Secangkir kopi. Aku bukan seorang penikmat kopi. Aku hanya
tau mana robusta dan mana arabica. Masalah rasa, jelas aku lebih suka robusta.
Tidak ada karena yang bisa aku jelaskan, hanya saja, aku lebih akrab dengan
robusta.
Secangkir kopi. Aku masih menyimpan harapan di dalamnya.
Dimana kan ku seduhkan kopi untukmu dan untukku. Aku berikan sedikit gula untuk
kopimu, karena mungkin kopi yg terlalu pahit tidak akan membuatmu bercerita. Lalu
aku bawakan kopi itu dari dapur, ke pelataran rumah kita yang menghadap
langsung ke pemandangan kota Bandung. Lampu-lampu yang muncul diantara hitam,
sebagai pemanis tambahan dialog malam kita.
Lalu ku serahkan secangkir kopi untukmu dan secangkir kopi
untukku. Kita duduk bersebelahan dalam sebuah ayunan panjang. Kau membalut
tubuhmu sweater rajut, sementara aku hanya kaos oblong yg sangat biasa saja.
Kopi masih terasa panas, namun tidak ada satupun dari kita
yang mulai untuk meminum. Kita jadi bisu waktu itu. Untuk beberapa menit, kita
tidak saling menatap, tidak saling menyentuh dan tidak terjadi apapun. Kita
hanya melihat pemandangan kota dari kejauhan di tambah riuh bintang-bintang di
langit.
Lalu, dengan tangan yang masih memegang cangkir, kau mulai
mengangkat kakimu dan bersila. Tiba-tiba, kepalamu menjadi berat sebelah ke
kiri, dan menyandarkannya di bahuku. Bahu sebelah kanan.
Aku menoleh ke kanan dan mencium rambutmu yang harum dengan
rasa syukur. Tatapanmu masih jauh ke arah kota, namun mulutmu mulai bicara.
“heran yah”
Aku hanya menjawab “hmmm”
“heran aja. Kok kita bisa nikah?”
Aku tidak langsung menjawab. Aku menyeruput kopi yang sedari
tadi menatapku dari bawah. Pahit memang, namun hidupku sudah terlalu manis dengan
adanya wanita di sampingku ini.
Aku melingkarkan tangan untuk memeluknya dan mencium
keningnya dalam.
“itu jawabannya”
Lalu aku kembali menatap kosong ke kota.
Lalu dia menyeruput kopinya, suara yang tercipta dari
cangkir dan bibirnya terdengar jelas di telingaku. Aku menikmatinya tersenyum.
“ih kopi buatanmu enak”
“iya. Tadi aku sengaja menambahkan gula, biar muka kamu ngga
terlalu pahit.” Aku tersenyum kecil.
“IIIH GOBLOG” dia seblok mukaku dengan kopi. Lalu aku
kepanasan dan jadi fireman, lalu aku terbang dan menyelamatkan kejahatan. Yee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar