Selasa, 23 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (7)

.... "San ..." dengan air mata yang menghujani pelukannya.
    
Ayah rena telah meninggal.

"Yang sabar yah ren"
"Gue gak bisa san. Gue gak bisa hidup tanpa ayah"

Gue diem. Yang bisa gue lakukan saat itu hanya membiarkan Rena dengan kesedihannya.

Setelah beberapa saat, jenazah di makamkan. Gue menemani Rena ke pemakaman ayahnya. Sepanjang jalan ke pemakaman, Rena tak mau berhenti menangis di pelukan gue. Begitulah cara kematian bekerja. Selalu menyisakan tangis yang mendalam untuk yang ditinggalkan. Jika di bilang kejam, ya, kematian memang kejam. Namun, bagaimana lagi, segala sesuatu yg hidup sudah hakikatnya mati.

Kasihan Rena. Dia adalah anak tunggal, setelah kepergian ayahnya dia pasti sangat merasa kesepian. Gue bisa bayangin bagaimana hidup tanpa seorang ayah di usia yang lagi sangat butuh dukungan moril dari sosok seorang ayah.

"San .." Suaranya parau
"Iya ren?"
"Gue hancur banget san" dengan mata yg masih terpaku pada makam ayahnya ia mencoba mengkomunikasikan kesedihannya ke gue.
"Iya gue ngerti ko. Yang sabar yah. Semoga ayah lo di terima di sisi-Nya."
"Gue ga bisa hidup tanpa ayah gue saan" Kembali air matanya memecah pemakaman yang hening itu.
"Iya iya ren, sok nangis dulu aja" gue mengusap punggungnya. Lalu membimbing kepalanya untuk rebahan di bahu gue.

Besoknya, ucapan turut berduka cita mengalir ke Rena. Sejak kematian ayahnya, Rena yang dulu jadi berubah. Dia jadi pendiem dan sering menyendiri. Semua orang yang kehilangan Rena yg dulu mengadu ke gue. Termasuk Dewi.

"San, itu si Rena kok jadi pemurung gitu" Kata Dewi dengan sekantung es teh yg dia pegang.
"Ya wajarlah. Namanya juga baru di tinggalin ayahnya, dia pasti sedih banget."
"Tapi aku ngerasa kasian aja, Rena yg sekarang bukan Rena yang dulu. Dia pasti butuh temen. Kamu kan temen deketnya, coba kamu samperin gih. Ajak ngobrol atau apa kek."
"Kamu gimana?"
"Aku kayanya balik ke kelas aja. Gak enak juga kan kalo aku tiba-tiba so akrab. Lagian kan dia juga belom tau kalo kita baru jadian."
"Ya udah, nanti aku nyusul ke kelas yah."
"Iya, daah"
"dadah"

Lalu gue menghampiri Rena.

"Hei Bocah" dengan nada riang gue menyapa rena.
"Eh san." Rena menjawab dengan dingin.
"Lagi ngapain? Sendirian aja kaya amoeba tau gak"
"Lagi diem aja. Btw selamat yah buat lo yg udah jadian sama dewi"
"Eh?! Emmm iya sama-sama. Tapi kok bisa tau?"
"Gue liat foto selfie lo pas nonton Maliq di instagramnya Dewi."
"Hehe" Gue ketawa canggung. "Sebenernya gue mau cerita ke lo, tapi belum ada waktu yang tepat aja. Hehe" Gue mendadak bego.
"Iya gapapa ko. Jagain dia dengan baik yah. Kaya lo ngejagain gue."
"Iya, gue pasti jagain dia. Tapi santey aja, gue akan selalu ada waktu buat lo kok. Kalo perlu ntar kita maen bareng ke kutub utara"
Rena senyum. "Apaan sih lo. Ga jelas"
"Nah gitu dong. Senyum kan cantik"

Tapi jujur, waktu itu senyumnya sangat manis.
Lalu kita berdua saling diem. Memandangi langit sekolah yg biru megah.

