Senin, 06 September 2021

Fucked Up

Ada sebuah fase dalam hidup yang bernama : Fucked Up. Kondisi dimana lo udah ga bisa ngapa-ngapain dalam kejatuhan lo. Udah males berjuang berjuang tai kucing. Rasanya kek cape banget, apa yang di tanam tidak tumbuh, seseorang yang di tunggu dari lama kini menjauh dan Tuhan terasa terlalu tinggi untuk digapai meskipun kening sudah banyak berdarah karena terlalu sering bersujud.

Titik Fucked Up ini adalah suatu tempat diantara baik dan buruk. Tidak ada kecenderungan ingin baik dan buruk. Hidup yang mereka nikmati, bagi orang-orang Fucked Up tidak ada rasanya. Seperti daun kering yang diombang-ambing oleh angin musim gugur yang menghantarnya ke musim dingin.

Tidak ada kebaikan yang bisa di berikan pada hidup di fase ini. Gue fucked up.

Dimulai dengan tidak adanya semangat untuk hidup. Gue ngerasa semuanya hambar namun seketika sangat menyakitkan juga. merasa bahwa harapan terlalu jauh untuk orang seperti gue saat ini, bahwa harapan hanya ada untuk orang-orang yang memiliki kekayaan super besar lalu mereka bilang "kita harus menikmati hidup!". Kontol lah.

Luka belum sembuh, gue semakin terpuruk. Tidak merasakan lagi gairah dari para pendakwah tentang kesabaran dan keikhlasan. Gue udah melewatinya sampai di titik nadir gue gatau harus ngapain.

Kini, hidup sebagaimana hidup yang konvensional. Bernafas, makan, bergerak dan bekerja. Selebihnya? Ya biarin aja. Karena pernah ada harapan yang di kecewakan. Do'a yang tidak menyentuh langit dan semesta yang kehilangan magisnya dalam menyembuhkan luka.

Sekarang gue lebih berhati-hati dengan apa yang disebut dengan harapan. Hal itu terlalu melukai. Terlalu beresiko untuk di ambil, pada kenyataannya, hidup tanpa harapan yang terlalu besar masih bisa di jalani. Tidak semenakutkan orang-orang yang bilang bahwa harapan itu harus selalu ada karena harapan adalah cahaya di kala gelap. Bacotmu indah sekali.

Tentang ketertinggalan. Memang hidup ini bukan lomba. Setiap orang punya tracknya masing-masing. Namun, dalam suatu kondisi kita perlu berlomba dengan orang lain karena meskipun Tuhan tidak menyukai gengsi, tapi manusia perlu harga diri yang diproteksi dengan gengsi.

Dulu gue menyangka hidup yang apa adanya dengan tujuan sendiri selalu memiliki nilai di mata orang-orang. Pada akhirnya, ketika gue ngelamar seorang wanita dengan percaya diri karena gue tau apa yang sedang gue jalankan, dia tidak melihat itu sebagai suatu nilai. Akhirnya kembali, pada konsep dasar manusia. Kita butuh uang untuk meyakinkan orang, dan omongan orang-orang tentang menjadi diri lo sendiri itu bullshit. Bisa gitu si anjing.

Gabisa anjir gabisa, hidup butuh gengsi agar harga diri kita tetap terjaga, jangan kemakan motivasi orang-orang gak pernah merasakan menderita. Mereka gak ngerti apa-apa tentang menjadi bukan siapa-siapa.


Sabtu, 10 Juli 2021

Lari ke Jogja

Ternyata kita tidak akan pernah bisa becanda dengan yang namanya patah hati. Patah hati memiliki ruang yang memang harus kita kosongkan agar hati yang hancur bisa kembali pulih atau lebih tepatnya sedikit lebih pulih.

Bandung membuat luka putus asa karena mencintai menjadi sedikit lebih lama, bagaimana tidak, setiap detil kota Bandung ada gue dan dia. Mungkin terdengar terlalu klise, tapi here's the thing, kita gaakan pernah bisa melepaskan apa-apa yang melekat bersama kenangan. Ga akan semudah itu.

