Sabtu, 10 Juli 2021

Lari ke Jogja

Ternyata kita tidak akan pernah bisa becanda dengan yang namanya patah hati. Patah hati memiliki ruang yang memang harus kita kosongkan agar hati yang hancur bisa kembali pulih atau lebih tepatnya sedikit lebih pulih.

Bandung membuat luka putus asa karena mencintai menjadi sedikit lebih lama, bagaimana tidak, setiap detil kota Bandung ada gue dan dia. Mungkin terdengar terlalu klise, tapi here's the thing, kita gaakan pernah bisa melepaskan apa-apa yang melekat bersama kenangan. Ga akan semudah itu.

Akhir bulan Juni, gue memutuskan untuk pergi ke jogja, bekerja disini dengan dalih "ingin belajar", padahal sebenernya tujuan utama gue adalah sembuh. Gue butuh ruangan baru untuk tetap bisa hidup dan melanjutkan mimpi apa lagi yang harus gue bangun pasca terluka. Karena gue sadar gue bukan orang kaya yang bisa mengambil jeda seenak gue untuk pergi ke bali atau eropa untuk self healing, gue harus terus bekerja sambil mengakali bagaimana cinta yang hancur ini tidak mengubah kehidupan gue yang semakin menakutkan ini.

Sekarang gue di Jogja. Awal ke jogja, gue harus beradaptasi dengan lingkungan orang jogja yang kerja terus dan mereka itu ulet. Beda dengan budaya orang sunda yang kalo misalkan bekerja mereka itu sangat-sangat mengandalkan sisi kreatifitas mereka. Kalo orang-orang disini sangat bisa bertahan dengan keadaan yang membosankan (dalam perspektif gue). Jujur sebenernya gue gabisa untuk hidup dengan jokes-jokes yang itu-itu aja, standar society asal haha aja, gabisa gue, tapi kita liat dulu aja ini arusnya gimana.

Gue paling suka dengan lingkungan kerja yang sekarang adalah mereka itu selalu ingin berkembang dengan metode kaizen yang mereka anut. Menutur gue meskipun tidak terlalu signifikan perubahannya, at least kita berubah setiap harinya dan itu menurut gue keren sih. Orang jawa itu ulet dan mandiri. Sebenernya agak berbeda dengan orang sunda yang terlalu banyak menggunakan otak kanan sebagai cara mereka bekerja sehingga warna yang gue liat disini sangat berbeda dengan warna yang gue liat ketika gue berada di sunda.

Tapi di balik itu semua, tujuan ke jogja adalah gue pengen sembuh. Gue gabisa hidup terus menerus dalam bayang-bayang kekecewaan terlebih karena gue udah punya niat yang baik namun tidak di acc sama Tuhan. Tapi yaudahlah, sehebat apapun kita protes, jawabannya akan selalu sama, God knows the best for me dan tidak akan ada ruang buat gue untuk membela diri dalam hubungan Tuhan dan Mahluk ini. Case closed.

Lalu kenapa harus jogja? Karena gue keterimanya disini. Andai aja waktu itu gue keterima di surabaya atau bali gue juga akan berangkat kesana tanpa ragu. Intinya gue butuh jarak yang cukup jauh dari bandung agar dia tidak selalu muncul dan membuat gue jatuh lagi jatuh lagi, well untuk bangkit terus kan butuh tenaga dan gue lumayan cape untuk bangkit dari jatuh yang paradox

Gue janji sama diri gue abis dari jogja cuma ada 2 kota yang akan gue tuju. Pertama Jakarta, gue pengen kerja di start up, e-commerce atau instansi pemerintah. Syukur-syukur gue bisa masuk circle nya Visinema atau Production House sehingga gue bisa menunjukan bakat lucu gue disana, lalu ya join sama artis ibukota di berbagai macam talkshow. Soalnya gue ngerasa kalo gue bisa ko provide jokes-jokes lucu dan deliver itu ke penonton, cuman ya kesempatannya aja memang harus di tunggu sambil gue mempersiapkan diri. Yang kedua, gue akan balik ke bandung dan memulai usaha sebagai digital marketing agency atau KOL management di Bandung. Tapi gue harus selesai dengan diri gue dulu. Itulah kenapa, gue di jogja. Gue mau sembuh dulu.

Eeeh malah kena covid sianying haha