cerita asyik yang akan kita obrolkan.

Malam senin ini basah karena hujan membuat onar di jalananan tadi sore. Jalanan basah, selokan basah dan bulir-bulir air di kaca-kaca mobil angkot yg masih narik masih menyisakan keonarannya tadi sore. Hujan tadi sore mengisi khalayak rasa sayangku padamu. Sepertinya akan tenang sekali jika aku melewatinya dengan tangan yang terlingkar di bahumu dan kepala tempat senyuman manis itu bertempat rebah di dadaku. Unch.

Namun aku sudah selesai.

Aku selesai dengan semua jawaban tidak yang tersirat dari caramu menghindar, dari caramu memalingkan muka dan dari caramu menganggapku tak ada. Aku sangat hafal betul cara-caramu itu. Aku bukan orang baru di dunia pebertepukan sebelah tangan.

Dulu waktu putih biru, aku pernah menyukai seorang wanita. Namanya Bila. Dia anak orang kaya. Rambutnya hitam panjang dan ia sangat senang mengikatnya. Pipinya ranum, bibir tipis dan matanya indah sekali. Dia selalu pulang di antar oleh ayahnya menggunakan mobil, aku sering melihat bila saat duduk di halte menunggu angkot. Aku hanya bisa senyum-senyum dari sebrang jalan. Dari sebrang hatinya. 

Aku sudah lama menyukainya. Dia adalah teman SMP yang hanya beda beberapa kelas denganku. Banyak interaksi yang coba aku lakukan dengan dia. Saat dia jajan di kantin, aku coba untuk menyapa. Reaksinya hanya senyum tipis saja, kadang tidak menghiraukan. Aku pernah menemani dia jalan pas mau pulang, namun entah kenapa jalannya tiba-tiba jadi sangat cepat dan hal-hal lainnya yg seperti itu. Aku mencoba mengingat semuanya namun gagal, terlalu lama terkubur dan terlalu jauh untuk di bangkitkan.

Yang aku ingat, waktu itu ada temanku yang meminta untuk di kenalkan dengan bila. Karena diantara temannya hanya aku yang kenal sama bila, dia meminta bantuanku. Temanku meminta kontak bila, lalu aku kasih kontaknya dan akhirnya mereka jadian. Akhirnya aku memutuskan untuk selesai.

Tidak ada yang salah saat tuhan menciptakan aku. Aku menganggap cinta adalah hal yang indah dan bertepuk sebelah tangan adalah cara semesta untuk membuat dia disandingkan dgn yg terbaik. Aku tidak usah repot-repot menjadi langsing dan jago olahraga hanya untuk menarik perhatian dia. Aku hanya perlu repot memaksimalkan kelebihan yang aku punya. Manusia tidak tercipta untuk melakukan segalanya. Manusia tercipta untuk melakukan sesuatu. 

Manusia adalah tempatnya ketidaksempurnaan, dan saat sebelah matanya hanya melihat ketidaksempurnaanmu, maka berhentilah melakukan yang terbaik untuknya.

Lebih daripada itu, setiap cinta yang bertepuk sebelah tangan selalu menyisakan cerita yang seru untuk di bahas saat semua luka sudah mendewasa 

dan oleh karena itu, aku selesai.

Rabu, 15 Juni 2016

Kopi Flores

Malam ini aku sedang di terminal kopi, kedai kopi langgananku. Duduk pahit di pojok kedai ini, sendirian dan menjadi teman yg manis untuk lagu-lagu yg melantun di earphone baru yang baru saja tadi siang aku dapatkan dari Airin. Terimakasih Airin.

Aku duduk di ruangan dekat dengan pintu masuk. Di depanku duduk dua orang perempuan saling berhadapan. Yang satu berkerudung hitam dengan model hijab-hijab masa kini. Jika boleh aku tebak, kerudung itu berbahan kapas dan di celup dengan zat warna belerang. Dia menggunakan jaket merah jambu, resleting jaketnya sedikit terbuka, mungkin awalnya dia merasa dingin lalu lama kelamaan ia merasa kepanasan. Sepasang headset bercumbu dengan telinganya. Dia tertawa sendiri, sepertinya sedang asyik menonton video-video lucu di youtube, atau mungkin membaca blog ini, namun rasanya menonton video lucu di youtube lebih masuk akal. Mukanya sedikit lonjong, kulit putih dan ada sedikit noda cappucino di dagunya. Mungkin ia lupa menyusutnya karena jiwanya sedang berjalan-jalan di dunia virtual youtube.

Lalu perempuan yang satunya lagi duduk membelakangiku. Ia tidak berkerudung. Rambutnya hitam setengah punggung dengan corak warna senja di ujungnya. Memakai baju putih dengan rok oranye. Suaranya serak namun sedikit terdengar alto. Manis. Nada bicaranya pun kalem, mengalir, dan merdu. Ia sedang mengerjakan sebuah design, sepertinya sebuah pamflet untuk acara kampusnya, aku melihat layar laptopnya dari belakang dan orang ini mempunyai jiwa seni yg baik. Aku berasumsi wanita ini adalah bidang publikasi di acaranya. Sepertinya dia memiliki sifat penyayang dan lembut, aku melihat dari cara dia memilih warna-warna dalam designnya itu sangat natural. Ia mendominasikan warna-warna cerah yang soft dalam designya. Manis sekali.

Suasana disini biasa saja. Tidak panas yang berkeringat dan tidak dingin yang menggigil. Kursi kayu yang sedari tadi bisu sekarang menjadi sangat aktif memperhatikanku. Debu-debu di jendela setia menontonku yang sedang asyik sendiri tenggelam dalam tulisanku. Namun aku tidak dapat berinteraksi dengan manusia sekarang, bahkan hanya untuk sekedar melirik apa yang sedang mereka lakukan. Aku merasa hanya aku manusia disini. Karena dua orang perempuan tadi sudah pergi. Pulang ke tempat dimana seharusnya dia pulang. Seolah yang mati jadi hidup dan yang hidup menjadi mati. Tak kusangka, sepi ini bisa sangat begitu menakjubkan.

Aku telah menetapkan pilihan hari ini. Pilihanku jatuh pada kopi flores dgn cara pour over. Hari ini, perlahan-lahan aku mulai bisa menikmati kopi pahit. Tidak ada pahit yang berkurang dari saat pertama aku sering kesini, namun ada suatu 'ah' yang tertambah saat kopi pahitku menyentuh lidah yang senang mencoba berbagai macam rasa ini. Aku tidak dapat menjelaskan 'ah' itu, jika kau mau tau artinya, mari kita ngopi denganku. Aku yang traktir.

Pantas saja, penulis-penulis terkenal begitu dekat dengan kopi. Begitu dekat dengan hal-hal yang pahit. Karena pahit membangkitkan banyak kata yang bahkan tidak bisa di rangkai saat sesuatu terlalu manis. Pahit memberikan sebuah kenikmatan yang tidak semua orang mengerti. Aku senang pahit dalam kopiku. Mungkin besok aku akan jatuh cinta padanya.

Di dekat cangkirku ada dua gula yang di sediakan oleh pelayan. Namun sendokku tidak mau menyentuhnya. Mungkin nanti di tengah-tengah ia mau menyentuh gula untuk menambah dinamika dalam rasa kopiku. Ya sudah. Biar saja gimana maunya dia.

Aku mengizinkan cerita hari ini untuk masuk ke alam sadarku sekarang dan aku mengizinkan kepada debu-debu di jendela untuk bersorak-sorak agar kesepian ini semakin ramai. Silakan.

Tadi siang aku baru saja mendapat kabar bahwa angkatanku, Kastil 2013 sudah bisa siap-siap untuk memasuki sebuah gerbang pematangan ilmu yaitu Praktek Lapangan. Tentu saja aku senang, karena ini merupakan pertanda bahwa Kastil sebentar lagi akan menjadi insan industri. Akan saling mencapai cita-cita. Akan menjadi kupu-kupu yang terbang dengan sayap yang indah. Akan saling melupakan lalu saling teringat.