Akhir bulan Juni, gue memutuskan untuk pergi ke jogja, bekerja disini dengan dalih "ingin belajar", padahal sebenernya tujuan utama gue adalah sembuh. Gue butuh ruangan baru untuk tetap bisa hidup dan melanjutkan mimpi apa lagi yang harus gue bangun pasca terluka. Karena gue sadar gue bukan orang kaya yang bisa mengambil jeda seenak gue untuk pergi ke bali atau eropa untuk self healing, gue harus terus bekerja sambil mengakali bagaimana cinta yang hancur ini tidak mengubah kehidupan gue yang semakin menakutkan ini.

Sekarang gue di Jogja. Awal ke jogja, gue harus beradaptasi dengan lingkungan orang jogja yang kerja terus dan mereka itu ulet. Beda dengan budaya orang sunda yang kalo misalkan bekerja mereka itu sangat-sangat mengandalkan sisi kreatifitas mereka. Kalo orang-orang disini sangat bisa bertahan dengan keadaan yang membosankan (dalam perspektif gue). Jujur sebenernya gue gabisa untuk hidup dengan jokes-jokes yang itu-itu aja, standar society asal haha aja, gabisa gue, tapi kita liat dulu aja ini arusnya gimana.

Gue paling suka dengan lingkungan kerja yang sekarang adalah mereka itu selalu ingin berkembang dengan metode kaizen yang mereka anut. Menutur gue meskipun tidak terlalu signifikan perubahannya, at least kita berubah setiap harinya dan itu menurut gue keren sih. Orang jawa itu ulet dan mandiri. Sebenernya agak berbeda dengan orang sunda yang terlalu banyak menggunakan otak kanan sebagai cara mereka bekerja sehingga warna yang gue liat disini sangat berbeda dengan warna yang gue liat ketika gue berada di sunda.

Tapi di balik itu semua, tujuan ke jogja adalah gue pengen sembuh. Gue gabisa hidup terus menerus dalam bayang-bayang kekecewaan terlebih karena gue udah punya niat yang baik namun tidak di acc sama Tuhan. Tapi yaudahlah, sehebat apapun kita protes, jawabannya akan selalu sama, God knows the best for me dan tidak akan ada ruang buat gue untuk membela diri dalam hubungan Tuhan dan Mahluk ini. Case closed.

Lalu kenapa harus jogja? Karena gue keterimanya disini. Andai aja waktu itu gue keterima di surabaya atau bali gue juga akan berangkat kesana tanpa ragu. Intinya gue butuh jarak yang cukup jauh dari bandung agar dia tidak selalu muncul dan membuat gue jatuh lagi jatuh lagi, well untuk bangkit terus kan butuh tenaga dan gue lumayan cape untuk bangkit dari jatuh yang paradox

Gue janji sama diri gue abis dari jogja cuma ada 2 kota yang akan gue tuju. Pertama Jakarta, gue pengen kerja di start up, e-commerce atau instansi pemerintah. Syukur-syukur gue bisa masuk circle nya Visinema atau Production House sehingga gue bisa menunjukan bakat lucu gue disana, lalu ya join sama artis ibukota di berbagai macam talkshow. Soalnya gue ngerasa kalo gue bisa ko provide jokes-jokes lucu dan deliver itu ke penonton, cuman ya kesempatannya aja memang harus di tunggu sambil gue mempersiapkan diri. Yang kedua, gue akan balik ke bandung dan memulai usaha sebagai digital marketing agency atau KOL management di Bandung. Tapi gue harus selesai dengan diri gue dulu. Itulah kenapa, gue di jogja. Gue mau sembuh dulu.

Eeeh malah kena covid sianying haha

Kamis, 06 Mei 2021

Musim Gugur Sudah Selesai

Gue pernah nonton The Greatest Showman sama seseorang yang akhirnya gue cintai. Film itu kerasa kek ngena aja buat gue, gatau untuk dia. Apa yang Hugh Jackman tampilkan di perannya adalah sepenuhnya gue. Merasa seperti ada koneksi antara cara dia memandang dunia dengan gue.

Beberapa tahun setelah itu, gue masih mencintai wanita ini. Dari awal gue mencintai dia tidak pernah berkurang sedikitpun kecuali selalu bertambah. Gue selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik buat dia selama beberapa tahun kita bersama 'as a friend'. Gue masih percaya pada mimpi-mimpi itu, bahwa gue bisa menciptakan magic yang bahkan dia saja tidak pernah terpikirkan. Semua yang gue lakukan adalah untuk dia.

Beberapa kali dia dikecewakan oleh laki-laki dan gue adalah orang selalu ada disaaat dia sedang sedih dan menangis. Gue selalu bertransformasi menjadi happiness machine buat dia. Gue membuatkan dia banyak hal, momen-momen yang menurut gue langka dan ga akan pernah di lakukan oleh cowo-cowo lain dalam ngetreat ceweknya. Gue tidak pernah menolak untuk apapun yang membuat dia bahagia. Gue bukan cuma melakukan, tapi ngasih yang terbaik.

Dia pernah bilang kalo dia sangat suka kulineran. Semenjak itu gue tidak pernah mengajak siapapun untuk mencoba hal-hal baru atau makanan baru kecuali sama dia. I did it great. Dia pernah bilang kalo pengen punya banyak temen kaya gue. Pelan-pelan gue buka jalan untuk mengumpulkan temen-temennya yang terpisah, gue ajak dia ke kondangan-kondangan biar dia merasa ada teman. Gue support dia dalam banyak hal. I did it great. Gue secara aneh mempelajari harry potter, mengenal inggris lebih dekat, mengenal perpasca sarjanaan itu apa, nonton drama korea, belajar makan makanan korea yang menurut gue ga worth it tapi ternyata enak juga. Gue ngerubah banyak apa yang belum pernah gue coba ingin ubah untuk dia. Once again, i did it

Gue pernah bilang ke dia kalo gue gamau ada di industri ini, gue pengen keluar, gue akan jadi sesuatu kelak tapi tidak disini. I did it. Meskipun perjalanannya berat karena gue harus bertransformasi dari dunia industri kaku ke industri yang sangat flexibel. Gue berdagang dan gagal, gue hancur, terombang-ambing di lautan hingga akhirnya gue menepi di satu pulau yang bernama digital marketing agency. Disana gue punya keyakinan, bahwa disini gue akan menjadi sesuatu yang pernah gue bilang ke dia.

Akhir Desember 2020, gue meminta kepada Tuhan untuk di teguhkan hati karena gue pengen ngelamar dia. Gue pengen hidup sebagaimana petualangan yang menyenangkan sama dia. Akhirnya hati gue teguh.

Awal Januari 2021, di sebuah tempat nasi goreng dengan suasana yang cukup ramai dengan iringan pengamen yang gue lupa waktu itu mereka bawain lagu apa tapi ngena banger, gue mengatakan bahwa gue ingin hidup sama dia. Tapi dia menunda untuk menjawab. Gue tetap yakin.

Januari berlalu dengan keyakinan yang masih sama. Gue jadi on fire dalam bekerja, gue ketemu banyak orang, gue mengerjakan ini itu untuk mempersiapkan diri jika seandainya kelak gue sama dia harus gimana. Di hari-hari diantaranya, dia bilang ke gue kalo, dia ga pengen gue ngehubungin dia karena dia pengen fokus. Gue iyakan, seperti biasa.

Februari, tekanan semakin besar dari pekerjaan dan keluarga tapi persetan dengan itu semua gue tetap semangat karena gue punya tujuan. Gue punya mimpi yang pengen gue ciptakan bersama dia. Gue punya petualangan menyenangkan yang ingin gue jalani sama dia. Namun, akhir februari gue bertanya-tanya apakah dia peduli dengan yang gue lakuin, karena sebulan bahkan tidak ada kabar apapun darinya? Gue semakin bertanya-tanya, kemana arahnya apa yang gue lakuin ini?

Maret jadi bulan yang penuh tanda tanya. Gue jadi sering merenung, gue jadi bertanya-tanya apakah dia baik-baik saja? Gue takut dia kenapa-kenapa? Gue sangat mengkhawatirkan dia. Akhirnya gue mengingkari kesepakatan untuk menghubungi dia dan mulai memulai percakapan. Jawaban dia terasa sangat dingin sekali. Lalu gue meminta untuk bertemu dan dia menyanggupi akhir maret. Seiring dengan maret berjalan, gue memiliki pencapaian-pencapaian yang cukup mengagumkan di tempat kerja. Tapi biasa saja, karena isi kepala gue semuanya penuh tanda tanya tentang dia.

Akhir maret, kita ketemu di sebuah cafe di jalan anggrek. Gue seneng banget liat dia. Akhirnya kita berbincang-bincang tentang apa yang sudah dia kerjakan dan pencapaian-pencapaiannya dan gue sangat kagum, seperti seharusnya, karena dia telah melakukan banyak hal-hal hebat yang sebenernya gue sangat tau kalo dia bisa. Panjang banget bahasannya karena gue selalu menanggapi cerita pencapaian dia dengan excited.

Tibalah giliran gue bercerita tentang pencapaian gue. Semuanya gue ceritakan dengan penuh semangat dan dia tidak setertarik itu untuk menyambut apa yang sudah gue lakukan. Disitu gue sadar kalo hubungan ini bukan ikatan cinta, tapi ikatan ekspektasi. Yang mana gue berekspektasi tinggi dengan segala mimpinya dan dia tidak berekspektasi apa-apa dengan segalanya tentang gue.

Setelah kita ngobrol panjang lebar, gue sudah tau akhir semua ini akan kaya gimana. Lalu dia bilang "Aku gabisa sama kamu"

Kosong. Gue kosong.

Tanda tanya yang selama ini gue kumpulkan semuanya menguap dan menyisakan ruang kosong yang sangat-sangat besar. Gue ada di titik dimana gue gatau harus ngapain kalo ga sama dia, dan sekarang semuanya sudah jelas kalo dia gabisa. 

Tentang apa yang seharusnya terjadi gue sebenarnya sudah tau, bahwa mungkin ada beberapa hal yang dia pertimbangkan untuk hidup sama gue, ada banyak hal yang salah dan kurang dalam hidup gue sehingga dia merasa bahwa gabisa hidup bersama.

Gue masih belum sembuh. Mungkin saja karena banyak hal yang sudah gue lakukan sehingga itu membekas di alam pikir dan untuk menghapus semuanya gue butuh waktu. Gue merasa tidak seberharga itu untuk dicintai. Gue jadi sangat kecil.

Hari-hari di kantor jadi tak sama lagi, gue jadi pemurung, lesu dan tidak ingin bekerja. Seseorang yang sudah sangat siap melesat ternyata kehilanga tujuan dan itu yang membuatnya menjadi batu di tempat terakhir dia dikecewakan.

Sekarang adalah bulan Mei. Gue masih membawa luka yang tidak mau berhenti mengalirkan darah itu. Semakin hari gue semakin benci sama diri gue di momen yang indah disaat gue emang udah gapunya siapa-siapa.

Gue ternyata bukan Mr.Barnum di The Greatest Showman, gue cuma orang biasa yang tidak pernah diterima oleh siapapun. Gue hanya orang kecil biasa yang tidak punya apa-apa untuk di banggakan.

Kembali gue mengulang-ulang kata bibit, bebet dan bobot sampai kata itu ga berarti apa-apa.

Yang gue pikirkan sekarang adalah, mungkin saja gue akan selalu tidak diterima karena bibit,bebet dan bobot. Gue terjebak oleh asumsi gue sendiri dan itulah yang sampai saat ini gue pegang.

Sampai hari ini, semuanya belum benar-benar usai. Gue masih kosong dengan masih berusaha untuk tetap hidup tanpa hancur.

Rabu, 28 April 2021

Rusa Bertanduk Indah

Dia wanita yang meninggalkan karangan bunga di depan rumahku. Karangan bunga itu dipesan langsung olehnya dan diantarkan langsung oleh pengerajin bunga dari Jalan Wastukencana dengan tulisan "Turut Berdukacita atas kepergianku. Tabahlah dan selamat tinggal". Karangan bunga lainnya juga datang dari teman-temanku yang diantarkan juga oleh pengerajin bunga yang sama. Beberapa diantaranya ada yang menulis "Nikmatilah, suatu saat kamu akan jatuh cinta lagi", "Ikan di laut banyak boy!" dan ada juga yang mengatakan hal standar seperti "Rencana Tuhan pasti baik". Mereka menganggapku meninggal karena aku sudah berhari-hari tidak keluar rumah. Aku melawan badai di kamarku sendiri. Aku kedinginan dan tidak punya rumah untuk berteduh. Setidaknya seperti dulu.

