Cinta, apa kabar?
Saya sedang duduk dengan sepi yang ramai. Menutup resah untuk waktu yang terus tega pada saya.
Cinta, tolong penderitaan saya. Pergi ternyata tidak membuat saya menjadi orang yang mampu menelan dunia sendirian. Saya menjadi orang yang tak pernah berdamai dengan kedamaian. Saya menulis jutaan air mata dengan bayangan kamu. Kerinduan yang mengeroposkan tiang kekokohan prinsipku, hingga akhirnya saya datang kesini untuk mengatakan sekali lagi bahwa saya benar-benar mencintai kamu.
Apakah saya bodoh? Tentu tidak,cinta. Saya tidak mencintaimu dengan bodoh. Rasa yang menggebu-gebu dalam setiap tanda tanya ini selalu belajar setiap waktu. Bahkan mungkin, di waktu yang sama saat kamu bertanya-tanya juga. Dari semua pelajaran yang saya dapat tentang waktu dan kamu, saya mengerti bahwa kamu harus saya jemput. Saya sudah pulang.
Saya pulang untuk sekedar minum kopi dan menulis ini untukmu. Saya berusaha membuat surat ini semanis mungkin, namun kamu tau saya payah.
Tidak, bukan kopi yang membuat surat ini terasa manis. Namun, beberapa hal tentang kita dan gebu yang hendak menghamba pada inangnya.
Saya ingin kamu menjadi kekasih saya, cinta.
Saya tidak bisa bertahan selamanya. Saya akan tua dan menjadi bangkai seperti manusia pada akhirnya.
Namun, saya tidak ingin menjadi bangkai yang mati dalam tanda tanya.
Semoga kamu mengizinkan itu.