Duhai dambaan.
Sedang apa kau disana?
Jika tak keberatan, sia-siakan sebentar waktumu untukku.
Mari kita bercengkrama.
Aku ingin kau menjawab semua pertanyaanmu, dalam hati saja, tidak perlu ada percakapan secara langsung. Karena aku tau, pertemuan hanya akan membuat kita saling meng-orang-lain-kan.
Pertanyaan pertama, apakah kau menyukaiku?
Jika iya. Aku sangat bersyukur. Bahwa ternyata rasa suka ini berbalas. Tinggal kita menemukan jalan untuk saling memulai dan saling belajar dari apa yang sudah-sudah. Mungkin di pertemuan yang selanjutnya aku harus memperbaiki sikapku, lebih serius dan harus lebih sabar menghadapimu. Aku janji akan berubah, asal kau bantu aku untuk begitu.
Jika tidak. Aku pun bersyukur. Mengenalmu adalah harta yang cukup untuk aku belajar. Cinta pada manusia memang bukan sesuatu yang hakiki, ada kalanya cinta pada manusia itu mengecewakan. Ya memang begitu. Namun karenamu aku harus berani mencintai. Karenamu aku jadi kebal terhadap di tolak cinta. Aku tidak bersedih, karena caramu mengatakan tidak memberitahuku bahwa jodoh itu tidak akan kemana. Kau mengajarkanku untuk tidak takut kehilangan. Jika kau adalah rezekiku, 1000 kali pun kau katakan tidak, pasti akan ada masa dimana kau katakan 'ya'. Entah itu karena tuhan sedang berbaik hati membalikkan hatimu, atau kau sendiri yang menginginkanku, karena tidak ada lelaki lain yang memperjuangkanmu lebih keras dariku.
Pertanyaan kedua, bagaimana jika kita jodoh?
Jika kau menjawab 'Gapapa. Berarti takdirku adalah kamu'. Terdengar pasrah, namun aku senang. Bahwasannya dalam hidupmu kau hanya akan menikah sekali denganku. Sebagai lelaki aku memang brengsek, kadang aku suka jelalatan liat wanita lain, wajar. Namun, asal kau tau, dalam darahku ini mengalir tanggung jawab. Aku ingin tumbuh dan menumbuhkan anak kita bersamamu. Sampai pada saatnya, kau dan aku berdampingan, mendatangi wisudanya. Aku ingin menghabiskan masa tua bersamamu. Menikmati kopi dan dinginnya udara pegunungan. Aku ingin punya kebun disana, lalu kita berkebun bersama. Aku ingin menanam pohon mangga dan rambutan, biar rindang rumah masa tua kita nanti. Aku ingin ada bangku kayu jati di halaman rumah kita dan hamparan rumput menyangga gunung.
Jika kau menjawab 'ih amit-amit'. Gapapa. Aku sudah sering di gituin.
Pertanyaan terakhir, kapan kau akan mulai berdo'a dan tersenyum setelah membaca ini?
Sedang apa kau disana?
Jika tak keberatan, sia-siakan sebentar waktumu untukku.
Mari kita bercengkrama.
Aku ingin kau menjawab semua pertanyaanmu, dalam hati saja, tidak perlu ada percakapan secara langsung. Karena aku tau, pertemuan hanya akan membuat kita saling meng-orang-lain-kan.
Pertanyaan pertama, apakah kau menyukaiku?
Jika iya. Aku sangat bersyukur. Bahwa ternyata rasa suka ini berbalas. Tinggal kita menemukan jalan untuk saling memulai dan saling belajar dari apa yang sudah-sudah. Mungkin di pertemuan yang selanjutnya aku harus memperbaiki sikapku, lebih serius dan harus lebih sabar menghadapimu. Aku janji akan berubah, asal kau bantu aku untuk begitu.
Jika tidak. Aku pun bersyukur. Mengenalmu adalah harta yang cukup untuk aku belajar. Cinta pada manusia memang bukan sesuatu yang hakiki, ada kalanya cinta pada manusia itu mengecewakan. Ya memang begitu. Namun karenamu aku harus berani mencintai. Karenamu aku jadi kebal terhadap di tolak cinta. Aku tidak bersedih, karena caramu mengatakan tidak memberitahuku bahwa jodoh itu tidak akan kemana. Kau mengajarkanku untuk tidak takut kehilangan. Jika kau adalah rezekiku, 1000 kali pun kau katakan tidak, pasti akan ada masa dimana kau katakan 'ya'. Entah itu karena tuhan sedang berbaik hati membalikkan hatimu, atau kau sendiri yang menginginkanku, karena tidak ada lelaki lain yang memperjuangkanmu lebih keras dariku.
Pertanyaan kedua, bagaimana jika kita jodoh?
Jika kau menjawab 'Gapapa. Berarti takdirku adalah kamu'. Terdengar pasrah, namun aku senang. Bahwasannya dalam hidupmu kau hanya akan menikah sekali denganku. Sebagai lelaki aku memang brengsek, kadang aku suka jelalatan liat wanita lain, wajar. Namun, asal kau tau, dalam darahku ini mengalir tanggung jawab. Aku ingin tumbuh dan menumbuhkan anak kita bersamamu. Sampai pada saatnya, kau dan aku berdampingan, mendatangi wisudanya. Aku ingin menghabiskan masa tua bersamamu. Menikmati kopi dan dinginnya udara pegunungan. Aku ingin punya kebun disana, lalu kita berkebun bersama. Aku ingin menanam pohon mangga dan rambutan, biar rindang rumah masa tua kita nanti. Aku ingin ada bangku kayu jati di halaman rumah kita dan hamparan rumput menyangga gunung.
Jika kau menjawab 'ih amit-amit'. Gapapa. Aku sudah sering di gituin.
Pertanyaan terakhir, kapan kau akan mulai berdo'a dan tersenyum setelah membaca ini?