Semua apa yang aku tanam di ladang sudah hancur berantakan dan tidak bersisa. Ternak yang baru saja aku beli januari kemarin ternyata terbawa banjir bandang. Pohon apel yang selalu aku inginkan untuk menjadi sesuatu yang bisa aku nikmati di kemudian hari ternyata sekarang sudah terbang dibawa oleh angin puting beliung. Sebuah bencana yang hanya dibawa oleh kepergiannya.

Padang rumput, aku mengingatnya, semuanya, semua detilnya. Banyak yang sudah aku lakukan untuk menjaga dia tetap baik-baik saja ditengah bencana yang diciptakan oleh orang-orang sebelumnya. Aku ingin dia tetap bertahan dan tidak patah semangat. Di tengah badainya aku keluar, mencoba memanipulasi cuaca dengan kemampuanku menciptakan sihir hal-hal mengagumkan. Aku mengorbankan banyak hal untuk menjaganya agar tidak terluka dan mampu melewati badai. Aku sediakan rumah agar dia bisa berteduh. Aku ciptakan semesta untuknya hanya untuk dia menetap. Aku sudah terlalu jatuh ke dalam lubang "Harapan agar dia bahagia" dan sekarang saatnya aku merasakan badai yang dia ciptakan karena kepergiannya.

Badai itu hampir saja membunuh seekor rusa yang memiliki tanduk yang indah. Rusa itu sedang berlari-lari di hutan bersama kawanannya dan sekarang rusa itu sedang melayang-layang terbawa angin entah kemana angin itu membawanya. Bisa jadi ke sebuah savana yang penuh dengan hewan buas yang siap memangsanya. Tapi yang akan ku tegaskan disini adalah, badai itu hampir membunuh rusa itu.

Tentang bunga yang ia tinggalkan di halaman depan itu, bagiku adalah hal yang cukup manis dalam sebuah kepergian, ah sial, aku masih saja memujinya.

Jatuh ke dalam sebuah perasaan menyalahkan diri sendiri tidak menyenangkan. Merasa tidak diterima karena anugerah yang Tuhan berikan itu tidak menyenangkan. Bibit,bebet dan bobot. Aku mengulang-gulang kata-kata itu sampai tidak ada artinya. Sampai benar-benar habis rasa muak sehingga ikhlas bisa mengisinya. Aku menyalahkan diriku sendiri atas apa yang tidak aku punyai dan belum sanggup aku capai. Aku menyalahkan diriku sendiri atas apa yang tidak bisa aku ciptakan untuk membuatnya tertarik. Aku menyalahkan diriku sendiri atas semuanya.

Aku menjadi sangat kecil. Harapan yang semula hidup karenanya kini semua tak bersisa. Aku harus menanami ladang dari awal lagi, membeli ternak lagi dari awal dan menumbuhkan pohon apel sendiri dari awal.

Namun setelah badai ini selesai. Setelah semua ini reda.

Tidak semua hal terjadi

Kita hidup dalam sebuah dunia yang mengharuskan kita untuk tidak berekspektasi terhadap apapun. Hidup adalah pejalanan yang harus ditempuh dengan langkah bukan dengan angan-angan. Dari semua yang pernah di ekspektasikan, banyak yang tidak terjadi dan kita harus baik-baik saja dengan itu - atau lebih tepatnya dipaksa baik-baik saja.

Masa-masa gelap adalah masa dimana aku tidak menemukan cahaya sedikitpun. Sekarang dan sampai entah kapan. Aku sangat merasa tidak berguna. Jadi, biar kuceritakan kepadamu sekarang. Duduklah.

Aku telah dua kali melamar wanita. Saat itu, aku pikir menikah dengan orang yang kita cinta akan menjadi sebuah goals yang membuat hidup akan jadi lebih indah. Untuk tertawa bersama dan hidup dalam percakapan-percakapan ringan yang menyenangkan setiap malamnya. Tanpa menikah, tidak ada jaminan bahwa kita akan lebih dekat ke selamanya. Namun semuanya berakhir tidak baik-baik saja yang mana I have to deal with it. 

Kita mulai dari yang pertama. Seorang wanita baik penuh dengan gairah untuk hidup, pintar dan lucu. Dia mampu melihat hal-hal dengan sangat murni dan seimbang. Sudut pandang yang tidak pernah aku bisa capai karena otak aku separuhnya adalah hati. Sering sekali kita membicarakan hal-hal yang membuat aku sangat excited jika berbicara dengannya. Kita membedah semua hal yang terjadi di bumi, membuka kemungkinan-kemungkinan baru yang menjadi bahan bakar tawa kita. Kita membedah langit sampai partikel terkecil dari anatomi tubuh justin tiffani. Sangat menyenangkan untuk menghabiskan hidup dengannya. Aku sangat jatuh cinta padanya, waktu itu, di waktu yang tidak pernah aku bayangkan akan segelap ini.

Cara dia berpikir adalah request aku terhadap Tuhan tentang siapa yang aku inginkan hidup bersama dan menghabiskan cangkir-cangkir malam bersama. Aku butuh penyeimbang. Aku sebagaimana sebuah elektron yang kelebihan gaya sentrifugal sehingga aku butuh proton di inti agar aku berputar mengelilinginya. Namun, aku bukan pilihannya. Dia tidak bisa mencintaiku. Bahkan aku tawarkan waktu, dia menawarkan balik kepadaku prinsipnya.

Matahari mulai redup. Malam mulai masuk. Salju turun. Aku tidak punya tempat berteduh. Aku kedinginan, jangankan api, cahaya harap saja tidak aku kutemukan di masa gelap pertama ini aku hilang arah. Mata ku masih berfungsi, namun gelap membuatnya tidak bisa melihat apa-apa. Aku jatuh dalam infinity jurang anjay. Udah sampai situ saja ceritanya. Sisanya aku sudah tidak bisa melanjutkan karena sangat gelap disini.

Yang kedua. Tempat pulang yang aku kira awalnya akan terakhir tenyata tidak sebaik harapannya. Tidak semua harap berujung pada tercapainya mimpi. Tidak semua harap memiliki ujung, kadang kita harus berharap seumur hidup atau berhenti seumur hidup.

Senin, 08 Februari 2021

Februari yang baru

Perjalananku semakin jauh saja.  Rasanya semua yang terlewati di tahun-tahun kemarin tidak pernah sejauh dua ribu dua puluh. Aku sengaja tidak menuliskan angka, itu membuatku takut. Aku sangat takut pada apa-apa yang pernah aku lewati di tahun itu. Waktu itu, lapar menjadi teman baik untuku, lelah menjadi konsumsiku sehari-hari menjelang tidur dan ketakutan mengikutiku kemanapun aku pergi. Di tahun itu semuanya menjadi sangat kelabu. Seolah-olah warna yang aku ingin dapatkan sebelumnya, tidak menyentuh kanvas sedikitpun.

Kegagalanku dalam berdagang, hutang uang, hutang moral, hutang kebaikan semuanya belum aku bayar di tahun itu. Aku di tolong oleh orang-orang baik yang pernah tumbuh bersamaku. Tapi tetap saja aku takut. Aku takut bahwa waktu itu tidak akan mendapatkan hidup yang baik, sebaik apa yang pernah aku inginkan.

Tapi aku berhasil melewatinya. Aku berhasil bertahan sampai aku ada di titik ini sekarang. Titik yang mengkonversi rasa takut menjadi syukur. Aku merasa hidup lagi. Aku merasa tidak setakut dulu. Everything seems brighter now. 

Februari yang baru. Dinginnya salju di tahun lalu kini berganti menjadi musim semi yang menumbuhkan banyak bunga. Padang yang dulu hanya tumpukan putih yang dingin, kini mulai warna-warni. Aku melayat ke luar pintu, ahhh aroma musim semi ini sangat memanjakan indera penciumanku. Lalu kakiku melangkah perlahan ke depan rumah dengan kaki telanjang dan merasakan tanah yang masih basah oleh sisa embun musim semi memberikanku energi yang cukup besar. Energi yang cukup untuk tetap hidup. Energi yang cukup untuk membuatku bercocok tanam dan menyiapkan bekal untuk musim dingin tahun ini.

Aku berlari menuju tengah ladang dan berbaring menikmati setiap partikel sinar UV mengubah pro vitamin D menjadi vitamin D yang akan menguatkan tulang-tulangku untuk lebih kuat lagi.

Semoga tahun ini aku kelebihan bahan makanan sehingga ada stok untuk musim dingin yang sebentar.