Aku mungkin tidak seberuntung teman-temanku. Aku ini mahasiswa tingkat 3 yang masih nyangkut di tingkat 2, karena alasan aku pernah cuti. Namun kebijakan perti yang mengharuskan satu angkatan Praktek Lapangan bareng-bareng, maka sebagai angkatan 2013 aku harus mengikuti kebijakan ini. Dengan beberapa mata kuliah syarat yang masih belum terpenuhi aku merasa masih belum siap untuk terjun ke industri. Tapi, ya gimana nanti saja. Usaha dulu aja.

Saat di tanya mau Praktek Lapangan dimana oleh dosen pembimbing, aku mantap menjawab di daerah Jawa Tengah. Ya mungkin kerja pun aku akan disana. Sebenarnya aku memilih daerah Jawa Tengah adalah karena aku ingin melihat seperti apa pabrik tekstil disana dan memperluas relasi saja sih. Rasanya terlalu mainstream jika harus jawa barat terus. Aku memang tidak jago, IPK aku pun bisa di katakan sangat pas-pasan. Namun, aku punya mimpi, aku ingin jadi bagian dari kemajuan tekstil di jawa tengah, agar tekstil indonesia bisa lebih kuat menghadapi gempuran produk luar negeri. Jangan sampai ada kesan 'jawa barat sentris'.

Lulusan Politeknik STTT pun banyaknya bekerja di jawa barat, dengan alasan UMR disini lebih tinggi di banding jawa tengah. Aaah aku benci dengan segala alasan yang berhenti di uang. Kenapa harus uang, uang dan uang?. Money is not everything. Hidupku sudah banyak diciderai oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan uang. Mulai dari hal sepele seperti cinta sampai hal besar seperti SPP. Untuk orang yang sudah pernah terluka parah karena uang, aku sadar bahwa uang bukan segalanya. Aku masih bisa sekolah sampai saat ini bukan karena uang, tapi karena aku punya banyak teman yang alhamdulilahnya sangat menyayangiku.

Sekarang, setiap do'a di sholatku, aku tidak meminta rejekiku dalam bentuk uang kepada Alloh SWT. Aku meminta banyak teman, banyak sodara, banyak sahabat dan banyak relasi. Jadi uang bukan segalanya, buanglah jauh-jauh pemikiran itu.

Aku berpikir bahwa Semakin banyak uang yang kamu punya, semakin sedikit waktu yang kamu punya, dan semakin sedikit waktu yang kamu punya maka sebenarnya kamu tidak punya apa-apa.

Namun pilihan hidupmu terserah kamu. Aku hanya mengutarakan persepsiku. Maaf jika ceritanya terlalu menggebu-gebu. Haha.

Jadi begitulah kira-kira kenapa aku memilih untuk Praktek Lapangan di jawa tengah.

Kembali pada kopi.
Kopiku sekarang sudah sedikit manis. Sendokku sudah mau untuk menyentuh gula sekarang.
Hmmm persis seperti hidup kita di dunia.
Hal-hal pahit tidak menciptakan manis. Namun, hal-hal pahit dapat membuat kita berbuat sesuatu untuk menciptakan sesuatu yg manis.

Kesendirianku, ketidaksempurnaanku, perempuan-perempuan yang tidak menganggapku ada dan beberapa pengkhianatan, rasa cemburu, rasa bersalah,tidak memaafkan diri sendiri, penyesalan, merasa bodoh dan goblog, cacian, sindirian-sindiran pedas, nilai E, hidupku, seluruhnya adalah kopi. Yang harus aku biasakan, agar ada 'ah' nya. Yang membuat aku melakukan sesuatu agar ada manis-manisnya.

Terimakasih Kopi.

Senin, 13 Juni 2016

Kopi toraja french Press : sekitar 2001/2002

Malam ini aku sedang berada di terminal kopi, di temani dengan secangkir toraja dengan cara french press.

Sekarang aku jadi penikmat kopi. Aku mencoba menyelami kehidupan dalam kopi. Mencari sebuah falsafah dari terciptanya minuman ajaib ini. Ternyata keajaiban tidak selalu tentang kamu.

Dalam pahitnya kopi aku menemukan banyak cerita kehidupan yang entah bagaimana caranya itu tiba-tiba muncul dan memaniskan pahitnya.

Dalam pahitnya kopi, aku menemukan diriku yang sedang dalam keadaan serba sederhana. Dimana ayah yang waktu itu seorang penjual fried chicken, sementara aku adalah seorang siswa SDN Parakannyasag 2 yang baru berumur 7 tahun, menemani ayahnya setiap shubuh pergi ke pasar yang jauh karena dijangkau dengan jalan kaki. Kami jalan kaki menyusuri rel kereta, waktu itu kami tidak mempunya sepeda motor. Bahkan sepeda pun kami tidak punya.

Setiap shubuh ayah membawa satu ember kosong ke pasar dan pulang membawa 5 kilogram ayam. Sekitar jam 6 pagi kami pulang dari pasar. Kadang, jika malamnya hujan turun, besok paginya, saat berjalan di rel, sekitar jam setengah 7 aku dapat melihat pelangi menjulang indah di perjalanan dan aku berjalan berdua bersama ayah. Ayah hebat yang sedang membawa ayam potong.
Sebelum sekolah aku sarapan dulu di kamar kosan tempat keluarga kecil kami tinggal. Lalu jam 7 aku mandi dan berangkat sekolah dengan bekal 300 rupiah. Waktu itu sangat berharga sekali uang 300 ku itu. 300 ku itu aku pegang erat-erat, 300 ku itu sangat berharga. Bukan masalah nominal, namun nilai dari uang 300 ku itu.

Oh iya, waktu itu aku,ayah dan mamah ngekost di sebuah kamar yang berukuran 6x4m. Dengan 2 kasur dan peralatan masak ada di dapur bersama. Nasi dan lauk pauknya di simpan di dekat pintu, diantara kasur ada sebuah lemari tempat baju-baju kami di simpan. Sebuah ruangan yang sangat sederhana.

Aku yang gendut dengan tas teletubies warna hijau berjalan menuju sekolah yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kami tinggal.

Waktu itu aku sungguh anak yang manis dan menggemaskan. Aku pintar dan lucu. Sampai tetangga sekosan pun ingin mengangkatku sebagai anak. Namun, aku tidak mau.

Siangnya aku pulang lalu makan dengan fried chicken. Sambil bantu ayah jualan. Aku sangat suka kulit goreng waktu itu. Harganya 250 rupiah. Ayahku berjualan di depan rumah kosong di leuwidahu, persis di pinggir rumah tempat kami tinggal.
Aku tidak malu punya ayah seorang penjual fried chicken. Aku bangga padanya. Bahkan aku selalu ajak teman-temanku yang waktu itu uang jajannya hampir 3 kali lipat uang jajanku untuk mampir dan main denganku sambil berjualan fried chicken.

Alhamdulilah, pembelinya ramai. Hampir setiap hari selalu saja habis. Jika bersisa pun, ayamnya di bekal ke rumah untuk makan malam kami.

Sepulang sekolah, aku istirahat dulu di tempat ayah jualan. Lalu jam 2 aku berangkat sekolah agama. Aku tidak tau apa yang aku pelajari waktu itu. Yang aku ingat waktu itu hanyalah main saja. Di kelas lari-lari, loncat-loncat di meja. sampai pernah waktu itu temanku, namanya santi, dia sedang loncat-loncat dari meja ke meja, terus gak sengaja kakinya mengenai pundakku sampai ia jatuh dari meja dan kepalanya benjol. Haha.

Aku pulang sekitar jam 4 sore. Lalu main lagi di tempat ayah jualan. Kebetulan rumah kosong itu halamannya luas. Jadi disitu aku main-main sama teman-teman. Main ucing baledog, ucing sumput dan permainan tradisional lainnya. Kadang kalau haus, aku suka minta uang ke ayah untuk jajan minuman dingin di bi okoh. Tetangga kami juga.

