Rabu, 30 September 2015

Lara jangan pergi


Namanya juga cinta. Jika di suruh bercerita, mungkin beberapa orang akan bingung darimana harus memulai. Tapi kalo gue yang di suruh bercerita, gue tau darimana gue harus memulai.

Namanya lara, begitulah gue menamainya. Dia adalah seorang wanita berdarah sunda jawa yang sangat mempesona. Jika sedang berbicara, kata-kata yang terucap seperti siraman rohani, bikin adem. Jika sedang berjalan, dia selalu tersenyum, seolah dia adalah manusia yang paling tidak punya masalah di seantero galaxi bimasakti ini. Dia adalah sosok manusia hampir sempurna yang mungkin sengaja tuhan ciptakan untuk membuat salah satu mahluk di dunia jatuh cinta. Mahluk itu bernama gue.

Gue adalah teman satu kampusnya dia. Namun kehidupan kita berbeda. Gue yang lebih sering ngumpul sama orang-orang yg merupakan penjelmaan seluruh ketidakjelasan dunia, sementara dia gaulnya sama cewe pinter yang hits. Di gengnya, ada mantan juara olimpiade nasional, ada yang pernah ke swiss karena pertukaran pelajar, ada yang suka bikin jurnal sampai pernah di terbitin di majalah Anu. Anu majalah jurnal dunia yang paling bagus dan banyak dicari. Sementara geng gue Cuma sekumpulan orang yg suka narasi gak jelas sambil pegang mic di hadapan banyak orang yg gak jelas juga. Iya, kita stand up comedian atau biasa di sebut comic.

Sebuah keadaan yang sangat dramatis jika akhirnya gue, seorang lelaki gak jelas dan cenderung aneh ini akhirnya jatuh cinta pada gadis manis berotak einstein. Dan akhirnya gue jatuh cinta juga.

Semua ini bermula pada sebuah dzuhur di 13 Oktober 2014. Waktu itu gue menunaikan sholat dzuhur, 4 rakaat dan di awali dengan niat. Setelah salam dan dzikir sebentar lalu gue tiduran di masjid. Kebetulan di belakang tempat ikhwan sholat adalah tempat ahwat sholat. Tanpa sengaja gue tiduran menghadap ke arah belakang. Disana ada seorang gadis bermukena sedang menghadap penciptanya. Bermata sayu dia melafalkan setiap bacaan sholat. Dalam hati gue bergumam “Gile, asooy, amboii, ternyata sekarang bidadari juga bisa kuliah. Kayanya mau jadi S1, biar kasta kebidadariannya naik satu level”. Lalu disitulah pertemuan jatuh cinta pertama gue dengan Lara.

Setelah dia mengucapkan salam, lalu dia mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajah manisnya. Dia tak sedikitpun melihat cowo yang sedang tiduran mentafakuri ciptaan Tuhannya. Lalu dia melepas mukena yg dia pakai dan mulai keluar masjid bersama geng hitsnya. Meskipun semua cewe di gengnya cantik-cantik, tapi entah kenapa dia yang paling bersinar sendiri. Rasanya gue selalu pengen pake kacamata item tiap ketemu dia. Rasanya gue pengen mengganti matahari sama dia, soalnya dia mah bersinarnya bikin adem.

Lalu gue berfantasi lebih.

Jika seandainya suatu saat gue pacaran sama dia, gue pengen ajak dia flying fox dari menara eiffel ke istana buckingham. Lalu gue ajak dia mengarungi samudra pasifik sampai ke atlantik dan menyaksikan megahnya milky way langit atlantik. Lalu gue ajak dia menikmati ramen panas di musim dingin jepang yg bersalju. Lalu gue ngajak dia berdansa di italia, menikmati alunan musik klasik sambil perlahan membisikan “kamu adalah pemeran utama dalam setiap adegan rindu di khayalku”. Lalu kita ke venesia, menikmati sore sambil memakan pizza yang di bumbui dengan tawa manisnya yang tercipta karena jokes-jokes ringan dari gue yg lihai melucu ini. Lalu kita ke cebu di philipina dan menikmati setiap jengkal cinta yg membuat kita bersama disana. Hingga akhirnya kita kembali ke indonesia dan bertemu dengan jokowi untuk penobatan pasangan paling cocok nasional.

Lalu kita pulang ke bandung dan menikmati susu murni KPBS pengalengan di alun-alun sambil menatap senja disana.

Gue udah memikirkan banyak hal tentangnya.

Ketika gue di basement hendak berjalan pulang. Dia datang. Gue deg-degan. Lalu dia tersenyum, berlari kecil. Gue hampir mimisan. Tapi dia melewati gue dan mendaratkan satu kecupan di pipi lelaki bermotor ninja yang berjarak sekitar  1 meter dari tempat gue terluka. Lalu gue melihat manehna naik motor ninja itu dan tertegun gue memandang kiamat subro di depan mata. Yang tersisa waktu itu hanya, wangi parfumnya yg bercampur dengan parfum si kampret dan sepatu bolong karena terlalu banyak di pakai berjalan kaki. Akhirnya kisah cinta ini selesai dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Udah gitu doang.

Sabtu, 19 September 2015

Huruf dan angka


Selamat pagi bintang pagiku. Yang selalu muncul sendiri dan paling terang di sanubari.

Jalan tak bisa kita tempuh bersama karena perbedaan tidak semuanya menjadikan rasa itu indah. Terkadang dengan berbeda kita harus saling melepaskan satu sama lain dan merelakan keindahan yang seharusnya terjadi.

Jika di ukur oleh satuan logika. Aku bukanlah lelaki yang mampu membahagiakan wanita. Tidak ada hal yang bisa di dapatkan dari laki-laki penuh kekonyolan seperti aku ini, selain tawa bodoh.

Aku bukan sains yang harus selalu kau otak atik sampai kau temukan jawaban. Aku bukan sains. Aku ini seni, yang cukup kau tau cara menikmatinya tanpa terikat pada rumus-rumus. Orang seperti aku terlalu sulit untuk kau tebak-tebak. Untuk kau pertanyakan “mengapa harus begitu caranya?”

Namun mungkin dalam keilmuanmu aku tidak pernah di pandang sebuah karya tuhan yg luar biasa, namun aku adalah karya tuhan yang harus kau temukan penjelasannya. Thats cool.

Dunia tidak akan bisa menjelaskan betapa aku mencintaimu, bahkan sains sekalipun. Namun saat aku mencintaimu aku tidak menemukan diriku, yang aku lihat dari dirimu, dari caramu memandang lalu berlalu, adalah kesempurnaan. Seolah kau seorang akuntan yang harus benar dalam menghitung debit kredit di buku kas mu.

Tak salah memang, aku memaklumi dan aku sangat menerima dengan sisa kelapang dadaan yang aku punya.
Aku hanya merasa sedikit sendu saat asmara yg bergelora harus menemui ajalnya. Seolah tidak ada kesempatan untuk aku menikmati masa mudaku. Seolah semua masa mudaku berhenti di kamu dan kamu berhenti di orang lain. Seolah setiap do’a yang aku kirim di setiap sujud harus menghadapi kesia-siannya. Seolah hati yg baru saja patah harus patah lagi.

Aku hanya merasa sedikit ingin mencumbu kaktus di gurun sahara. Biar bibir ini bertemu dengan duri. Biar perih menggumpal di sukma. Biar darah tau kemana dia harus mengalir. Biar rasa sakit bisa memaklumi keadaan. Biar takdir bisa berpihak pada orang yang tidak pernah di pihaki. Biar dilema tidak selalu mencari jawaban. Biar hati menyadari bahwa cinta harus di tinggalkan sebelum meledak.

Aku hanya sedikit ingin bercerita, karena aku adalah kata-kata yg dirangkai menjadi sebuah tubuh.
Denganmu atau tanpamu aku yakin kita memang tercipta untuk saling menikmati senja di waktu yg berbeda. 
Jika di dalam dunia mu senja, maka aku masih terjaga di fajar yg masih malu-malu. Jika di duniamu sedang cerah, maka di duniaku, aku sedang menikmati  hujan manis di tepi jendela. Jika di duniamu cinta sedang bersemi, maka di duniaku, cinta sedang berguguran menunggu dinginnya salju esok atau lusa.

Kita sudah jauh dari pertama duga berargumen. Kita sudah bukan lagi kita. Kita sudah kehilangan kata kita dalam hubugan orang pertama dan orang kedua. Kita seperti huruf dan angka.

Ternyata, kita tidak lagi disebut berbeda, tapi kita sudah benar-benar berlawanan. Dan aku harus pergi.

Selamat tinggal, paragraf terindah di atas blog pribadiku.

