Kamis, 06 Mei 2021

Musim Gugur Sudah Selesai

Gue pernah nonton The Greatest Showman sama seseorang yang akhirnya gue cintai. Film itu kerasa kek ngena aja buat gue, gatau untuk dia. Apa yang Hugh Jackman tampilkan di perannya adalah sepenuhnya gue. Merasa seperti ada koneksi antara cara dia memandang dunia dengan gue.

Beberapa tahun setelah itu, gue masih mencintai wanita ini. Dari awal gue mencintai dia tidak pernah berkurang sedikitpun kecuali selalu bertambah. Gue selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik buat dia selama beberapa tahun kita bersama 'as a friend'. Gue masih percaya pada mimpi-mimpi itu, bahwa gue bisa menciptakan magic yang bahkan dia saja tidak pernah terpikirkan. Semua yang gue lakukan adalah untuk dia.

Beberapa kali dia dikecewakan oleh laki-laki dan gue adalah orang selalu ada disaaat dia sedang sedih dan menangis. Gue selalu bertransformasi menjadi happiness machine buat dia. Gue membuatkan dia banyak hal, momen-momen yang menurut gue langka dan ga akan pernah di lakukan oleh cowo-cowo lain dalam ngetreat ceweknya. Gue tidak pernah menolak untuk apapun yang membuat dia bahagia. Gue bukan cuma melakukan, tapi ngasih yang terbaik.

Dia pernah bilang kalo dia sangat suka kulineran. Semenjak itu gue tidak pernah mengajak siapapun untuk mencoba hal-hal baru atau makanan baru kecuali sama dia. I did it great. Dia pernah bilang kalo pengen punya banyak temen kaya gue. Pelan-pelan gue buka jalan untuk mengumpulkan temen-temennya yang terpisah, gue ajak dia ke kondangan-kondangan biar dia merasa ada teman. Gue support dia dalam banyak hal. I did it great. Gue secara aneh mempelajari harry potter, mengenal inggris lebih dekat, mengenal perpasca sarjanaan itu apa, nonton drama korea, belajar makan makanan korea yang menurut gue ga worth it tapi ternyata enak juga. Gue ngerubah banyak apa yang belum pernah gue coba ingin ubah untuk dia. Once again, i did it

Gue pernah bilang ke dia kalo gue gamau ada di industri ini, gue pengen keluar, gue akan jadi sesuatu kelak tapi tidak disini. I did it. Meskipun perjalanannya berat karena gue harus bertransformasi dari dunia industri kaku ke industri yang sangat flexibel. Gue berdagang dan gagal, gue hancur, terombang-ambing di lautan hingga akhirnya gue menepi di satu pulau yang bernama digital marketing agency. Disana gue punya keyakinan, bahwa disini gue akan menjadi sesuatu yang pernah gue bilang ke dia.

Akhir Desember 2020, gue meminta kepada Tuhan untuk di teguhkan hati karena gue pengen ngelamar dia. Gue pengen hidup sebagaimana petualangan yang menyenangkan sama dia. Akhirnya hati gue teguh.

Awal Januari 2021, di sebuah tempat nasi goreng dengan suasana yang cukup ramai dengan iringan pengamen yang gue lupa waktu itu mereka bawain lagu apa tapi ngena banger, gue mengatakan bahwa gue ingin hidup sama dia. Tapi dia menunda untuk menjawab. Gue tetap yakin.

Januari berlalu dengan keyakinan yang masih sama. Gue jadi on fire dalam bekerja, gue ketemu banyak orang, gue mengerjakan ini itu untuk mempersiapkan diri jika seandainya kelak gue sama dia harus gimana. Di hari-hari diantaranya, dia bilang ke gue kalo, dia ga pengen gue ngehubungin dia karena dia pengen fokus. Gue iyakan, seperti biasa.

Februari, tekanan semakin besar dari pekerjaan dan keluarga tapi persetan dengan itu semua gue tetap semangat karena gue punya tujuan. Gue punya mimpi yang pengen gue ciptakan bersama dia. Gue punya petualangan menyenangkan yang ingin gue jalani sama dia. Namun, akhir februari gue bertanya-tanya apakah dia peduli dengan yang gue lakuin, karena sebulan bahkan tidak ada kabar apapun darinya? Gue semakin bertanya-tanya, kemana arahnya apa yang gue lakuin ini?

Maret jadi bulan yang penuh tanda tanya. Gue jadi sering merenung, gue jadi bertanya-tanya apakah dia baik-baik saja? Gue takut dia kenapa-kenapa? Gue sangat mengkhawatirkan dia. Akhirnya gue mengingkari kesepakatan untuk menghubungi dia dan mulai memulai percakapan. Jawaban dia terasa sangat dingin sekali. Lalu gue meminta untuk bertemu dan dia menyanggupi akhir maret. Seiring dengan maret berjalan, gue memiliki pencapaian-pencapaian yang cukup mengagumkan di tempat kerja. Tapi biasa saja, karena isi kepala gue semuanya penuh tanda tanya tentang dia.

Akhir maret, kita ketemu di sebuah cafe di jalan anggrek. Gue seneng banget liat dia. Akhirnya kita berbincang-bincang tentang apa yang sudah dia kerjakan dan pencapaian-pencapaiannya dan gue sangat kagum, seperti seharusnya, karena dia telah melakukan banyak hal-hal hebat yang sebenernya gue sangat tau kalo dia bisa. Panjang banget bahasannya karena gue selalu menanggapi cerita pencapaian dia dengan excited.

Tibalah giliran gue bercerita tentang pencapaian gue. Semuanya gue ceritakan dengan penuh semangat dan dia tidak setertarik itu untuk menyambut apa yang sudah gue lakukan. Disitu gue sadar kalo hubungan ini bukan ikatan cinta, tapi ikatan ekspektasi. Yang mana gue berekspektasi tinggi dengan segala mimpinya dan dia tidak berekspektasi apa-apa dengan segalanya tentang gue.

Setelah kita ngobrol panjang lebar, gue sudah tau akhir semua ini akan kaya gimana. Lalu dia bilang "Aku gabisa sama kamu"

Kosong. Gue kosong.

Tanda tanya yang selama ini gue kumpulkan semuanya menguap dan menyisakan ruang kosong yang sangat-sangat besar. Gue ada di titik dimana gue gatau harus ngapain kalo ga sama dia, dan sekarang semuanya sudah jelas kalo dia gabisa. 

Tentang apa yang seharusnya terjadi gue sebenarnya sudah tau, bahwa mungkin ada beberapa hal yang dia pertimbangkan untuk hidup sama gue, ada banyak hal yang salah dan kurang dalam hidup gue sehingga dia merasa bahwa gabisa hidup bersama.

Gue masih belum sembuh. Mungkin saja karena banyak hal yang sudah gue lakukan sehingga itu membekas di alam pikir dan untuk menghapus semuanya gue butuh waktu. Gue merasa tidak seberharga itu untuk dicintai. Gue jadi sangat kecil.

Hari-hari di kantor jadi tak sama lagi, gue jadi pemurung, lesu dan tidak ingin bekerja. Seseorang yang sudah sangat siap melesat ternyata kehilanga tujuan dan itu yang membuatnya menjadi batu di tempat terakhir dia dikecewakan.

Sekarang adalah bulan Mei. Gue masih membawa luka yang tidak mau berhenti mengalirkan darah itu. Semakin hari gue semakin benci sama diri gue di momen yang indah disaat gue emang udah gapunya siapa-siapa.

Gue ternyata bukan Mr.Barnum di The Greatest Showman, gue cuma orang biasa yang tidak pernah diterima oleh siapapun. Gue hanya orang kecil biasa yang tidak punya apa-apa untuk di banggakan.

Kembali gue mengulang-ulang kata bibit, bebet dan bobot sampai kata itu ga berarti apa-apa.

Yang gue pikirkan sekarang adalah, mungkin saja gue akan selalu tidak diterima karena bibit,bebet dan bobot. Gue terjebak oleh asumsi gue sendiri dan itulah yang sampai saat ini gue pegang.

Sampai hari ini, semuanya belum benar-benar usai. Gue masih kosong dengan masih berusaha untuk tetap hidup tanpa hancur.