Lalu ketika magribh tiba, aku bersama teman-teman yang lain mengaji ke tetangga depan rumah. Belajar fiqih,akidah ahlaq,tajwid dan lain-lain. Sampai selepas isya, aku langsung pulang untuk makan malam. Biasanya kami makan malam dengan nasi hangat dan sambel oncom buatan mamah yang enak banget. Kadang juga sama ayam sisa jualan. Apapun aku makan waktu itu. Aku memang berbakat jadi omnivora.

Setelah makan malam, mamah mengajarkan aku tentang pelajaran di sekolah, sesekali sambil mengerjakan PR. Mamah yg mengajarkan aku. Terkadang aku kena marahnya karena aku malah tidur-tiduran. Lalu tidur beneran. Namun mamah, yang waktu itu menikahi seorang lelaki penjual ayam yang selalu berjuang demi keluarganya, sedikitpun tidak pernah ada keluh kesah. Ia menjalani kehidupannya dengan sangat ikhlas. Ia menjadi perempuan tersholehah yang pernah aku kenal selama ini. Dan aku adalah anaknya.

Selama sekitar 2 tahun kami menetap disana, sampai akhirnya aku pindah ke leuwidahu kaler, ngontrak ke rumah yg lebih besar. Dan waktu itu ayahku pindah pekerjaan jadi tukang anter koran keliling ...

Emmhhh .. akhirnya aku menemukan gula. Kopi pahitku sekarang sudah agak manis seiring dengan cerita masa laluku yang juga menjadi manis saat di kenang.

Hanya itu yang bisa aku cerita dari secangkir kopi toraja ini.


Jumat, 10 Juni 2016

Paradox

Hai. Senang sekali bisa kembali blogging di sela-sela kesibukan yang bikin blog ini jarang tersentuh.

Malam ini aku sedang berada di sebuah kedai kopi "terminal kopi" dengan secangkir kopi robusta lampung dan di seduh dengan cara pour over. Mencoba bersahabat dengan sepi dan menjadi orang lain bahkan untuk cangkirku sendiri.

Aku masuk ke dalam sebuah dimensi ingatanku sendiri. Dimensi membentuk sebuah paradox.


Paradox

Sesuatu yang datang dari suatu sumber lalu keluar untuk mengisi suatu sumber itu sendiri. Paradox berbeda dengan jalan berputar-putar tapi paradox itu berputar-putar.

Aku mendapatkan sebuah paradox dalam rasa cinta ini. Ini serius.

Kamu adalah objek yang aku cintai. Aku adalah sebuah subjek yang mencintai kamu dan kesendirian adalah predikat yang ada pada subjek, yaitu aku. Mencintai adalah kata kerja pembantu. Jika di satukan dalam sebuah kalimat maka, aku dengan kesendirianku mencintai kamu.

Namun dalam jangka aku mencintaimu, aku tidak menemukan kamu dalam perjalananku. Aku mencari objek namun aku hanya berhenti pada predikat. Objek yang sedang aku cari terperangkap oleh predikat itu. Kau tidak mencoba keluar dari perangkap hanya membiarkan aku mengisi aku dan predikat yang hanya akan membuat aku kembali pada aku.

Aku keluar dari kesendirianku dan mengisi kesendirianku lagi dengan diriku yang mencoba keluar dari kesendirianku. Ini adalah perpetual motion.

Pada akhirnya, paradox yang tercipta karena aku mencintai kamu ini hanya membuat aku terus menerus keluar dari kesendirian untuk mengisi kesendirian itu.

Mungkin saat kalian membaca ini terasa sangat membingungkan. Ya begitulah paradox.

Sebenarnya terjebak dalam sebuah paradox itu sangat tidak mengasyikan. Kita datang ke sebuah tempat lalu keluar dan pergi ke tempat dimana kita datang untuk kembali keluar. Paradox ini tidak akan berhenti sampai, kamu. Objek yang aku tunggu mengisi predikat dan menutup pintu untuk aku keluar itu hingga tidak ada lagi cerita aku mengisi sesuatu yang aku tinggalkan.

Paradox.