"Makasih yah." Rena tiba-tiba bersuara.
"Makasih untuk?"
"Untuk waktu yg lo habiskan buat gue."
Gue cuma menjawab dengan senyum. Berharap bahwa senyuman ini bisa lebih dari sekedar kata 'iya, sama-sama'.

Setelah itu, kita kembali ke kelas masing-masing.

Sepulang sekolah, seperti biasa gue keluar kelas bersama dewi. Menyusuri lorong sekolah dengan tangan yg saling bergandengan.
"Aku gamau pulang dulu. Aku gatau gimana ngomongnya, tapi aku bener-bener lagi pengen sama kamu banget." Ujar dewi.
"Emmm kalo aku mau gimana kalo aku gamau gimana?"
"IIh sandi, serius .."
"Iya iya. Baiklah, Nona Dewi mau kemana sekarang? Biarkan hamba dan kuda besi butut hamba yang antar."
"Aku mau Baso Mang Ade !"
"Laksanakan ! Perintah Nona adalah fardu aen untuk hamba"
"Haha." Dewi tertawa. "Apaan sih kamu san. Gemees deh" Ia mencubit pipiku.
"Aduuh ampun ampun nona"
"Yuk pergi !" Dewi berseru.
"Mari,"

Lalu gue memakai helm dan menyela motor.

Namun, sejujurnya, perasaan gue sedang tidak menentu waktu itu.

Bersambung ...




Rabu, 17 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (6)


... Waktu itu gue adalah orang paling bahagia di dunia. Selepas pulang dari konser maliq and d'essentials, gue tidak mau langsung tidur. Gue ingin bermanja-manja sebentar untuk waktu yang lama. Gue liat langit malam yang cerah dan beberapa titik air di kaca jendela yang membiaskan lampu-lampu taman sisa dari hujan tadi sore. Seolah gue pengen mereka semua tau ada pelukan yang membahagiakan yang gue terima hari ini. Seolah gue pengen mereka tau bahwa harum parfum Dewi menempel permanen di jaket gue.

Jatuh cinta ini lebih indah dari apapun. Kacau.

Lalu gue membawa hp yang sedari tergeletak di kasur dan mengetik sebuah pesan singkat

"Hai kerinduan. Terimakasih untuk bahagia yang belum ditemukan satuan ini. Sehingga aku tidak tau satuan apa yang harus ku sematkan untuk mewakili kata sangat. Selamat malam :)"

Namun Dewi tidak membalas. Mungkin dia sudah tidur. Mungkin juga dia tidak mau menyalakan HP nya karena sedang sibuk menulis diary tentang hari ini bersama gue. Mungkin juga dia sedang curhat ke Ibunya sambil mengurai rambut panjangnya. Semua kata mungkin menjadi sangat indah saat ini. Menjadi sangaaat ... Ah jadi malu.

Matahari terbit dari arah timur seperti biasanya. Embun yg masih belum jatuh dari ujung daun menambah manisnya hari gue, yang malah bangun terlalu pagi.

Hari itu, gue jadi ahli senyum terbaik di dunia. Lalu gue memasak satu porsi Nasi Goreng yang di hias dengan acak-acakan untuk di berikan ke Dewi. Si ibu pun bertanya-tanya kenapa anaknya jadi seperti gak waras gini. Sampai dia gak percaya kalo gue adalah anaknya. Namun siapa peduli, gue lagi seru jatuh cinta kok.

Tiba di sekolah gue berjalan dengan kepala yang terdongkak ke atas karena tidak kesiangan, wakasek yang sudah mempunyai rutinitas menghukum gue harus kehilangan rutinitasnya sekarang. Gue duduk dengan manis di bangku sekolah sambil mendengarkan musik sambil menunggu si manis datang. Lagu-lagu dari Maliq and D'essentials semua.

Dari arah pintu masuk, terlihat Dewi datang di sela-sela cahaya matahari jam 07.45 WIB yg menyelusup ke dalam kelas. Gue menunggu dia dengan manis di bangku, lalu dia menghampiri gue. Tersenyum. Dan mengucapkan selamat pagi.

Dia duduk di depan gue, lalu dia cerita dengan tas yang belum sempat dia simpan. Katanya, semalam dia ngga bisa tidur karena keasyikan menulis cerita di Diarynya. Sampe 4 Halaman. Terus dia juga meminta maaf karena belum sempat bales sms gue, dia sedang ngga ada pulsa.

"Kamu tau ga? Aku bikinin sesuatu loh buat kamu." Ucap gue yg mencoba masuk di sela-sela obrolannya.

"Emmm apa itu?" Dengan muka yg penasaran.

"Aku bakal kasih ke kamu, tapi ada syaratnya."

"Ih apaan sih pake syarat-syarat segala. Kamu tuh kaya pemerintah yang lagi buka CPNS tau ga sih" Senyumnya mengembang menjadi sangat manis dengan status bencana.

"Haha. Bisa aja kamu. Gampang kok syaratnya. Pulang sekolah kamu temenin aku ke toko buku yuk? Aku mau beli bukunya Harold Robbins nih."

"Siapa tuh?"

"Dia penulis. Aku mau beli bukunya yg The Carpetbaggers. Novel lama sih, cuma katanya bagus."

"Emmm boleh deh. Lagian kebetulan aku lagi gak ada kegiatan sih hari ini"

"Asiiik. Nih hadiahnya. Nasi Goreng Spesial Cinta ala Chef Sandi" Dengan menyodorkan sebuah kotak nasi yg berisi nasi goreng. "Buat makan nanti siang. Semoga kamu suka yah." Lanjut gue.

"Iih so sweet. Tapi kamu ga usah repot-repot bawain aku ginian. Ga enak kan jadi ngurangin jatah makan kamu di rumah"

"Perutku perutmu kok. Jadi asal kamu kenyang, aku juga kenyang" Najis sih, tapi siapa peduli, lagi seru jatuh cinta soalnya.

"Ah dasar cowo gombal. Ya udah makasih yah. Aku ke bangku aku yah. Dadaaah" Dewi melambaikan tangan.

'Dadaaah' yang sebenarnya tidak perlu untuk jarak sedekat itu. Tapi, ya, cinta.

Satu persatu mata pelajaran gue lewati dengan bahagia. Setelah semuanya terlewati, gue menghampiri dewi.

"Yuk !"
"Yuk!"

Lalu kita berdua boncengan dengan mengendarai sang motor legendaris di jalanan yang hanya milik kita berdua. Dewi duduk menyamping dan melingkarkan satu tangannya di pinggang gue. Gue hanya bisa tersenyum sambil memberi kabar pada angin-angin nakal yg lewat meng-swiit-swiiw-kan gue.

Sesampainya di toko buku, gue langsung mencari buku yang gue cari. Pas di liat harganya, ternyata duitnya gak cukup. Maklumlah kantong anak SMA waktu itu tidak setebal kantong anak SMA sekarang.

"Emmm yang ... Duit aku gak cukup nih. Gimana kalo kita patungan? Buku ini jadi milik kita berdua deh. Tapi aku dulu yah yg bacanya"

"Boleh boleh. Nanti gantian yah bacanya."

"Baiklah. Okelah kalo begitu. Ayo kita ke kasir."

Teamwork yang manis,bukan?

Lalu gue pulang dengan sekantung buku dan membonceng seorang dewi.

Gue antarkan dia pulang ke rumah. Lalu ucapan sampai jumpa besok dan selamat tinggal mengakhiri pertemuan kita untuk hari itu.

Gue pulang dengan headset yg terpasang di telinga. Gue nyanyi-nyanyi sumringah selama di jalan. Lalu gue melihat bendera kuning di depan rumah Rena. Seketika gue berhenti dan langsung masuk ke dalam.

"Rena .."

Lalu, pelukan yg bercampur air matanya rebah di dada gue.

Bersambung ...

Rabu, 10 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (5)

... Dengan tas selempang yg berbahan jeans dan jaket hitam kesayangan, gue berjalan menuju parkiran motor lalu menyambangi motor astrea grand yg sangat legendaris di mata motor-motor sebelahnya. Lalu gue memakai helm dan mulai bersiap untuk menyela motor yang umurnya hampir sama kaya gue itu.

Motor legendaris ini tidak mau nyala, ternyata bensinnya abis. Mampus ! gue lupa ngisi bensin, akhirnya mau gak mau gue harus mendorong si legendaris ini menuju pom bensin. Di bawah teriknya matahari, gue mendorong sepeda motor gue dengan sangat dramatis. Lalu-lalang orang lewat dgn kendaraannya seperti menertawakan gue yang gendut dan keringatnya hampir bikin banjir kota. Gue pasrah saja.

Setelah sekitar 800 meter gue memapah motor legendaris ini hingga akhirnya gue menemukan POM bensin. Lalu, dari arah selatan gue liat seorang cewe sedang mengendarai motor matic dengan helm berwarna putih. Gue sudah bisa menebak dia dari kejauhan. Yap. Itu Dewi sedang mengisi bensin juga.

"Eh dew, ngisi bensin juga?"
"Iya san. Ini bensin gue hampir habis"
"Gue malah udah habis bensin dari sekolahan. Haha" Dengan sedikit tertawa, gue mencoba agar tidak terlihat canggung.
"Serius? Jadi kamu ngedorong motor dari sekolah kesini dong?"
"Iya dew. Bahkan tadi jalan sekolah kita hampir banjir sama keringet gue"
"Haha. ya gapapa lah. Lo kan jadi keliatan langsing"

"Makan siang bareng yuk?"

Entahlah. Secara ajaib gue ngucapin itu. Tidak ada panik atau resah seperti biasanya, ini terasa mengalir. Sepertinya semesta sudah merestui.

Lalu Dewi tersenyum lebar sampai-sampai matanya melengkung indah terdorong pipi chubby nya. Seraya mengatakan "Yuk. Dimana?"

"Gue punya tempat makan yang enak. Nanti gue tunjukin."

Setelah kita ngisi bensin, gue menyalakan motor lalu pergi ke tempat makan, di ikuti oleh Dewi. Gue ngajak dia ke tempat baso langganan gue.

"Pak, basonya dua yah. Yang saya airnya dikit aja, jangan pake mie, togenya yang banyak. Lo gmna dew?"
"Saya basonya aja, airnya agak banyak ya pak"

Lalu gue mencari tempat duduk untuk kita berdua.

"Jadi dew, lo ga ada kegiatan hari ini?" Gue mencoba membuka topik.
"Ngga san. Tadinya mau ke rumah Tina buat ngerjain PR, tapi dia ada acara mendadak gitu."
"Ooh. PR Fisika itu yah?"
"Iya. Lo udah ngerjain?"
"Udah dikit,"
"Eh liat dong. Gue belom banget nih"
"Emmm di kasih liat ga yaah .." Gue menggoda.
"Kasiih dong. Pleaseee"
"Ok gue kasih liat, tapi ada syaratnya"
"Ah basi lo, cuma liat PR doang juga ada syaratnya. Dasar Pelit !"
"Ehh ngga gue ga pelit"
"Dasar sandi pelit ! sandi pelit"
"ngga ngga ngga ngga ngga ngga ..."
"... iya iya iya iya iya"

Lalu kita ketawa bareng.

"Haha. Kek bocah ya kita" Ucap dewi sambil masih menyelesaikan sisa tawanya
"Iya iya. Lo sih yang mulai."
"Idiih, orang lo duluan yg mulai"

"Den, ini baksonya" Mang Karjo memecah percakapan kami.
"Oh iya mang."

Lalu, dari dua mangkuk baso itu, gue jadi tau, ternyata Dewi orangnya nyenengin juga. Gue ngerasa nyambung. Gue ngerasa restu semesta sudah sangat jelas.

