Ada sebuah fase dalam hidup yang bernama : Fucked Up. Kondisi dimana lo udah ga bisa ngapa-ngapain dalam kejatuhan lo. Udah males berjuang berjuang tai kucing. Rasanya kek cape banget, apa yang di tanam tidak tumbuh, seseorang yang di tunggu dari lama kini menjauh dan Tuhan terasa terlalu tinggi untuk digapai meskipun kening sudah banyak berdarah karena terlalu sering bersujud.
Titik Fucked Up ini adalah suatu tempat diantara baik dan buruk. Tidak ada kecenderungan ingin baik dan buruk. Hidup yang mereka nikmati, bagi orang-orang Fucked Up tidak ada rasanya. Seperti daun kering yang diombang-ambing oleh angin musim gugur yang menghantarnya ke musim dingin.
Tidak ada kebaikan yang bisa di berikan pada hidup di fase ini. Gue fucked up.
Dimulai dengan tidak adanya semangat untuk hidup. Gue ngerasa semuanya hambar namun seketika sangat menyakitkan juga. merasa bahwa harapan terlalu jauh untuk orang seperti gue saat ini, bahwa harapan hanya ada untuk orang-orang yang memiliki kekayaan super besar lalu mereka bilang "kita harus menikmati hidup!". Kontol lah.
Luka belum sembuh, gue semakin terpuruk. Tidak merasakan lagi gairah dari para pendakwah tentang kesabaran dan keikhlasan. Gue udah melewatinya sampai di titik nadir gue gatau harus ngapain.
Kini, hidup sebagaimana hidup yang konvensional. Bernafas, makan, bergerak dan bekerja. Selebihnya? Ya biarin aja. Karena pernah ada harapan yang di kecewakan. Do'a yang tidak menyentuh langit dan semesta yang kehilangan magisnya dalam menyembuhkan luka.
Sekarang gue lebih berhati-hati dengan apa yang disebut dengan harapan. Hal itu terlalu melukai. Terlalu beresiko untuk di ambil, pada kenyataannya, hidup tanpa harapan yang terlalu besar masih bisa di jalani. Tidak semenakutkan orang-orang yang bilang bahwa harapan itu harus selalu ada karena harapan adalah cahaya di kala gelap. Bacotmu indah sekali.
Tentang ketertinggalan. Memang hidup ini bukan lomba. Setiap orang punya tracknya masing-masing. Namun, dalam suatu kondisi kita perlu berlomba dengan orang lain karena meskipun Tuhan tidak menyukai gengsi, tapi manusia perlu harga diri yang diproteksi dengan gengsi.
Dulu gue menyangka hidup yang apa adanya dengan tujuan sendiri selalu memiliki nilai di mata orang-orang. Pada akhirnya, ketika gue ngelamar seorang wanita dengan percaya diri karena gue tau apa yang sedang gue jalankan, dia tidak melihat itu sebagai suatu nilai. Akhirnya kembali, pada konsep dasar manusia. Kita butuh uang untuk meyakinkan orang, dan omongan orang-orang tentang menjadi diri lo sendiri itu bullshit. Bisa gitu si anjing.
Gabisa anjir gabisa, hidup butuh gengsi agar harga diri kita tetap terjaga, jangan kemakan motivasi orang-orang gak pernah merasakan menderita. Mereka gak ngerti apa-apa tentang menjadi bukan siapa-siapa.