Sabtu, 12 September 2015

Spasi Takdir



Spasi takdir

Sekawanan rasa beriringan terbang di langit kehampaan meninggalkanku yang sedari tadi menanti tumpuan hati kembali kesini. Harus terpisah karena takdir tak sama. Dia berada disana bersama permata berselimut uang kertas. Sementara aku hanya seorang diri disini, diantara tumpukan sampah air mata yang sia-sia.

Tuhan sudah menciptakan hidup seadil mungkin. Iya, sungguh adil baginya dan bagiku. Jika dia berbahagia bersama lelaki bertahta dan berharta. Maka aku, dari kejauhan sini, cukup meneguk tetesan bahagia dari kebahagiaannya. Dari senyumannya. Dari gigi putih rapih yang terlihat manis.

Iya, dia lebih memilih untuk bahagia instan daripada menemani setiap getir langkahku menuju cita.

Iya, dia lebih memilih untuk pergi dan bergantung pada tali yang di anyam dari uang kertas.

Iya, dia memang pantas memilih lelaki yang lebih mentereng.

Aku tidak merasa terluka. Aku sehat wal afiat. Aku masih sanggup hidup dengan jatah oksigenku sendiri, meskipun terkadang sesak, karena disaat-saat tertentu, oksigenku adalah dirinya.

Cukup aku sudahi rasa cinta ini dengan senyuman canggung saat bertemu dengannya.

Dulu, sesuatu yang terus ada namun tak pernah kembali adalah waktu.

Sekarang, waktu dan dia.

"Salahkah ku bila kau yang ada di hatiku"


Sastra ini di buat dgn jemari yg basah.
Dari trisandiku yang kehilangan dunianya dan pindah ke dunia sains yg membosankan.

Senin, 07 September 2015

Untuk perempuan yang sedang di pelukan, bacalah ini.



Untuk perempuan yang sedang di pelukan, bacalah ini.

Aku sedang menikmati kecantikanmu dari sudut angan. Semoga ini bukan sebuah dosa, karena di khayal sana, aku sedang sangat mencintaimu seperti pena mencintai kertasnya. Kau sedang tersenyum sambil bercerita ringan tentang hari-harimu yang merinduiku.

Katamu, aku adalah satu-satunya lelaki yang menginspirasi harimu dalam mencari ridho-Nya. Dalam hati, aku bergumam, “jauh sebelum kau menganggapku seperti itu, aku sudah menganggapmu seperti itu, sayang”

Disana, di khayalanku, disaksikan oleh dua cangkir teh yg mengeluarkan asap tipis, kau masih terus bercerita tentang kita. Tentang malam-malammu yg gelisah jika aku sudah tertidur lebih dulu, tentang setiap do’a yg kau panjatkan agar kita di ridhoi untuk selalu bersama dan tentang segala hal yang semuanya adalah kita.

Kau nampak lelah dengan kehidupan ini. Lalu kau katakan padaku “Di bawah pelukanmu, aku merasa tergenapi, rasa lelah yg mendera, sirna karena kau adalah energiku. Rasa takut yg menyelimuti, pergi karena kau adalah beraniku, san.” Aku hanya tersenyum, lalu mencium keningmu, dan mengalirkan cinta lewat bibir yg bersentuhan dengan kulit tipis di atas alismu.

Dengan memelukmu, aku merasa seperti sedang menciptakan senjaku sendiri, lalu aku duduk di antara hamparan rumput yang luas, menikmati sepotong roti dan kopi yg tidak terlalu panas. Aku merasa damai. Aku merasa tenang sejenak dari beban hidup yg tak ampun-ampunnya menghujamku.

Karenamu dipelukanku, aku merasa jantung kita berdenyut dalam satu denyutan. Seolah apa yg aku rasa kau pun merasakannya. Seolah setiap jengkal deritaku di perantauan habis terbakar oleh kebersamaan kita.

Karenamu yang terselip di antara bahagiaku, aku merasa seperti apa yg kau rasakan. Kehadiran masing-masing dari kita telah melengkapi masing-masing dari kita.

Saat ini, di khayalan sana, aku sedang tersenyum sambil memejamkan mata karena kau sedang berteduh di bawah usapan tanganku. Betapa beruntungnya aku yang sedang ada disana.


“Dimalam hari. Menuju pagi. Sedikit cemas. Banyak rindunya.”

Selamat malam,kekasih yg masih memperbaiki dirinya utk bertemu denganku.