Selasa, 21 April 2020

Tentang Menyerah

Hidup yang berat mengajarkan sesuatu yang selalu orang hindari yaitu menyerah. Dalam keadaan terburuk, rasanya berat untuk memaksakan diri terus bangkit. Terkadang perasaan lelah itu memang harus di redam dengan menyerah. Kita tidak bisa ngotot untuk selalu mencapai apa yang kita inginkan, pada hakikatnya kita hanya berusaha dan saat usaha tidak membuahkan hasil, beristirahatlah dulu sejenak.

Sejenak yang kita ambil membuat kita lebih banyak melihat ruang-ruang yang dulu terlupakan. Membuat kita melihat diri lebih dalam dan melihat kesalahan-kesalahan kecil yang dulu dianggap sepele ternyata setelah terkumpul menjadi sebuah penyesalan yg besar.

Gue sedang berada di titik merasa tidak berguna. Keputusan yang gue ambil untuk keluar kerja karena gue merasa tidak cocok dengan pekerjaan sebelumnya membuat gue berada di posisi ini. Semua plan gue untuk 2020 hancur berantakan. COVID-19 datang tiba-tiba suddenly dimana-mana yang menghantarkan gue jadi ngerasa setidakberguna ini. Keluarga gue mulai kesusahan, tabungan mulai menipis sementara pemasukan sudah tidak ada.

Gue bingung apa yang harus gue lakukan? Akhirnya gue menyerah. Gue menyerah untuk mempunyai ambisi lagi, gue berhenti punya mimpi yang terlalu tinggi.

Mengapa gue menyerah? Ada dua tipe orang di dunia ini. Pertama adalah the bigger one, yang kedua adalah the surviver. Keduanya memiliki kesulitan yang sama dalam kesulitan yang di terima, bedanya adalah kalo The bigger one memiliki posisi yang strategis untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, misalnya punya keluarga yang utuh dan sehat, finansial yang baik, kemampuan sosial yang baik dan masih banyak lagi. Mereka tinggal fokus sama mimpinya, mereka memiliki kesulitan hidup untuk make their dreams come true. Mereka memang diciptakan untuk menjadi lebih besar dari sekarang.

Yang kedua The surviver. Mereka punya mimpi yang sama seperti the big one, tapi sayangnya mereka harus mengubur jauh jauh mimpinya karena cobaan hidup yang lebih banyak seperti keluarga yang bermasalah, keadaan finansial yang kurang dan lain-lain. Sehingga, tugas mereka hanya untuk bertahan hidup, setidaknya tidak habis oleh kehidupan. Meskipun mimpi yang dimiliki oleh keduanya sama, namun The Surviver tidak memiliki posisi yang menguntungkan untuk itu, makannya kadang beberapa orang yang terlihat luar biasa akhirnya menjadi orang yang biasa-biasa saja karena mereka sibuk bertahan, bukan sibuk menjadi besar.

Gue berpikir siapapun bisa jadi The Bigger One, tapi gue salah. Ga semua orang punya keluarga yang baik, kulkas yang penuh dengan makanan dan rumah dengan atap yang nyaman, orang-orang seperti inilah yang akhirnya disebut dengan The Surviver. Mereka pernah punya asa untuk menjadi besar, tapi waktu mereka habis untuk bertahan. Akhirnya yang muncul ke permukaan adalah The Bigger One, orang-orang yang sibuk menjadi besar, bukan The Surviver orang-orang yang sibuk bertahan hidup.

Gue sadar bahwa mungkin gue adalah The Surviver. Gue telah salah persepsi tentang hidup yang Tuhan berikan ke gue. Semua hal yang terjadi sama gue selama ini belum cukup menyadarkan gue bahwa gue bukan The Bigger One, gue cuma The Surviver yang harusnya bergabung dengan orang-orang biasa dan bertahan hidup.

Akhirnya di titik ini gue menyerah. Gue tidak mau berekspektasi terlalu tinggi tentang keinginan gue menjadi penyiar radio, musisi, penulis atau apapun. Gue telah banyak mencoba dan gue gagal. Karena gue ga fokus, harus menahan perihnya lapar sembari berusaha pada mimpi memang sulit. Orang butuh perut yang kenyang agar bisa fokus.

Sekarang, gue kembali ke jalan para Surviver yang seharusnya. Mendekatkan diri pada agama, berusaha untuk menjadi orang baik dan lebih baik dari sebelumnya. Karena untuk orang yang tidak punya apa-apa, hanya agama satu-satunya harta yang dipunyai. Setidaknya meskipun tidak ada nasi untuk dimakan, masih ada harapan untuk dijadikan kawan.

Dulu gue berpikir, temen-temen gue yang biasa-biasa aja ke agama hidupnya fine-fine aja. Sekarang gue sadar, bahwa gue dan temen-temen gue berada di dua sisi yang berbeda. Mereka The Bigger One, sementara gue The Surviver. Yasudah, gue akan melakukan peran gue dengan sebaik mungkin.

Gue pengen beliin rumah untuk keluarga gue, setidaknya mereka bisa merasakan gimana rasanya tidur nyenyak saat hujan dan rumah yang sejuk saat udara diluar begitu terik. Setidaknya mereka bisa merasakan bagaimana rasanya punya kulkas yang penuh dengan makanan. Tapi 25 tahun gue hidup, semuanya terasa semakin berat, karena selama 25 Tahun kemaren gue belum sadar disisi mana gue tercipta.

Sekarang, satu hal yang gue akan lakukan adalah jangan berhenti bergerak. Udah itu aja. The Surviver ga boleh neko-neko dan memiliki harapan yang terlalu tinggi, karena itu porsinya The Bigger One.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar