Perjalananku semakin jauh saja. Rasanya semua yang terlewati di tahun-tahun kemarin tidak pernah sejauh dua ribu dua puluh. Aku sengaja tidak menuliskan angka, itu membuatku takut. Aku sangat takut pada apa-apa yang pernah aku lewati di tahun itu. Waktu itu, lapar menjadi teman baik untuku, lelah menjadi konsumsiku sehari-hari menjelang tidur dan ketakutan mengikutiku kemanapun aku pergi. Di tahun itu semuanya menjadi sangat kelabu. Seolah-olah warna yang aku ingin dapatkan sebelumnya, tidak menyentuh kanvas sedikitpun.
Kegagalanku dalam berdagang, hutang uang, hutang moral, hutang kebaikan semuanya belum aku bayar di tahun itu. Aku di tolong oleh orang-orang baik yang pernah tumbuh bersamaku. Tapi tetap saja aku takut. Aku takut bahwa waktu itu tidak akan mendapatkan hidup yang baik, sebaik apa yang pernah aku inginkan.
Tapi aku berhasil melewatinya. Aku berhasil bertahan sampai aku ada di titik ini sekarang. Titik yang mengkonversi rasa takut menjadi syukur. Aku merasa hidup lagi. Aku merasa tidak setakut dulu. Everything seems brighter now.
Februari yang baru. Dinginnya salju di tahun lalu kini berganti menjadi musim semi yang menumbuhkan banyak bunga. Padang yang dulu hanya tumpukan putih yang dingin, kini mulai warna-warni. Aku melayat ke luar pintu, ahhh aroma musim semi ini sangat memanjakan indera penciumanku. Lalu kakiku melangkah perlahan ke depan rumah dengan kaki telanjang dan merasakan tanah yang masih basah oleh sisa embun musim semi memberikanku energi yang cukup besar. Energi yang cukup untuk tetap hidup. Energi yang cukup untuk membuatku bercocok tanam dan menyiapkan bekal untuk musim dingin tahun ini.
Aku berlari menuju tengah ladang dan berbaring menikmati setiap partikel sinar UV mengubah pro vitamin D menjadi vitamin D yang akan menguatkan tulang-tulangku untuk lebih kuat lagi.
Semoga tahun ini aku kelebihan bahan makanan sehingga ada stok untuk musim dingin yang sebentar.