Keesokan harinya, di sekolah gue jadi lebih deket sama Dewi. Setiap jam istirahat, kita ke kantin berdua, kadang juga kita ke perpustakaan, nyari tugas bareng, dan kadang gue nganter Dewi kalo dia kebetulan lagi ga bawa motor. Waktu itu, kita jadi dua manusia yang sangat nyambung.

"Dew, malam minggu ini ada acara ga?" Gue bertanya ke Dewi.
"Emmm ngga sih san. Ada apa emang?"
"Jalan yuk? Kebetulan malam minggu ini ada acara musik gitu. Guest starnya Maliq and D'Essentials."
"Wiiih maliq, ayo ayo, tapi lo izin dulu ke bokap gue yah?"
"Beres. Ya udah, nanti, malam Minggu, gue jemput jam 7 Malem yah."
"Ok."
"Jangan dandan yah !"
"Loh kenapa emang san?"
"Jangan lah, kalo cewe secantik lo dandan, kasian cewe jelek yg dandan, mereka akan ngerasa gak percaya diri ntar"
"Apaan sih. Gombal lu ya."
"Idiih ngga, gue itu orang jujur kedua di dunia, jadi mana mungkin gue bohong"
"Apaan sih lo" sambil tangan mungilnya mencubit pipi kanan gue.
Lalu, kita berdua jalan ke kelas sembari menghabiskan sebungkus es teh manis.

Tuhan, Gue bener-bener jatuh cinta.

Malam Minggu yg di nantikan pun tiba. Gue bingung pilih baju apa. Segala macem kombinasi udah gue coba, namun tetep aja ga ada yg pas. Mungkin, jatuh cinta telah membuat gue yang cuek, menjadi gue yg perfeksionis. Akhirnya gue memutuskan untuk memakai kaos warna hitam dan hoodie warna putih. Gue rasa stelan casual kaya gini cocok untuk anak SMA yg nonton acara musik. Ga lupa gue semprotkan minyak wangi di area sekitar bahu, karena itu bakal jadi area terdekat dari hidung Dewi. Gue pengen bau parfum gue, selamanya akan menjadi milik gue di ingatannya Dewi.

Lalu, Gue meluncur dengan sang motor legendaris menuju ke rumah Dewi.

Sesampainya disana, gue mengetuk pintu pelan. Lalu, setelah sebuah pintu terbuka, gue senyum menahan bahagia. Dewi memakai kaos hitam dgn cardigan warna putih.

"dih, kok kita samaan sih?" Ujar gue heran menahan senyum
"ih iya. Kok bisa samaan yah."
Lalu kita berdua ketawa-ketawa.

Ah, semesta, bisa aja.

Setelah itu, gue pamitan kepada papahnya Dewi, sun tangan dan berjanji akan mengantar pulang dewi sebelum jam 10 malam.

"Bau parfum lo enak" Dewi memuji.
"Serius? Udah lama sih gue pake ini."
Terasa dewi membenamkan mukanya ke pundak gue. Waktu itu, gue hampir mati menahan bahagia.

Ketika tiba di tempat tujuan, gue menuntun Dewi menuju panggung utama. Lalu, 30 menit kemudian, Angga dan kawan-kawan bersinar seperti seharusnya. Gue memperhatikan Dewi tanpa bosan. Cahaya panggung yg warna-warni membuat wajahnya semakin manis.

Gue menikmati pertunjukan Maliq and D'Essentials melalui binar mata Dewi yg bahagia.

Lalu, sampai pada lagu Himalaya, gue melihat senyumnya mengembang.

'Himalaya ...
Bahkan akan aku taklukan ...
Tanpa cahaya di kegelapan ..
berbalutkan pelita hatimu....'

Dewi menyandarkan kepalanya ke gue, secara spontan gue peluk dia dari belakang. Lalu, Ia melihat muka gue sambil tersenyum.

Dan diantara riuhnya penonton yg bernyanyi, gue menciptakan ruang antara mata gue dan mata dewi.

"I Love You"
"I Love You Too"

Lalu dia kembali mengarahkan perhatiannya ke panggung, dan gue, mencium rambutnya yg harum dengan sangat bahagia.

Lalu setelah lagu setapak sriwedari menjadi penutup. Gue menghantarkan dewi pulang. Tidak terlalu banyak kata yg tersampaikan selama perjalanan pulang, mungkin sama-sama sedang menahan malu dan bahagia.

Waktu itu jam menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Di depan gang rumahnya, dia bertanya.
"Lo beneran sayang sama gue?"

Gue memegang pundaknya, menatap matanya dalam, mencoba memberi jalan untuk hati kita agar bertemu, lalu gue mengecup keningnya.

"Gue sayang sama lo"

Dan sebuah pelukan melepas kebahagiaan kita malam itu. Kita resmi jadian.

Bersambung ....

Senin, 01 Agustus 2016

Cerbung : Dewi Zakia Maharani (4)


... “Apaan sih lo ..” dengan muka tegang nahan ee.

“alaaah gue udah tau kali. Ga usah di sembunyiin.”

“lo tau dari siapa?”

“Penjaga sekolah.” Jawab dia sekenanya

“Serius? Lo tau dari doni yah. Awas tuh si doni ! gue jilatin sampe mampus”

“hahaha ! ga usah sewot kali, santey aja. Eh ! gue udah temenan sama lo tuh udah lamaaaa banget. Jadi yaa gue tau lah tingkah-tingkah anak kebo kalo lagi jatuh cinta”

“Ah sotoy lo. Gue cabut yah.”

Lalu gue pergi meninggalkan dia sendirian dgn batagor yg belum sempat dia habiskan. Gue bingung ko rena bisa tau kalo gue suka sama dewi. Aneh. Padahal gue menjaga banget supaya rena ga tau.

 Sebenernya bukan karena gue gamau bilang ke dia, cuman sepanjang sejarah perjalanan gue temenan sama rena. Dia suka mendadak rese kalo misalkan gue lagi suka sama seseorang. Contohnya dulu pas gue ngegebet mantan gue, dia jadi ngejauh dan aneh. Makannya sekarang gue gamau hal yg dulu kejadian lagi. Gue gamau rena ngejauhin gue lagi. Soalnya ga asik saat gue kehilangan rena.

Gue masih inget pas pertama kali rena berubah gara-gara gue suka sama seorang cewe di SMP. Dia jadi jutek dan cenderung menjauhi gue. Gue jadi ngerasa aneh sama dia yg waktu itu. Gue sih ga terlalu sibuk ngurusin rena yg berubah, namun lama-kelamaan ada hal-hal yg hilang karena berubahnya rena. Gue jadi ga bisa bangun pagi lagi. Ke sekolah sendirian. Makan di kantin sendirian dan pipis juga sendirian.

Sampai pada suatu hari gue nyatain perasaan sama dia, di depan kelas dengan setangkai bunga mawar, namun gue canggung dgn tatapan aneh dari rena di bangku belakang.

Akhirnya, cewe yg gue tembak nolak gue dengan alasan yg klise. Gue gagal waktu itu.

Namun tiba-tiba, entah kerasukan apa, rena tiba-tiba ketawa paling keras di belakang. Gue menoleh sebentar dengan tatapan nanar, tatapan jiwa-jiwa yang baru saja patah hati. Lalu gue ke kantin dan meminum segelas es teh manis sambil meratapi nasib.

Namun setelah kejadian itu. Rena yang dulu gue kenal udah kembali. Lagi.
Sampe sekarang gue takut kalo dia bakalan kaya gitu lagi. Tapi hal ini sepertinya akan terjadi lagi. Posisi gue sekarang sangat berbeda dengan posisi gue yg dulu. Sekarang gue sayang bgt sama dewi dan parahnya, gue juga ga bisa membatasi diri gue untuk berhenti jatuh cinta kepadanya. 

Dilema.

Bersambung ...