Senin, 11 Januari 2016

Secangkir Kopi


Secangkir kopi. Aku bukan seorang penikmat kopi. Aku hanya tau mana robusta dan mana arabica. Masalah rasa, jelas aku lebih suka robusta. Tidak ada karena yang bisa aku jelaskan, hanya saja, aku lebih akrab dengan robusta.

Secangkir kopi. Aku masih menyimpan harapan di dalamnya. Dimana kan ku seduhkan kopi untukmu dan untukku. Aku berikan sedikit gula untuk kopimu, karena mungkin kopi yg terlalu pahit tidak akan membuatmu bercerita. Lalu aku bawakan kopi itu dari dapur, ke pelataran rumah kita yang menghadap langsung ke pemandangan kota Bandung. Lampu-lampu yang muncul diantara hitam, sebagai pemanis tambahan dialog malam kita.

Lalu ku serahkan secangkir kopi untukmu dan secangkir kopi untukku. Kita duduk bersebelahan dalam sebuah ayunan panjang. Kau membalut tubuhmu sweater rajut, sementara aku hanya kaos oblong yg sangat biasa saja.

Kopi masih terasa panas, namun tidak ada satupun dari kita yang mulai untuk meminum. Kita jadi bisu waktu itu. Untuk beberapa menit, kita tidak saling menatap, tidak saling menyentuh dan tidak terjadi apapun. Kita hanya melihat pemandangan kota dari kejauhan di tambah riuh bintang-bintang di langit.

Lalu, dengan tangan yang masih memegang cangkir, kau mulai mengangkat kakimu dan bersila. Tiba-tiba, kepalamu menjadi berat sebelah ke kiri, dan menyandarkannya di bahuku. Bahu sebelah kanan.

Aku menoleh ke kanan dan mencium rambutmu yang harum dengan rasa syukur. Tatapanmu masih jauh ke arah kota, namun mulutmu mulai bicara.

“heran yah”

Aku hanya menjawab “hmmm”

“heran aja. Kok kita bisa nikah?”

Aku tidak langsung menjawab. Aku menyeruput kopi yang sedari tadi menatapku dari bawah. Pahit memang, namun hidupku sudah terlalu manis dengan adanya wanita di sampingku ini.

Aku melingkarkan tangan untuk memeluknya dan mencium keningnya dalam.

“itu jawabannya”

Lalu aku kembali menatap kosong ke kota.

Lalu dia menyeruput kopinya, suara yang tercipta dari cangkir dan bibirnya terdengar jelas di telingaku. Aku menikmatinya tersenyum.

“ih kopi buatanmu enak”

“iya. Tadi aku sengaja menambahkan gula, biar muka kamu ngga terlalu pahit.” Aku tersenyum kecil.

“IIIH GOBLOG” dia seblok mukaku dengan kopi. Lalu aku kepanasan dan jadi fireman, lalu aku terbang dan menyelamatkan kejahatan. Yee.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar