Kepadamu yang baru saja mengoleskan krim malamnya.
Selamat malam duhai dambaan hati. Sekiranya kau tak sedang banyak kerja, sudikah kau membaca tulisan dari laki-laki yg sedari tadi memikirkan eloknya parasmu.
Tak berdaya akal ku menyangkal bahwa kau begitu manis dan berseri. Jadilah sejuk hatiku dibuatnya. Bahagianya aku saat ku dengar kau berlagu di jendela kamarmu. Lalu kita saling melemparkan senyum. Hanya senyum saja. Senyum yg hanya untuk mewakili hubungan antar manusia Tanpa kata.
Kalo boleh, aku ingin memandangmu sekali lagi, lalu izinkan lah aku untuk menjadikanmu peneduh kalbu. Aku lelah sendirian menanggung rindu. Tak dapatkah kita bertemu walau pun cuma bersahutan mulut sebentar di beranda cinta. Rasanya tentram sekali di dekatmu.
Tak ku sangka aku yg tak banyak benda ini akan jatuh hati pada seorang wanita yang berderajat lebih tinggi daripada aku. Namun namanya cinta tak bisa kau salahkan. Cinta ini begitu buta hingga tak dapat menjamah posisimu sebagai wanita berkasta tinggi.
Awalnya aku hanya kagum. Bukan cinta. Namun kekaguman ini bercampur dengan rindu dan rasa untuk selalu bersama, lalu, seperti apa yang orang-orang katakan, bahwa aku telah jatuh cinta.
Tak kurasakan pedih dalam mencintaimu, karena setiap saat kau keluar rumah, di seberang aku memperhatikanmu. Caramu keluar rumah dan tersenyum membuat rinduku ini sedikit bahagia. Kenapa sedikit? Karena aku tau, pada akhirnya kau akan pergi bersama lelaki berkuda putih.
Sementara aku hanya seorang pandai besi di seberang rumahmu, yang justru membuatkan sepatu kuda untuk kuda yg kau naiki setiap hari.
Sebagai orang kecil aku pun tak luput dari khayalan bodoh tentangmu. Tentang hari-harimu yang bahagia karena aku. Namun apa daya, hendak hati memeluk gunung, sayang sekali tangan tak sampai.
Hendak hati memelukmu, sayang sekali nasib tak sampai.
"Rinduku ... Berbuah lara...."
Awalnya aku hanya kagum. Bukan cinta. Namun kekaguman ini bercampur dengan rindu dan rasa untuk selalu bersama, lalu, seperti apa yang orang-orang katakan, bahwa aku telah jatuh cinta.
Tak kurasakan pedih dalam mencintaimu, karena setiap saat kau keluar rumah, di seberang aku memperhatikanmu. Caramu keluar rumah dan tersenyum membuat rinduku ini sedikit bahagia. Kenapa sedikit? Karena aku tau, pada akhirnya kau akan pergi bersama lelaki berkuda putih.
Sementara aku hanya seorang pandai besi di seberang rumahmu, yang justru membuatkan sepatu kuda untuk kuda yg kau naiki setiap hari.
Sebagai orang kecil aku pun tak luput dari khayalan bodoh tentangmu. Tentang hari-harimu yang bahagia karena aku. Namun apa daya, hendak hati memeluk gunung, sayang sekali tangan tak sampai.
Hendak hati memelukmu, sayang sekali nasib tak sampai.
"Rinduku ... Berbuah lara...."