Selamat malam. Kamu. Dia. Mereka dan Tata Surya.
Seperti biasa, aku sedang duduk di lantai tak berkursi. Aku
menyeduh secangkir teh dengan satu sendok gula yg dilarutkan di dalamnya. Sejenak,
asap tipis mengepul dari cangkir. Aku diamkan beberapa menit lalu aku minum.
Mhhh manis, namun panas. Seperti rasa yang tertinggal.
Aku berusaha sesederhana mungkin malam ini. Membuat segalanya
menjadi terlihat simple. Namun aku tak bisa. Aku tak bisa menjadi sederhana.
Segalanya menjadi terasa sangat kompleks bagiku. Setelah
kau-yang-merupakan-hal-tersederhana-dari-bagian-hatiku menjadi biasa saja.
Di hadapanku ada kipas angin,
aku jadi berputar-putar. Searah dengan putarannya dan
menjadi pusing. Aku mencoba terus
bertahan dalam putarannya. Berharap aku bisa menjadi lebih baik setelah merasakan
putarannya. Aku harap putaran kipas angin ini bisa memberikan efek yang sama
seperti kicir-kicir di dufan. Setelah berhenti, aku jadi ketawa. Namun kipas
tidak berhenti-berhenti. Aku terus berputar. Aku mual dan aku pergi dari
baling-balingnya.
Lalu aku masuk ke dalam jaringan listriknya dan mencoba
menjadi tombol di kipas itu. Disini aku merasa tenang. Tombol ketiga yang
paling cepat aku diami. Namun, lama kelamaan aku merasa jenuh. Tidak terjadi
apa-apa disini. Aku pikir ini hal yang tidak asyik. Jenuh. Tidak ada pergerakan
apapun.
Aku menyadari bahwa aku harus mencari sesuatu yang mampu
membuatku berhenti mencari.
Aku akan mencarimu.
Lalu aku masuk ke aliran listrik,masuk ke dalam jaringan
listrik kota dan hendak mencari alamat rumahmu. Aku bertanya pada data di komputer dinas
kependudukan yang sedang di operasikan oleh seorang pekerja honorer yang sedang
lembur. Dia memberiku sebuah alamat, lalu aku bergegas menuju kesana. Ternyata
jalan dalam jaringan ini sungguh rumit.
Aku nyasar beberapa kali.
Aku nyasar ke sebuah tv di pasar yang sedang di tonton
banyak orang. Disana banyak orang yang tidak seberuntung aku. Kuli-kuli yang
lelah dengan tangan kotor bekas tepung dan beras sedang menikmati santap malamnya.
Mungkin ini makan kedua mereka di hari ini, setelah sarapan. Wajah-wajah yang
sebenarnya ingin pulang membawa mainan ke rumah saat di tanya bapa bawa apa
oleh anaknya,namun tak bisa. Syukurlah mereka bukan bajingan selayaknya koruptor
yang tidak merasa cukup.
Aku melihat ibu-ibu gendut penjual nasi masih setia
tersenyum dalam wajah yang kasar dalam kerudungnya yg tanpa make up. Aku taksir
dia 40 tahunan dan beranak dua. Aku melihat anak yang pertama membantu ibunya
mencuci piring di dapur yang kotor dan si bungsu sedang tidur dengan pulasnya
di bawah kolong meja yang atasnya adalah makanan semua. Lalat-lalat liar sedang
mengerumuninya. Mungkin juga dia janda,
karena aku tidak melihat laki-laki disampingnya. Mungkin mungkin dia di tinggal
lari suaminya. Mungkin juga suaminya adalah TKI dan belum pulang sampai 6 kali lebaran.
Lebih kasar dari bang toyib.
Lalu dia seperti izin kepada para tamu dan pergi ke dapur meninggalkan
warungnya. Aku pikir kemana dia? Kok dia bisa-bisanya meninggalkan warung yang
sedang ramai. Lalu dia kembali dengan tangan yang basah. Ah aku pikir dia sudah
mencuci piring. Lalu dia mengeluarkan mukena dan sajadah, lalu di amparkannya
sajadah itu dengan beralas kardus. Dia solat Isya dengan khusyu. Aku terenyuh
di balik layar TV. Miskin tidak menjadikan seseorang lupa pada-Nya. Aku melihat
pada diriku. Jika aku di posisinya, aku tidak akan setangguh itu. Dalam hati
aku bergumam agar ibu itu selalu di berikan rezeki dan ketabahan seluas semesta.
Aku kembali mencari rumahmu.
Lalu aku sampai pada sebuah telepon yang tersambung charger.
Aku melihat sekitar lewat kamera HP dan layarnya. Aku melihat tirai putih,kasur
dan 4 orang yang terdiri atas 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan yang
berhalis tebal. Ternyata aku sedang ada di rumah sakit. Hendak, keluar dari
situ, namun tiba-tiba speaker di HP itu menahanku, lalu aku mendengar lafadz
alloh di kumandangkan dengan di barengi dengan tangis yang menderu-deru.
Rupanya seorang sedang dalam sakaratul mautnya. Namun dia tidak juga meninggal.
Lalu HP yang aku diami tercabut dan di bawa keluar, aku sempat panik karena aku
takut terjebak disini, namun data dalam hp itu memberitahuku bahwa sebentar
lagi akan ada panggilan. Aku harus mendengarkan katanya.
Dalam panggilan itu, aku mendengarkan dua percakapan antara
seorang perempuan dengan seorang laki-laki. Sepertinya percakapan antara cucu
dan neneknya. Aku mendengar di balik tangis laki-laki itu agar neneknya
memaafkan segala kesalahan ayahnya yg sedang sekarat, dia bilang bahwa nenek
harus memaafkan ayahnya agar ayahnya mampu pergi dengan tenang. Rupanya, ada
air mata pedih seorang ibu yang mengganjal sakaratul mautnya. Lalu aku
mendengar kata iya dan tangis seorang wanita yang memecah setelahnya.
Lalu telepon di tutup dan satu panggilan lagi. Ada seorang
wanita lagi yang menjawab di seberang sana. Anak laki-laki ini memanggilnya
ibu. Aku bingung apa yang terjadi. Siapa perempuan tadi?. Lalu hal yang sama di
ucapkan. Dia bilang bahwa ibu lupakan saja perselingkuhan ayah dan maafkan dia.
Lalu beberapa saat ibu itu diam dan terdengar isak-isak tangis di seberang
telepon. Rupanya ada sakit hati seorang perempuan yang belum selesai di tinggalkan laki-laki yang sedang dalam
sakaratul maut ini. Lalu ibunya menjawab iya. Nadanya sangat ikhlas dan lembut.
Ibunya memberitahukan bahwa besok dia akan melayad.
Telepon di tutup. Lalu anak
laki-laki ini kembali ke kamar. Suasana sudah hening dipenuhi dengan tangis
yang tak bersuara. Tangis yang sangat dalam. Lalu aku memaksa sistem untuk
me-lowbat-kan HP. Akhirnya, HP di charge dan aku kembali bisa mencarimu.
Sebelum pergi, aku mendo’akan jenazah agar di terima di dunia dan akhirat.
Aku kembali mencari rumahmu.
Akhirnya, setelah nyasar sana-sini. Aku tiba di rumahmu. Aku
masuk ke dalam HPmu yang sedang di charge dan aku melihatmu, dambaanku, yang
sedang tertidur pulas. Bibir yang selalu tersenyum sekarang berubah jadi tanpa
ekspresi. Aku memperhatikan setiap detilmu dan bersyukur karena aku belum
berhenti bersyukur dapat berkenalan denganmu meskipun aku sudah menjauh.
Aku senang sudah sampai rumah ini. Aku sudah sampai pada dirimu
dalam bentuk diriku yang fiksi. Ternyata, proses menemukanmu mengajarkanku
banyak hal.
Aku menjelajahi isi HPmu dan meninggalkan sebuah pesan di
note HPmu.
“Duhai dambaan, jagalah hatimu untuk yang pantas. Jangan
terlalu terburu-buru, cinta bukan motor GP. Perjalananku kesini, membuatku
semakin tau dan mungkin sebentar lagi bisa pantas. Semoga kelak kau adalah
perhiasan duniaku, salah satu dari hal yang membuat sakaratul mautku menjadi
mudah. Selamat tidur.”
Lalu aku pulang kembali ke kosan. Duduk di depan laptop,menghabiskan
teh yang sudah dingin dan menyelesaikan kalimat terakhir ini dengan pelajaran hidup yang didapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar