Selasa, 24 November 2015

Aku sedang campur aduk sekarang


Aku sedang campur aduk sekarang. Bahagia,rindu,kecewa,biasa saja, ingin tertawa dan semuanya. Sekarang aku akan menulis tanpa menghapus dan mengedit. Biarkan semua campur aduk ini mengalir ke darah yg menggerakan jemari agar beradu dengan keyboard. Yuk mulai.

Sedih

Kamu adalah hasil dari buah pikiran yg merayu ke setiap debu-debu di nebula yang mengiritasi malam kelam. Sedikit saja harum tubuhmu mengispirasi pujangga untuk menggoreskan pena di atas nyanyian heningnya. Jerami terbakar oleh senandungmu, begitu panas sehingga hati ini leleh di buatnya. AKu berjalan-jalan ke andromeda melihat-lihat bintang kejora memancarkan air mata. Bergerak secara fiksi menuju nirwana yang semu. Mengisi rindu dan tatapan demi tatapan untuk kekasih yang sedang bercengkrama dengan orang lain yang ternyata adalah alien tak bersarang. Kita bukanlah anion dan kation yang harus selalu ada dalam sebuah reaksi, kita adalah palu dan permen, gak ada hubungan apapun sama sekali. Jika kamu bisa memberi sebuahn senyum, maka aku hanya mampu memberikanmu sebuah rasa tulus yang mungkin lebih dari ikhlas. Haha. Lucu sekali caramu tertawa, namun lebih lucu caramu menyakitiku.

Rindu

Terkadang aku rindu padamu. Rindu pada setiap butir air di kacamatamu saat hujan tun membasahi kita. AKu rindu pada setiap mengigilmu diantara udara dingin. Aku rindu pada pelukan seorang bidadari yang terjebak di bumi. Aku rindu saat kira berdua bertatapan pada layar hendpon kita masing-masing dan senyum-senyum di tempat yang berbeda sambil berbalas pesan. Rasanya saat itu tidak ada hal lain pun yang habis untuk dibicarakan. Dunia adalah milik kita berdua, namunmkita menggratiskan oranglain untuk numpang di duia kita. Aku rindu pada caramu tersipu malu, dan aku rindu pada deg-degan yang selau ser-seran saat aku bertemu denganmu. Aku rindu pada setiap oksigen yang kita perebutkan saat kita sedang duduk berduaan memakan ramen level 4, kau menyusuti keringatku. Namun sayang, makan ramen itu hanya fiktif belaka, nyatanya kau makan ramen bersama orang lain. Yang mungkin lebih pantas untuk mengajakmu kesana. Sialan. Aku rindu pada fret-fret gitar yang kau mainkan, mendengarkan suara dari gitarmu dengan mata terpejam dan mengagumi betapa menakjubkannya dirimu. Aku rindu pada alam yang sudah membuat garis tangan kita bersinggungan, untuk kembali berjauhan.

Biasa aja.  

Biasa aja sih sebenernya. Gak ada hal yang aku ingin ceritakan, namun daripaa gak ada bahan mending kita cerita ngasal aja. Jadi waktu itu ada sebuah bintang jatuh ke atas samudra atlantik. Gue sama si aurora mengejarnya menggunakan pensil warna yang kita susun menjadi sebuah rakit. Kita mengarungi lautan luas dengan rakit itu. Kita makan ikan paus di perjalanan, lumayan, bekal satu bulan. Karena gue sama aurora emang rakus. Kita makan ikan paus pake nasi yang di tumbuhkan di cianjur. Emang agak pulen, gue makan nasi pake mulut, tapi aurora pake kupingnya. Dia emang sati. Btw kita udah keluar dari perbincangan, yuk kita balik lagi. Jadi bintang yang kita kejar ternyata adalah bintang yang mampu membuat kita jadi memiliki kekuatan. Waktu itu gue menemukan bintang tu lagi santey dengan menyeruput sebuah es kelapa muda yang dia beli dari tukang batagor. Gue tangkep, akhirnya bintang itu memberi gue kekuatan sama aurora. Auroroa dapet kekuatan menghilang, dan gue dapet kekuatan membuat aurora ga bisa hilang. AKhirnya gue dan aurora memutuskan untuk pergi dan menyesali perjalanan mencari bintang jatuh ini. Karna ga berguna. Masa gue Cuma dapet kekuatan untuk membuat aurora gak bisa hilang, kan gak adil. Eeh taunya gue juga dapet kekuatan tambahan setelah sampe rumah, yaitu gue bisa jadi sarjana secara langsung tanpa skripsi. Jadi gue bisa lulus bareng angkatan 2011. Yee.

Bahagia

Aku bersyukur karena pernah menjadi seorang yang ada dalam hidup kamu. Meskipun kita cuman sebatas PDKT, dan itupun aneh. Tapi aku bahagia karena karena dekat denganmulah aku jadi tau bahwa cewe itu butuh cowo yang bikin nyaman. Aku mungkin lucu, tapi aku gak bikin nyaman. Karenamu lah aku sekarang jadi tau bahwa aku harus nyari cewe yang nyaman sama cowo aneh,gendut dan bau belerang kaya aku. Udah gitu doang.

Kecewa

Terkadang kita harus mengecewakan diri kita untuk mencegah kekecewaan lain di masa depan. Contohnya, gue kecewa karena gue ga bisa untuk menyapa kamu walau hanya “hey, nih uang satu triliun buat jajan kamu”

Ingin ketawa.

HAHA.

Yah begitulah. Meskipun tulisannya sangat aneh, tapi seengganya gue seneng. Itung-itung latihan menulis juga. Gue tau tulisan di atas emang acak-acakan. Tapi gue biarin aja. Biarkan keorisinalitasan tulisan gue jadi sejarah untuk di kenang oleh cucu dan cicit gue suatu ketika gue jadi presiden bolivia.  Ya gitu deh. Udah.

Minggu, 22 November 2015

Perspektif


Sahabat trisandiku yang sedang dirundung duka, kesedihan bukanlah sebuah jalan buntu. Justru kesedihan adalah cara tuhan merekonstruksi jalan hidup kita agar lebih indah.

Banyak kisah yang berakhir indah setelah kesedihan yang sangat pedih, lalu mengapa kita masih berpikir bahwa matahari hanya bersinar pada orang-orang yg bahagia, hujan hanya turun pada orang-orang yg punya uang, bumi yang penuh pepohonan hanya untuk orang-orang yg mempunyai pasangan dan dunia sudah runtuh bersama jutaan galaxy dibawa bersamanya. Hidupmu tidak sekacau itu.

Alam tempatmu bernafas tidak seburuk yang kamu pikir. Alam bersinergi dengan tuhan menciptakan keseimbangan dan keadilan. Matahari masih bersinar untuk siapa saja, hangatnya masih bisa di nikmati oleh siapapun, bahkan orang yang sedang putus asa sekalipun. Hujan tidak hanya turun pada orang yg bermahkotakan uang, pengemis di jalanan pun masih bisa menikmati hujan. Dunia masih belum runtuh, 650 juta galaxy masih bersinar indah di langit hitam. Hidupmu tidak sekacau itu, sahabat trisandiku.

Ada dua hal yang membedakan antara orang bahagia dengan orang yang sedih, yaitu perspektif.  Cara kamu memandang kesedihan berbeda dengan orang-orang yang kau anggap bahagia.  Apakah kamu pikir orang yang terlihat bahagia itu tidak punya kesedihan?

Tahun 2013 saya bertemu dengan seorang wanita yang kaya raya, cantik, gaul, manis dan kemana-mana bawa mobil. Almost perfect.

Waktu itu kita bertemu dalam sebuah acara musik, kebetulan teman saya adalah juga temannya. Lalu, beberapa hari kemudian kita ngobrol dan ternyata kita nyambung. Dia pribadi yang unik dan lucu. Waktu itu aku pikir ini adalah sosok bidadari.

Lalu percakapan kita mengarah ke sebuah tema tentang kehidupan masing-masing. Waktu itu saya bercerita banyak hal tentang segala kesedihan saya. Saya bercerita padanya bahwa saya adalah orang paling tidak beruntung di dunia.

Lalu dia bertanya “kamu masih punya orang tua?”

“ya, tentu. Namun mereka sedang sakit-sakitan. Saya bingung karena selagi mereka sakit saya hanya merepotkan mereka”

“Kamu tau rasanya tidak punya orang tua? Kamu tau rasanya di tinggalkan kekasih setelah semuanya di serahkan?”

“Nggak.”

“aku gatau orang tua aku siapa. Aku diadopsi dari panti asuhan dan selama 20 tahun aku tidak merasakan kasih sayang dari orang tua. Orang tua angkatku hanya memberikanku uang dan uang. Seolah uang bisa membuat aku bahagia. Lalu aku berpacaran dengan seorang lelaki, aku sudah menganggap dia sebagai orang yg menyuplai kasih sayang selain orang tua. Sudah aku serahkan seluruh yg aku punya tapi satu bulan yg lalu dia pergi bersama orang lain yang sepertinya tidak lebih baik dariku.”

“Lalu sekarang apa yang membuat kamu bahagia?”

“Caraku memandang kebahagiaan. Aku menutup mata pada kehidupan kelamku. Aku berpikir bahwa kebahagiaan itu tersebar di seluruh penjuru bumi. Masalahnya hanya mau kah kita merasakannya atau malah menggeluti kesedihan yang akhirnya akan semakin perih?.”

“Caranya?”

“Mungkin kamu tidak menyadari bahwa tuhan menciptakan dunia ini dengan penuh kebahagiaan. Seperti hal-hal kecil yg seringkali tidak disadari. Misalnya bertemu dengan banyak teman, ngopi di sore hari sambil menelisik suara angin dan daun-daun yg jatuh, membuat nasi goreng kambing sendiri dan jika seandainya kamu tidak punya hal lain yg bisa di lakukan, beruntunglah karena kamu masih punya bibir untuk tersenyum. Meskipun memang tidak menyelesaikan duka, tapi setidaknya bisa membuat keadaan lebih baik. Begitulah cara senyum bekerja.”

“ooh.”

Hanya satu kalimat ‘ooh’ yang mewakili seluruh kekaguman saya kepadanya.
Dari percakapan di atas sudah sangat menjelaskan bahwa tidak semua kesimpulan kita tentang seseorang adalah benar.

Dengan begitu, wahai sahabat trisandiku, marilah kita mulai menemukan kebahagiaan kita, agar kita bisa tetap positif menghadapi kesedihan sepilu apapun. Bermanja-manja dengan air mata di depan manusia hanya akan menunjukkan betapa lemahnya kamu, tapi tidak jika di depan Yang Maha Segalanya.

“Dalam kesendirian, biarkan air matamu menjadi bahasa penjelasan pada tuhan. Di keramaian, biarkan senyum yg menjelaskan betapa kuatnya kamu - trisandiku”

Selamat berubah sahabat trisandiku. #YukSenyum



Rabu, 11 November 2015

Kaki Berlumpur


            
Malam ini, trisandi gendut sedang tengkurap di depan laptopnya sambil di temani secangkir kopi dan sedikit rasa rindu pada masa kecilnya. Betapa lucunya di sela kehidupannya yang sekarang dia mengingat saat-saat dimana dia harus bermain bola sambil telanjang dada, bermain lumpur di sawah, mengejar layang-layang, memancing dan membakar ikan di tengah sawah, berenang di kali dan masih banyak lagi yang mungkin nanti di paragraf berikutnya akan di sebutkan.

Entah apa yang membuatnya tiba-tiba rindu, namun karena kerinduannya itu, dia jadi punya inspirasi untuk di bagi kepada kaum pembaca. Sekarang izinkan dia untuk menceritakan salah satu kisah dari sandi kecil yang sungguh menggemaskan.

Waktu itu, sekitar tahun 2005, gemuruh angin dari sebelah barat menerpa wajahnya, seiring dengan kaki mungil berlari dengan kecepatan seadanya mengejar layangan yang tak bertuan. Seakan kaki punya mata sendiri, dia tidak melihat ke bawah, pandangannya fokus mencari benang tipis yang terselip diantara langit jam 5 sore waktu itu. Meskipun dia yakin bahwa kecepatan larinya tidak secepat teman-temannya, namun dia tetap berlari, seakan layangan itu harus dia kejar juga, seakan dia ingin tau sampai sejauh mana ia harus mengejar dan sampai sejauh mana dia harus berhenti.

Sampai pada akhirnya, layangan yang dia kejar harus menjadi milik orang lain. Tapi dia tetap tersenyum. Setidaknya, setelah melihat ke belakang, ternyata dia sudah sangat jauh dari tempat pertama dia memulai dan pemandangan di tempatnya sekarang berdiri lebih indah dari yang sebelumnya.

Dia duduk sejenak bersama teman-temannya – yang salah satunya sudah membawa layangan yg dia kejar. Mereka mengobrol riang di bawah matahari sore yang teduh dan bunyi puji-pujian kepada sang pencipta dari speaker masjid penduduk sekitar. Mereka membicarakan banyak hal. Mulai dari pa engkon tukang bubur sekitaran rumah, pa hamzah tukang rental PS, keanehan guru di sekolah serta beberapa wanita yang sedang di cinta monyeti oleh mereka.

Lalu, tak terasa adzan magribh berkumandang. Dia panik, karena sudah pasti ibu di rumah sedang menunggu dengan kemarahannya. “Begitulah, khawatirnya seorang ibu kadang terasa berlebihan. Terasa seperti sebuah kekangan” katanya dalam hati waktu itu.

Dia begegas berlari dengan baju basah dan kaki masih berlumpur. Dia datang ke rumah. Pintu sudah di kunci. Dia berusaha mengetuk pintu, sambil berteriak “maaah maaah buka pantona”. Tidak ada sahutan dari orang rumah. Dia menangis. Lalu suara ‘klek’ dari pintu tanda kunci di buka.

“Wayah kieu karek balik, nanaonan wae atuh. Kumaha lamun di culik kelong wewe. Geura mandi ! langsung solat terus ngaji !” Ibunya berkata. Kasih sayang yang tampak seperti kekesalan.

Lalu dia menunaikan 3 rokaatnya di atas sajadah, beratapkan rumah kontrakan yang nyaman untuk tempat kita berteduh. Bergegas ke masjid dan ikut ngaji bersama pak eman, guru ngaji sekaligus ketua RT. Di masjid, selayaknya bocah kelas 5 SD, dia berari kesana kemari. Seolah masjid adalah lapangan sepakbola, teriak-teriak dan saling kejar-kejaran bersama temannya. Pak Eman langsung menghukumnya dengan satu cubitan kecil yang membuat kulit membiru. “aduhh nyeri paa” dia mengeluh. “matakna cicing!” pak eman pun tak mau kalah.

Lalu sandi kecil pun terdiam. Menurut dan mendengarkan teman-teman yang lain membaca iqro 5. Namun, bagaimana pun dia adalah anak kecil. Dia izin keluar dan meneruskan permainannya di luar.

Waktu itu dia bermain ‘popolisian’. Permainan yang sederhana namun mampu membuatnya bahagia. Cara bermainnya adalah kejar-kejaran. Ada yang menjadi polisi dan ada yang menjadi maling. Dengan sistem pemisahan yang sederhana juga, hanya dengan tangan mengepal dan di julurkan ke depan. Lalu salah seorang dari kita mendendangkan nada ‘po po po menjadi polisi’, dan yg terpilih jadi yang kelompok yg mengejar. ‘ma ma ma menjadi maling’, dan yang terpilih menjadi kelompok yg di kejar. Lalu polisi menghitung dari 1 sampai 10 untuk membiarkan maling lari, lalu mulailah mereka saling mengejar. Kebetulan dia jadi malingnya.

Meskipun adzan isya berkumandang, namun dia masih terus bermain. Hingga akhirnya semua sudah tertangkap dan kita berkumpul lalu ngobrol. Seperti biasa, pembicaraan kita tidak jauh tentang khayalan dan ke-so-tau-an seorang anak kecil yang mungkin waktu itu terlihat keren.

Lalu satu persatu orang tua pun menjemput anaknya, begitupun ibunya. Dia datang sambil muka kesal dan di ‘ceramahi’ selama perjalanan pulang.

Sampai di rumah dia makan. Tidak mewah, hanya nasi hangat,sambel oncom dan ikan asin. Waktu itu, dia sangat menikmatinya.

 Lalu dia mengerjakan PR dengan ibunya. Waktu itu, bahkan dia tidak tahu apa itu Aurum, apa itu larutan, apa itu metamorfosis dan cara mengaplikasikan rumus phytagoras. Namun, ibu mengajarinya. Sehingga dia jadi tau.

Setelah belajar, dia tidak minum susu seperti kebanyakan anak lainnya. Dia hanya cukup membaca do’a dan tidur.

Dia adalah aku. Sungguh aku rindu masa kecilku.

Aku rindu saat mengejar layangan. Menatap ke langit yang berawan musim kemarau, melihat padi menguning di sejauh mata memandang, gunung kokoh berdiri di bawah langit, layang-layang tak tentu arah mengusir lelah anak-anak yg mengejarnya dan beberapa partikel oksigen yang berikatan dan bergerak menerpa wajah.

Berbeda dgn sekarang. Senjaku di penuhi oleh rapat dan latihan. Teman-temanku sudah sibuk dengan dunianya. Sawah tempat kita berlari sudah menjadi perumahan. Angin yang dulu sejuk, sekarang sudah jadi gersang. Dunia sudah berubah, aku tidak melihat lagi anak-anak yang bermain layang-layang. Mereka sibuk dengan TV dan gadget. Aku sudah tidak bisa lagi nostalgia. Layang-layangku sudah hilang, bersama generasinya.
           
Aku pun rindu saat di marahi pulang maghrib. Di kunci dari dalam, menangis untuk mendapat perhatian ibu, di suruh mandi, di suruh solat, di suruh ngaji dan dimasakkan masakan yg lezat.

Berbeda dengan sekarang. Aku jauh dari rumah. Pintu tak pernah terkunci untukku namun aku tidak pulang. Nasi hangat dan ikan asin dia masakkan namun aku tidak juga pulang. Ibu tidak pernah memarahi jika aku pulang maghrib lagi,bahkan tidak pulang 3 bulan pun dia tidak pernah memarahiku. Dia tidak lagi bisa memarahiku seperti dulu. Ibu yang dulu selalu kuat melakukan segalanya, sekarang jadi sering sakit-sakitan. Namun, tidak sedikit pun dia menunjukkannya saat aku pulang. Dia selalu terlihat baik-baik saja, meskipun di dadanya ada rasa sakit yang dia tahan. Dia tidak bisa marah lagi sekarang. dia berubah jadi sosok yang selalu sabar meskipun banyak aku repotkan. Semakin baik dia, semakin banyak ketakutanku.

Seharusnya dia sudah bisa bahagia, namun entah terbuat dari apa hatinya, dengan keadaan kami yg begini, kesabarannya tidak pernah habis. Rasanya seperti tak ada lagi wanita yg mampu sesabar dia.

Dia adalah ibuku. Dia adalah calon penghuni surga.

Aku senang jadi anak kecil yang nakal. Anak kecil yang pulang ke rumah dengan lumpur di kakinya. Namun apa daya, aku hidup di bumi yg memaksaku untuk terus tumbuh dan kau terus menua.

Aku ingin seperti dulu. 
Disini, tidak ada tempat senyaman rumah. 
Disini, tidak ada tempat senyaman dulu.



Selasa, 03 November 2015

Bahagia sekali bisa patah hati



Selamat malam jiwa-jiwa dgn hati yang patah.

            Dulu, 4 tahun yg lalu, di hari ini, gue baru aja patah hati. Bagaimana tidak, orang yang gue suka ternyata dia adalah nenek sihir yang memakai ramuan khusus sehingga terlihat muda. Untung belom sempet gue kawinin. Kalo udah, berabe ntar jadinya. Masa anak gue punya ibu nenek-nenek. Terus ntar dia frustasi soalnya di sekolahan di ledekin sama temen-temennya. Terus ntar anak gue lari ke laut dan ngemil ikan paus. Terus ikan paus udah abis anak gue malah gosok batu akik. Aduh ngelantur.

            Pagi ini gue lagi dengein lagunya maliq&D’essentials yang judulnya gak ada judul. Cocok banget lagu yang satu ini dengan kondisi gue sekarang. Iya, cinta gue bertepuk sebelah tangan. *wooooo

            Gue ga pernah berharap bisa suka sama dia, namun mungkin takdir sengaja mengarahkan gue supaya gue suka sama dia biar gue juga ngerasain apa yang cewe-cewe yg pernah gue tolak rasain. Mungkin sekarang kondisinya cewe-cewe yg pernah gue tolak sedang menuhin GBK dan gue sendirian di tengah-tengah GBK lagi di kata-katain. Songong banget ya. Padahal nolak cewe pun belum pernah.

            Ini adalah pertama kalinya gue patah hati setelah beberapa tahun terakhir dan gue bahagia.

            Gimana nggak bahagia?

            Patah hati yang satu ini rasanya beda. Kaya ada manis-manisnya.

            Patah hati yang satu ini membuat gue jadi banyak tai bahwa ketika kita jatuh cinta sama seseorang, kita harus ngaca dulu. Mungkin andhika kangen band bisa nikah sampe 4 kali, karena dia banyak artis. Lah, kalo misalkan modal lu Cuma rasa setia dan cinta yg sangat dalam, kambing yg baru belajar makan jengkol juga bisa.

            Sungguh, gue nggak menyalahkan orang yang sudah menolak gue mentah-mentah. Justru ini jadi bahan instrospeksi buat gue juga, bahwa gue harus memperjuangkan hal-hal yang bersifat duniawi juga. Karena tidak selamanya cinta bisa membeli beras.

            Gue sadar betul bahwa gue bukan orang hebat. Bokap sama nyokap gue bukan orang berada, namun disini, gue punya mimpi dan satu persatu mimpi itu sudah menemui titik terangnya. Gue yakin suatu saat gue bisa sukses dan akan melampaui diri gue saat ini. Gue yakin, meskipun sekarang gue berdarah-darah di rendahkan oleh orang lain, tapi santey aja, karena masa depan gue tidak di tentukan oleh penilaian orang lain terhadap gue. Masa depan gue di tentukan dari sejauh mana gue berusaha dan berdo’a.

            Kembali ke pembahasan awal, jadi patah hati ini mengajarkan gue kembali bahwa gue jangan terlalu hyper aktif depan cewe, karena dalam diri seorang cewe ada sisi yang mereka pun harus melihat ketenangan kita. Karena ketenangan perlambang kedewasaan. 

Lalu, di antara kerinduan yang selalu gue sampaikan di setiap doa, gue berharap agar dia bisa lebih baik dari sebelumnya, bisa jadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negaranya, bisa terlindungi oleh tangan yang tepat, bisa jadi ibu yang baik untuk anak-anaknya, bisa meneduhkan setiap manusia yang menatap wajahnya, bisa jadi wanita yang anggun dengan senyumannya, di angkat derajatnya dan dijadikan ahli surga.

"Semoga seiring dengan dia yang gue do’akan, do’a itu pun jadi do’a buat seluruh wanita di dunia. Agar salah satunya, yaitu jodoh gue, jadi seperti apa yg gue do’akan."

Amin.